site meter

Senin, 08 Juni 2009

Uang Mainan dan Uang Sejati

May 21, '08 12:20 AM
for everyone

Anakku yang paling besar, 5 tahun. Dia dan adiknya suka sekali jajan di warung.
"Mi, minta uang mau beli permen, beli balon, beli ini, beli itu ... "
Ada saja yang dimintanya. Aku suka memberinya uang recehan. Suatu hari, dia bawa-bawa uang kertas (mainan). gak lama dia datang mendekatiku.
"Mi, minta uang dong. Mau beli permen."
Kujawab, "Lha Bang, kamu kan dah punya uang ini (kutunjuk uang mainannya)."
"Yah, mi ... ini kan uang boongan," jawabnya tertawa.
"Coba aja tanya ke warung. Mau gak nerima uang mainan abang."
Ia dan anakku yang perempuan, berusia 3 tahun, pergi ke warung.
Gak lama dia pulang lagi sambil ketawa geli.
"Mi, uang mainannya gak diterima ama tukang warung. Ummi harus kasi uang seribuan," katanya.
Lalu kuambil uang seribu kertas (uang terbitan pemerintah melalui PERURI).
"Coba Abang lihat. Uang seribu ini sama gak dengan uang mainannya Abang."
Dia tersenyum, mengangguk.
"Sama apanya?" tanyaku.
"Sama-sama dari kertas, Mi."
"Nah, kalo gitu, sama dong, sama-sama uang mainan."
Dia tertawa. "Iya, Mi .."
"Jadi ini namanya uang aneh, Mi. Uang bodoh"

Aku mulai jelaskan padanya. Uang kertas (mainan atau seribuan dan pecahan kertas lain) itu pada dasarnya sama. Sama-sama mainan. Uang yang "diciptakan" manusia. Uang sesungguhnya adalah uang emas dan perak. Dinar dan dirham. Itulah "uang" dari Allah. Uang dari "Surga".

Uang receh yang sering kukasi buat jajan itu, dalam Islam disebut fulus.
Dia mengangguk. Dia pun pernah kukasi liat dinar dan dirham. "Minta uang dirhamnya, Mi."

Dua hari berselang, dia datang lagi. Baru main dengan teman-temannya.
"Mi, minta uang koin, dong."
"Buat apa, Bang?"
"Mau cetak uang koin dari kertas, Mi."
Aku tertawa. Kuberikan dua keping koin seratusan.
Gak lama dia pulang.
"Ini uang koin dari kertas, Mi."

Rasyad, anakku paling besar.
Semoga kau senantiasa menjadikan ALLAH satu-satunya pelindung.
Raja, Sang pemilik kekuasaan.