site meter

Selasa, 23 Juni 2009

Dimana Kau ...?

Pia. Itu aku suka memanggilmu. Dimana kamu sekarang, say? Terakhir kita sms, kau jadi dokter gigi di pelosok Riau. Tempat yang harus dijangkau dengan naik Ferry. Kau masih ingat, kita yang suka godain Ibu dan Mama dengan main-main sepeda, jauh masuk ke desa-desa yang pernah jadi sarang GAM?
Pia, terakhir seorang teman kita juga, mengirimkan message FB-ku, katanya kau sudah menikah. Ahh ... aku senyum-senyum membayangkan itu, mengingatkanku juga. Beribu perasaan ketika "mengenal" pria yang HARUS menjadi suamimu. Lalu mengandung anaknya. Tak terbayang jika tak dilalui. Tapi kuyakin, say ... seperti dulu kita harus melewatinya. Menjalaninya. Mengisinya. Seperti sebuah rumah yang harus ditanami bunga-bunga, daun, dan rumput. Disiram. Dipupuk. Dipelihara.
Selamat ya, say ... datanglah ke FB-ku. Salam buat suamimu. Titip cinta di rahimmu.

Sabtu, 13 Juni 2009

Bukan uang, tapi emas !

February 8th, 2008

Bukan uang, tapi emas !

habibku sakit. kuberi sanmol. madu dengan air hangat. antangin anak-anak. lasegar. buah-buahan. bubur ayam. apapun yang dia minta. lagi sakit, tak banyak yang dimintanya. alhamdulillah, sembuh. aku ikutan panas. meriang. kecapekan. madu, sari kurma, antangin, susu. lumayan mereda. tapi, bayiku ikutan sakit. demam. dia tak lagi tersenyum kalo aku main-mainkan suara. tidak seperti biasanya. dia diam saja. hampir tiga hari, dia tetap lesu. ada bintik-bintik merah keluar dari kulitnya yang lembut. ah, aku khawatir. aku bawa ke rumah sakit. bayiku dirawat. trombositnya turun, 86 ribu. diagnosisnya DBD. tabungan kami tak cukup buat bayar rumah sakit. bismillah.

tuhan maha pemberi. tuhan maha luas. DIA yang tentukan waktu-waktunya. tak lama bayiku dirawat, berbagai kiriman masuk ke rekening kami. ada yang sekedar memberi. ada yang membayar hutang. subhanallah. sakit adalah emas. tak bisa dan tak mau menolaknya. sakit adalah emas dari TUHAN. sang pengatur lintasan. semua orderNYA. sakit bukan (habisnya) uang. sakit adalah emas yang diberi cuma-cuma. sakit bukanlah ujian. apalagi cobaan. sakit adalah pemberian. tak bisa ditolak. hampir lima hari bayiku dirawat. malam takbiran, ia terbangun pukul tiga pagi. sebelum tidurnya, aku lafalkan takbir, tahlil, dan tahmid. allahu akbar. wa lillahilhamd. senyumnya kembali melebar. dia mulai balik-balikan badan (lagi). tengkurap. seperti biasa. subuh di 10 dzulhijjah.

Banyak yang Diberi

February 8th, 2008

Banyak yang diberi Tuhan. Semua pemberian itulah emas. Emas, lambang keabadian. kesetiaan. tak pernah lekang oleh panas, hujan, bakaran api, dinginnya es. satu keping koin emas 4 gram, dipotong. beratnya memang tak lagi 4 gram. tapi ia tetap emas. diinginkan banyak orang. dipuja siapapun dia. tak ada yang menolak diberi emas. kalo seorang calon pengantin wanita diberikan pilihan oleh calon suaminya,
"kamu mau emas ato kertas daur ulang, sayang?"
kalo dia bukan pengusaha kertas daur ulang ato seniman yang menghasilkan craft dari kertas daur ulang, tentu mending milih emas, kan?:)
bukan apa-apa, begitulah orderNya.
semua yang diberi Tuhan, itulah emas. anak-anak yang lucu. bawel. suka teriak-teriak. banyak maunya. semuanya ekspresi, itulah emas.
semua yang diberi Tuhan, itulah emas. tak ada yang bisa dan (mau) menolak. siapa yang menolak emas?:)

(buat tiga sekawan-ku. maafin ummi yang suka marah-marah ya. tapi sudah impas, kok !kalian sudah bisa bilang ummi bawel…)

awal dan akhir

February 18th, 2008

bismillah.
ketika memulai.
alhamdulillah.
ketika dijalani.
bismillah.
alhamdulillah.
tak pernah henti.
bismillah, alhamdulillah.
awal dan akhir.
semua milik ALLAH

Jumat, 12 Juni 2009

Sesaat Bersama Pirous

Prof A.D. Pirous
Pelukis Kaligrafi Internasional Asal Aceh,
Guru Besar Seni Rupa ITB

Tenang dan diam, kesan pertama ketika bertemu dengan A.D Pirous di kediamannya, perumahan Cisitu Indah, daerah Bandung Utara. A.D. Pirous, seniman yang namanya monumental dalam perjalanan karya seni lukis kaligrafi Indonesia. Nama pelukis berdarah Aceh ini berdiri dalam jajaran pelukis Indonesia seperti Afandi, Ahmad Sadali, Popo Iskandar dan beberapa nama besar lainnya. Wajahnya khas orang Aceh dengan garis wajah yang keras dan pandangan mata yang tajam. Sekilas terlihat garang tapi ketika berbicara tentang seni, kehalusan dan kepekaan perasaanya sebagai seorang seniman tersibak.
Abdul Djalil Pirous, nama lengkapnya. Dilahirkan di Meulaboh, Aceh Barat pada 11 Maret 1932. Pirous, nama panggilannya, dilahirkan dari seorang ibu bernama Hamidah, seorang penyulam hias benang emas (kasab) di Meulaboh. Sementara ayahnya, Mouna Pirous Nur Muhammad adalah seorang pemilik perkebunan karet. Lahir sebagai anak kelima dari enam saudara, Pirous menjalani masa kecilnya di Aceh. Tanah kelahiran yang selalu menjadi sumber inspirasi karya-karyanya. Sembilan buah lukisannya yang yang berbicara tentang kekuatan hikayat Perang Sabil dan tindak kekerasan dalam perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda masa lalu menjadi bukti bahwa semangat, sejarah dan budaya Aceh masih melekat dalam kesehariannya.
Pirous dikenal sebagai perintis lukisan kaligrafi di Indonesia yang mampu menguasai warna sebagai bahasa pembentuk suasana relijius yang kusuk. Alumnus Seni Rupa ITB yang juga pernah belajar Desain Grafis dan Seni Grafis pada Rocherter Institute of Technology Amerika Serikat ini terpanggil pertama kalinya untuk membuat lukisan kaligrafi ketika berada di Amerika (1970). “ Ketika saya berada di Amerika dan berhadapan dengan karya-karya
agung seni kaligrafi tradisional Timur Tengah yang disaksikan di Museum Metropolitan New York. Sehingga saya sangat tergugah untuk membuat lukisan kaligafi. Seakan-akan kembali pada alam masa kecil saya di Aceh.”

Masa kecilnya dihabiskan di Meulaboh, sebuah kota di barat Aceh. Kota yang sangat menonjol dengan hasil seni kriya, seni tari, dan sulam benang emasnya. Kehidupan di Meulaboh, sama seperti daerah lainnya di Aceh, diwarnai oleh semangat Islam yang kental dalam keseharian masyarakatnya. Latar belakang itulah yang membentuk Pirous tumbuh menjadi seorang seniman, seorang muslim dan berdarah Aceh. “Sebuah kombinasi yang memberikan peluang kepada saya untuk berwawasan dalam konteks seperti itu”, katanya. Seorang seniman yang tak pernah lupa asal “kulitnya”. Seperti gagasan yang pernah diungkapkannya,”…bahwa sewajarnyalah seseorang seniman peka terhadap kebudayaan silamnya dan arif dalam menyimak dinamika kebudayaan sekarang yang sedang berkembang, paduan sikap inilah yang akan menempatkan kita berpijak lebih kukuh pada bumi dan lingkungan sendiri dalam berjalan menempuh arus perkembangan kebudayaan dunia,”

Ibunya yang seorang penyulam benang emas tak pernah bekerja sendirian. Ia selalu dibantu oleh anak-anaknya termasuk Pirous. Kain yang akan disulam sebelumnya disket dulu lalu dilukis dengan kalam dan tinta. Mengaduk tinta yang diperlukan untuk melukis sulaman menjadi tugasnya saat itu. Tugas ini dikerjakan pada waktu malam, sebab pagi harinya ia harus belajar di sekolah dasar (sekolah Belanda) dan sorenya harus belajar mengaji di sekolah agama. Pada masa pergolakan melawan Belanda (1948), ia sudah memasuki kesatuan Tentara Pelajar (TP) di Aceh dengan pangkat kopral. Ketika tahun 1950, Pirous melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke Medan dan duduk di bangku kelas tiga. Ia juga ikut bergabung dalam bagian perjuangan yang bernama Markas Pertahanan Semesta bagian propaganda. Membuat poster-poster yang membangkitkan semangat perjuangan menjadi tugas Pirous bersama teman-temannya.

Ketika sekolah di SMA “Prayatna” Medan, Pirous mendapat bimbingan menggambar dari Hasan Siregar (alm), seorang pelukis senior dari kelompok Angkatan Seni Rupa Indonesia Medan. Satu hal yang sangat menggugah semangat seninya adalah saat pertama kali ia melihat pameran besar karya pelukis-pelukis Jakarta di Medan. Dorongan dari Hasan Siregar ditambah pengalamannya dalam melihat dua kali pameran di Medan telah menumbuhkan semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan seni rupa di Bandung.

Bandung, kota dengan silhuet kehijauan alam pegunungannya menjadi pilihan Pirous hingga saat ini. Awal perjalanan seninya ketika sekolah di Seni Rupa ITB, pergaulan bersama seniman-seniman muda saat itu hingga bertemu dengan seorang kembang Priangan, Erna Garnasih, putri Daeng Sutigna (Alm)_ tokoh kesenian dan kebudayaan Sunda_ yang akhirnya menjadi istrinya hingga saat ini. Bersama Erna yang juga seorang pelukis, Pirous dikaruniai tiga orang anak, dua orang putri dan satu orang putra.

Saat ini Pirous masih mengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Menjadi seorang dosen pada jurusan Desain Komunikasi Visual adalah salah satu bentuk pengabdian pada dunia pendidikan. Untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kesehatan saat ini, Pirous lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Ia masih terus melukis, menjadi konsultan seni, dan mempersiapkan penulisan buku biografinya. Bahkan kalau tidak ada halangan, Maret 2002 nanti Pirous akan melakukan pameran tunggalnya di Jakarta. “Sebuah pameran retrospektif, pemahaman kembali 40 tahun perjalanan hidup saya dalam dunia seni,” ujarnya.

Berbagai pameran tunggal dan kelompok telah dilakukannya di dalam dan luar negeri. Pameran tunggal pernah dilakukan di Chase Manhattan Bank, Jakarta dalam Pameran Lukisan Kaligrafi (1972), Pameran Seni Grafis Kaligrafi (Cetak Saring) di tempat yang sama (1976), Pameran Retrospektif Lukisan Etsa, Cetak Saring antara 1960-1985 di TIM Jakarta, dan Pameran Grafis di St. Martin Art School, London. Beberapa penghargaan telah diperolehnya diantaranya Seni Grafis Terbaik pada Art Show Napels, New York (1970), pemenang Terbaik Biennale Seni Lukis Indonesia-I dan II di Dewan Kesenian Jakarta (1974), Silver Prize Medal pada Seoul International Arts Competition (1984) dan Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1985). Pirous juga pernah mendapat undangan kunjungan kebudayaan dari USIS Jakarta ke Amerika Serikat (1985), ke Inggris dari British Council (1986) dan 30 hari untuk Print Workshop dari Fukuoka Museum (1989).

Seni lukis kaligrafi bagi Pirous adalah sebuah upaya memahami alam yang terbentang di sekitar dan dalam diri kita sendiri. Alam dengan segala tanda-tandanya adalah input yang bisa digali dan disikapi hingga kita akan menemukan sendiri pengalaman-pengalaman spiritual. Menurutnya, pancaran relijiusitas yang kusuk akan selalu terpancar dari tulisan ayat-ayat Al Quran yang menjadi sumber utama lukisan kaligrafinya. “Al Quran itu adalah suatu kompilasi spiritual yang memang sudah bernilai sangat tinggi,” katanya.

Sebagai seorang seniman, Pirous begitu sangat menghargai nilai-nilai budaya dan sejarah bangsa. Karakteristik khas tiap daerah adalah nilai-nilai budaya yang harus dimunculkan dan dikembangkan. Festival Istiqlal (FI) I pada 1991 yang menyedot perhatian besar itu adalah salah satu cetusan ide Pirous bersama teman-temannya. Kegiatan yang bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai budaya Islam yang selama ini terabaikan dan tidak pernah difokuskan menjadi kekuatan moral bangsa. Menurutnya, strategi kebudayaan seperti ini harus mampu menyatu dalam nafas kehidupan bangsa. “Tetapi pada FI II (1995) mulai tampak maksud-maksud politis pemerintah untuk menggunakan ini sebagai kekuatan politik. Maksud saya, alangkah baiknya FI tetap menjadi suatu strategi kebudayaan.”

Sebagai seorang seniman bertaraf internasional, karya-karyanya bertebaran dan menjadi koleksi The National Museum of Modern Art, Baghdad (grafis), Museum Al Quran, Bahrain (lukisan), Margareth Thatcher, London (lukisan), Museum Istana Presiden RI (lukisan), Slovenj Gradec Gallery, Slovenia Yugoslavia (grafis) dan beberapa tempat lainnya

Kajian sejarah dan budaya pun menarik perhatian Pirous selain di bidang seni. Tak jarang ia diminta untuk berbicara pada seminar-seminar khususnya pada masalah-masalah Aceh. Pada sebuah diskusi Forum Rektor di Bandung, ia pernah mengatakan, ”Dalam lintasan sejarah Aceh yang sarat dengan pergolakan dan darah, seyogyanya tergambar bahwa kultur kekerasan bukan sesuatu yang asing bagi Aceh. Mereka telah harus menerima keadaan itu tanpa berkelit walaupun harus menghadapinya dengan pengorbanan jiwa dan resiko yang sangat tinggi. Perlakuan politik kekerasan di Aceh bukan tidak mungkin akan menciptakan wajah penjajah masa lalu yang berbaur dengan wajah TNI masa kini, di samping nyanyian Hikayat Perang Sabil itu dapat bergema kembali. Mungkin hanya dengan kebijakan dan kearifan tindak politik yang tinggi dan komprehensif, kita akan terhindar dari situasi kekerasan yang menakutkan itu.”
Pirous adalah satu dari ribuan orang yang terus mencari makna kehidupan dalam pilihannya sebagai seorang seniman. Seorang muslim yang senantiasa menghadirkan nafas spiritualitas dalam karya-karyanya. Seorang putra dari tanah Serambi Mekah yang punya sejarah dan budaya khas tersendiri. Seorang manusia yang selalu ingin menularkan semangatnya pada orang-orang muda seperti saya. “Bicara dengannya adalah sebuah pengalaman penularan semangat dan gairah untuk melakukan sesuatu yang bermakna,” kata beberapa mahasiswa yang selalu diterimanya dengan tangan terbuka. Sebuah oase di padang pasir, setitik air jernih bersahaja di tengah arus globalisasi budaya masa kini !

“Rakyat Aceh Tidak Boleh Kehilangan Passion…”

Ditemui di rumahnya yang asri, sebuah daerah perumahan di Bandung Utara, Pirous menerima kehadiran saya dengan ramah. Menggunakan baju bermotif hitam putih dengan stelan celana panjang hitam, Pirous tampak lebih muda di usianya yang sudah 68 tahun. Pembicaraan satu setengah jam itu terasa membuat saya malu oleh jiwa Pirous yang begitu bersemangat bercerita tentang masyarakat Aceh, Hikayat Perang Sabil dan masa depan Aceh. Semangat inilah yang ingin ditularkannya kepada generasi muda Aceh, seperti saya. “Sebuah need of achievement (keinginan untuk mencapai sesuatu) harus disebarkan kepada masyarakat Aceh. Tugas mulia yang harus disebarkan oleh media massa, “katanya dengan bersemangat. Berikut petikan wawancaranya mengenai kondisi Aceh kontemporer.

Sebagai seorang seniman berdarah Aceh, apakah pendapat Anda tentang kondisi Aceh saat ini ?
Sebagai seniman lalu sebagai seorang putra yang berdarah Aceh kemudian berkembang menjadi seniman. Dan dari awal saya juga seorang muslim. Jadi, seorang muslim, seniman, dan berasal dari Aceh. Ini adalah kombinasi yang memberi peluang bagi saya untuk berwawasan dalam konteks seperti itu. Ketika Aceh bergolak dalam perjuangan dan persoalan-persoalan politik di tanah air ini, saya juga tersentak. Di galeri saya, banyak sekali lukisan-lukisan yang bertemakan Hikayat Prang Sabil. Itu sebenarnya suatu peringatan kepada pemerintah sekarang bahwa ada suatu trauma perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda dulu. Rakyat Aceh tidak pernah bisa ditekan Belanda karena adanya sumber pembakar semangat yaitu Hikayat Perang Sabil. Sekarang, saya dengar Hikayat itu dibaca lagi oleh orang-orang Aceh. Kalau dulu ia bermuara pada kebencian terhadap Belanda, saya takut sekarang itu malah bermuara pada kebencian terhadap TNI. Hal ini tidak akan pernah berhenti karena kita akan menghadapi perang saudara yang tak pernah selesai. Ini tidak boleh terjadi karena kita sesama bangsa harus rukun dan damai. Hal-hal inilah yang tercuat dalam karya-karya saya. Di samping unsur-unsur dekoratif dan kekuatan seni rupa tradisional Aceh yang selalu menjadi bagian yang terelakkan dalam karya-karya saya.

Bagaimana dengan masa depan Aceh ?
Kita lihat di dunia ini, semua perjuangan suatu kelompok kecil melawan kekuasaan yang menghimpitnya, tidak pernah terkalahkan. Kita lihat Afrika Selatan dan contoh-contoh lain di dunia ini , semua lambat laun akan sampai ke muaranya juga. Mengenai Aceh, jika memang perjuangan ini murni lillahi ta’ala, untuk mengangkat harkat bangsa Aceh ke taraf yang lebih tinggi, saya rasa akan sampai pada kepada apa yang mereka inginkan. Karena apapun yang kita rancang, itu adalah rancangan manusia. Yang menentukan, tetap yang di atas. Mungkin hanya soal waktu saja. Tuhan akan melihatnya sebagai upaya yang dilakukan untuk merubah nasibnya sendiri. Seperti dalam Al Quran dikatakan “tidak ada orang yang bisa merubah nasib seseorang atau suatu bangsa kalau tidak mereka sendiri yang akan merubahnya.”

Salah satu lukisan di Galeri anda menggambarkan tokoh Teuku Umar dengan pedang di tangannya yang dikelilingi oleh untaian Hikayat Perang Sabil. Apakah maknanya ?
Teuku Umar adalah tokoh perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda yang betul-betul tewas dalam perjuangannya. Saya rasa itu adalah akibat dari suatu keyakinan dan kobaran semangat Hikayat Perang Sabil itu sendiri. Maka itu di latar belakang Teuku Umar sebagai sentral terdapat untaian hikayat perang yang merupakan kunci makna hikayat itu sendiri, seperti yang tertulis jelas, “Nibak matee di rumoh inong, bahle keunong senjata kape, nibak matee di ateuh tilam, bahle lam syah prang syahid meugeulee” (daripada mati di rumah istri lebih baik tewas kena senjata kafir. Daripada maut meninggal di atas tempat tidur lebih baik ikut perang yang membuat kita tewas syahid di garis pertama). Itulah sebabnya mengapa hikayat ini begitu menggelorakan semangat perjuangan dalam perlawanan terhadap musuh.

Bagaimana dengan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ?
Saya rasa, sah-sah saja mereka melakukan itu karena memang Aceh punya sejarah sendiri. Pemahaman kita tentang proses sejarah lahirnya republik ini dapat dilihat dari beberapa sudut. Dari segi republik, Aceh adalah bagiannya. Tetapi dari sudut perjuangan orang Aceh sendiri, tidak demikian adanya. Seperti yang kita ketahui sampai Perang Dunia II pecah, Aceh itu secara total tidak mengaku takluk kepada Belanda. Kita tahu saat itu Belanda berada dalam tangsi-tangsi militer di beberapa kabupaten. Ini menunjukkan kekuatan angkatan senjata Belanda itu tidak meyeluruh. Sebelumnya juga terjadi banyak pemberontakan yang tak pernah ditaklukkan sempurna oleh Belanda. Hingga republik ini lahir lalu Aceh dijadikan bagiannya, wajar sekali kalau mereka mengatakan “ Kami tidak pernah takluk kepada Belanda. Kalau memang republik ini berasal dari suatu nederlands indie, suatu jajahan Belanda.” Apalagi jika ditarik perjuangan sejarah Iskandar muda dan seterusnya, Aceh selalu bergolak melawan penguasa luar. Jadi lumrah saja mereka punya sikap seperti itu. Sudut pandang yang berbeda. Berbeda tempat tegak, berlainan yang nampak.

Bagaimana dengan sikap pemerintah yang tetap mempertahankan Aceh sebagai bagian dari Republik ini ?
Saya sangat mendukung perjuangan politik dan diplomasi, bukan perjuangan fisik dalam arti kekerasan. Itu hanya berlaku dalam situasi yang panik saja. Terjadi dalam situasi yang penuh tekanan tapi bukan untuk seterusnya. Sebab, pada masa perang dengan Belanda, perlawanan fisik itu pun tidak menyelesaikan persoalan. Aceh tidak pernah bisa ditaklukkan dengan kekerasan dan Belanda tidak pernah bisa diusir dengan kekerasan pula. Oleh kerena itu, perundingan-perundingan adalah langkah yang paling baik dimana era hak asasi manusia saat ini begitu diangkat.

Perlukah saat ini muncul tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dhien, Teuku Umar dan lain-lain ?
Itulah saya katakan, tokoh-tokoh seperti Cut Nyak Dhien, Teuku Cik di Tiro, Teuku Umar dan lain sebagainya adalah tokoh-tokoh perjuangan fisik. Mereka itu pahlawan tapi pahlawan yang kalah. Mereka itu tewas dan tertangkap. Teuku Umar tewas, Cut Nyak Dhien meninggal dalam pengasingan di Sumedang. Semuanya pahlawan. Sekarang adalah waktu untuk gerakan perjuangan politik, berunding, bertahan, argumentasi, reasoning yang baik dan menerawang ke depan. Kemudian membuat persahabatan dengan sebanyak orang lalu berusaha menarik simpati serta dukungan moral.

Sementara perjuangan diplomatis dilakukan oleh segelintir orang yang dipercaya dan berkompeten, apa yang harus terus dilakukan oleh masyarakat Aceh yang lain ?
Saya rasa, rakyat di sana juga harus belajar patient (sabar). Tetapi tidak boleh kehilangan passion yaitu suatu nafas atau gairah mencapai sesuatu. Gairah yang tinggi tapi tetap terkendali. Rakyat harus terus-menerus meningkatkan pengertian-pengertian politik dan masalah-masalah yang selama ini selalu didekati dengan emosional. Tapi mulailah dengan suatu pikiran-pikiran rasional yaitu dengan pendidikan. Rakyat Aceh jangan terlena dengan menumpang di atas kesuburan tanah Aceh sehingga mereka itu lupa kewajibannya untuk terus belajar meningkatkan kehidupannya sendiri. Kehidupan di Aceh itu relatif sangat mudah. Orang tidak akan kelaparan asalkan ia mau saja untuk bergerak. Tanahnya yang subur, sungai dan laut yang banyak ikannya, hutan yang lebat. Itu membuat rakyat Aceh terpesona dan mabuk dalam kedamaian dan kesuburan itu. Padahal itu semuanya adalah modal untuk meningkatkan kualitas manusianya. Dengan pendidikan yang meningkat, pengertian dan kesadaran-kesadaran politik pada hal-hal yang sifatnya non fisik tadi akan menjadi lebih besar. Menurut saya, sekarang yang sangat penting adalah meningkatkan sekolah kejuruan menengah. Sekolah kejuruan menengah yang didirikan untuk meningkatkan income per kapita agar rakyat Aceh itu terlepas dari kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu karena alamnya yang subur tadi. Bila Aceh miskin, itu karena sumber daya manusianya yang rendah. Buatlah sekolah-sekolah pertanian, perikanan, dan kerajinan (craft) yang lebih banyak. Pengembangan sekolah-sekolah kejuruan ini ditambah universitas yang ada di Banda Aceh sekarang, saya rasa tingkat kehidupan masyarakat akan meningkat. Jika sudah meningkat pikirannya menjadi lebih jernih dan emosionalnya akan dikendalikan oleh rasionalitasnya.

Selain sumber daya alam, kekuatan apa lagi yang menjadi modal bagi kemajuan masyarakat Aceh ?
Mental. Boleh dikatakan, Aceh itu mempunyai suatu mentalitas yang sangat mantap karena dasar-dasar agama Islam yang kuat. Itu tidak boleh goyang. Itu harus dikembangkan dengan pikiran-pikiran yang modern. Kehidupan meunasah harus dikembangkan dengan baik. Pemuda-pemuda itu lebih baik menghabiskan waktunya di meunasah-meunasah (masjid-masjid). Meunasah yang mendidik mental dan iman. Ditambah pengetahuan umum di sekolah-sekolah. Daripada menghabiskan waktunya di jalan-jalan. Dan ini jangan dilakukan dengan fanatisme buta tapi dengan fanatisme modern. Artinya kita cinta kepada negeri, tanah air dan agama tapi juga tidak menolak hal-hal yang akan meningkatkan kualitas kehidupan kita secara modern. Salah satu yang diminta oleh perjuangan rakyat Aceh sejak lama itu adalah agar pembangunan di Aceh itu diselaraskan dengan aspirasi dan mentalitas rakyat Aceh sebagai masyarakat muslim yang taat. Jangan terjadi tabrakan-tabrakan di dalam pengembangan pembangunan Aceh. Misalnya jangan sampai pantai-pantai Pulau Sabang itu sama saja dengan pantai-pantai Kuta di Bali. Atau kehidupan masyarakat kota-kota di Aceh sama seperti kondisi masyarakat di kota-kota lain seperti Jakarta dan Bangkok.

Dimuat di Tabloid Kontras, Nanggroe Aceh Darussalam, 2000.

habib sayang ...


Horison, 19 Maret 2003

Habib sayang …
Aku harus bikin kartu kata buatmu
15 kata di atas karton duplex, ukuran 60×15 cm dengan spidol merah
abib, ummi, ayah, nenek, kakek, nimam, kibap, emak, sepeda, sepatu, ayam, kucing, mandi, makan, sholat
Sehari cukup tiga kali, terus-menerus
Lalu tambah 20 kata, 30, 50, 100, hingga ribuan kata …
hingga kuantarkan ke dunia buku dan baca ….

Habib sayang …
Setelahnya ‘kan kuberi pita
dibungkus kertas kado, bergambarkan hati dan buku-buku
kuhadiahkan tepat pada hari pernikahanmu kelak
sesuatu yang telah mengantarkanmu ke masa depan

Habib sayang ….
Jika saja tak ada malas
sejak 12 hari umurmu di rahimku
aku sudah merutinkan baca dan ngaji
mengajakmu rutin ke toko buku, perpustakaan bahkan saban hari menulis
bercerita tentang warna, binatang, negara-negara dan apapun tentang dunia
juga tentang Tuhan, sesuatu yang tak tampak di matamu

Habib sayang …
Jika saja tak ada malas,
Uang sudah “terbuang” untuk buku-buku yang sudah memenuhi lemari
di ruang tengah kita ….
dengan teks-teks Indonesia, Inggris, Arab, Jerman, Perancis, Padang, Sunda, jawa, Aceh , …… entah apa lagi
untuk segala jenis permainan yang mengasah pengetahuan dan keterampilan
juga pemahaman akan nilai-nilai

Habib sayang ….
Jika saja tak ada malas,
Tentu saat ini lafal kata-katamu sudah lebih jelas dan banyak
Buku-buku kecil dengan teks dan gambar sederhana
mungkin akan kau “lahap” dengan senangnya
Bukan malah menggigitnya dengan gigi yang baru tumbuh enam
lalu mengunyahnya sambil cengar-cengir jika tingkah itu ketahuan

Habib sayang ….
Untung saja malas tak terus bersemayam
Walau menyesal, syukur belum terlambat
Aku tak ingin kau kirimi surat,
“Mengapa Ummi asyik membaca dan menulis sendiri ?,
Bukankah dengan berbagi, ummi banyak menemukan inspirasi ?”

Habib sayang ….
Ummi berjanji mulai hari ini, tidak esok atau lusa
Tak ada kata sibuk atau tak sempat
Untuk semua yang (tak) terlambat
Membaca dan menulis kata-kata ….

Surat Buat Ummi

Diam-diam suamiku tercinta menuliskan ini untukku,

Teak chair soaked with my tears
With every drop of my cry of fear
Fear that I couldn’t met you
Fear that I would never live with you

The air is dry in every step of my way
Awaiting your presence to wash the dryness away
A soul needs a food and a mate
Your kindness is the food to my soul
And I believe that you are my soul mate

Dari Alun-alun Sampai Tegalega

Tegalega, sebuah daerah yang berada di Bandung Tengah, kini diusik permasalahan rumit. Tamannya tak terawat dan kotor. Praktek prostitusi kian marak. Pedagang kaki lima semakin banyak jumlahnya. Preman-preman sudah tanpa sungkan-sungkan lagi bertindak kriminal. Ini merupakan sebagian masalah yang sampai saat ini belum mendapat perhatian khusus. Padahal letaknya di gerbang tol Padalarang yang menjadi salah satu pintu masuk ke kota Bandung dari Jakarta, sungguh sangat strategis. Letaknya yang tak jauh dari pusat kota Alun-alun menjadikan kawasan ini selalu ramai oleh lalu lalang kendaraan pribadi ataupun angkutan kota (angkot).

Menyebut Tegalega, mengingatkan kita akan masa 40 tahun silam. Saat itu, Soekarno, Presiden pertama Indonesia, melakukan pidato politik untuk menggembleng semangat perjuangan Irian Barat pada Rapat Raksasa Merah Putih di Lapangan Tegalega. Jadi tidaklah berlebihan jika Taman Tegalega memiliki makna sejarah sendiri. Bahkan tepat di hadapannya, Musium Sri Baduga milik pemerintah Jawa Barat, berdiri dengan megahnya.
Lalu kesan apa yang tersisa dari Taman Tegalega saat ini ? Lihatlah potret penertiban wanita tuna susila (WTS), pembersihan pedagang kaki lima, preman-preman yang suka merongrong masyarakat sekitar, pengamen-pengamen kecil jalanan yang suka main paksa ketika meminta uang pada penumpang angkot. Potret Tegalega yang krisis fisik dan sosialnya semakin memburuk sepertinya sudah dianggap lumrah. Seperti krisis negara yang tak kunjung reda, masyarakat sepertinya sudah kebal, tutup mata, telinga atau bahkan tertutup hatinya.

Semrawutnya lapangan Tegalega merupakan sebagian potret pesona Bandung yang kian memudar. Menurut penduduk yang telah lama menetap di sini, wajah Bandung kini sudah tidak geulis seperti dulu lagi. Begitu banyak lahan hijau yang dijadikan kompleks perumahan yang padat dan berhimpit, udara kota pun tidak sesejuk dulu, krisis air bersih di beberapa daerah, dan macet yang mulai biasa terjadi pada jam-jam sibuk.

Meningkatnya jumlah penduduk memang diakui menambah permasalahan suatu kota. Lihat Jakarta, kota megapolitan itu semakin sesak oleh persoalan-persoalan fisik tata kota dan masalah-masalah sosial yang semakin kompleks. Bandung bukan hanya berperan sebagai pusat pemerintahan propinsi Jawa Barat, tapi juga telah berkembang menjadi kota bisnis, pendidikan, industri dan pariwisata yang penting di Indonesia. Dengan jumlah penduduk kota Bandung sebesar (sensus 1998) dan kepadatan penduduk 868 per km2 (BPS, 1995) bukan tak mungkin Bandung akan menjadi Jakarta kedua. Taman Tegalega, menjadi salah satu bagian potret kota yang hampir pecah itu. Tegalega memang tak sendirian, sebelum ini bahkan hingga sekarang, Taman Alun-alun yang terletak di depan Masjid Agung Bandung pun punya masalah sama.
Alun-alun adalah suatu daerah yang terletak di pusat kota Bandung dan sebuah taman kota antara pusat perbelanjaan Palaguna dan Dalem Kaum. Taman Alun-alun ini menjadi tempat singgah masyarakat yang baru berbelanja atau sekedar melepas lelah. Di sebelah selatan alun-alun terdapat pendopo kota Bandung yang pernah menjadi pusat pemerintahan, sedangkan di sebelah baratnya terdapat Mesjid Agung, yang telah berdiri sejak lama dan menjadi salah satu objek kunjungan andalan kota kembang ini. Diakui memang, mesjid besar ini menjadi simbol kebanggaan masyarakat Parijs van Java yang menambah kesemarakan dan kenyamanan kota Bandung. Tak jauh dari Alun-alun terdapat pusat perhentian taksi dan halte bus dalam kota yang menambah keramaian dan kepadatan lalu lintas kawasan ini.

Letaknya yang strategis ini menjadikan Alun-alun sebagai objek wisata primadona bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Sehingga pusat perbelanjaan yang ada di Alun-alun ini menjadi tempat mencari oleh-oleh khas Parahyangan. Potensi ini “ditangkap” oleh para pedagang kaki lima (PKL). Belanja di swalayan atau toko memang agak mahal sehingga kaki lima menjadi tempat belanja alternatif bagi masyarakat. “Barang-barangnya tak kalah keren dengan toko, bisa ditawar lagi,” ujar Henny, salah seorang pembeli. Sebuah tas yang bermerek Elle, misalnya, di toko harganya bisa di atas seratus ribu, di emperan bisa ditawar sampai dua puluh ribuan. Memang menggiurkan, entah kualitas barangnya.

Potensi pasar ini mengundang “gairah” bisnis para pedagang kaki lima yang makin hari jumlahnya semakin bertambah. “Masa 1998 lalu, jumlah PKL itu hanya sekitar seribu orang, tapi sekarang jumlahnya sudah ratusan ribu,” ungkap Taufik Rachman, Kepala Dinas Pertanian yang juga mantan kepala dinas pertamanan ini. Peningkatan jumlah PKL ini menambah persoalan baru seperti semakin tak rapi dan bersihnya Taman Alun-alun bahkan pertengkaran sesama pedagang. Praktek-praktek preman dan tukang catut pun semakin marak, walau markas polisi lalu lintas ditempatkan di sana. Belum lagi pada malam hari, Alun-alun dikenal sebagai tempat “transaksi seks” para pekcum (perek cuma-cuma) dengan lelaki hidung belang.
Lagi-lagi, si taman yang bisu itu menjadi kambing hitam perilaku rusaknya manusia. Persoalan yang sudah menyangkut masalah sosial dan ekonomi itulah yang menyebabkan kawasan taman Alun-alun diblokir. Jadilah para pedagang berjualan di luar areal taman dan taman pun kembali difungsikan sebagai tempat rekreasi atau melepas lelah. Kawasan taman tetap menjadi tanggung jawab dinas pertamanan dan di luar areal itu menjadi tanggung jawab kotamadya dengan pengelola teknis khusus.

Pemblokiran kawasan Taman Alun-alun bukan berarti semua masalah telah selesai. Seiring dengan krisis ekonomi, persoalan sosial muncul semakin beragam. Pengangguran dan kesenjangan ekonomi memang menimbulkan permasalahan baru. Preman-preman berkeliaran dan melakukan tindak kriminal seperti mencopet dan berkelahi, pengamen jalanan yang kongkow-kongkow di persimpangan ataupun pinggir jalan bukan menjadi permasalahan ketertiban kota saja. Tak jarang, fasilitas umum di sekitar taman, seperti telepon umum, toilet umum menjadi sasaran “usil” mereka. Tetapi jika semua itu dihadapkan pada alasan krisis ekonomi dan ketidakadilan pembangunan negara selama ini, menjadi benarkah hal demikian ?

Bandung, 2002

Kemilau Investasi Dinar Dirham


Judul buku : Kemilau Investasi Dinar Dirham
Mu’amalah Syar’i Tanpa Riba
Penulis : Sufyan Al Jawi
Penerbit : Pustaka Adina
Cetakan : I, September 2007
Harga : Rp. 16.000
Tebal : 77 halaman

Sufyan Al Jawi adalah seorang penulis buku yang telah menerima pembayaran royalti atas bukunya dari penerbit Pustaka Adina senilai 1/2 Dinar. Ia juga tercatat sebagai salah satu anggota JAWARA (Jaringan Wirausahawan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) yang memiliki beberapa unit kamar kos-kosan di daerah Cilincing, Jakarta Utara dan menerima pembayaran sewa kamar kos dengan nilai delapan dirham/bulan selain penyewaan WC umum. Luar biasa:)

Di dalam buku "Kemilau Investasi Dinar Dirham", Sofyan Sunaryo (nama KTP) mengungkapkan fakta-fakta sejarah bagaimana tak berharganya uang kertas hingga "untungnya" berinvestasi dinar dirham, dunia akhirat. Ia juga memberikan ilustrasi perbandingan menabung menggunakan ; rupiah dan riyal di bank dan di rumah, perhiasan emas, dan dinar dirham.

Buku ini sudah cukup mewakili sisi penulis sebagai seorang penanggung jawab Wakala Al Faqi dan ahli numismatik. Wakala Al Faqi adalah tempat penukaran dinar dirham yang berada dalam jaringan Wakala Induk Nusantara yang dipimpin Zaim Saidi.
Ahli numismatik ( baca:numismatis ) dapat diartikan sebagai penggemar atau kolektor mata uang. Pada mulanya numismatik hanya berurusan dengan uang logam (koin), karena banyak ditemukan di berbagai situs arkeologi. Namun dalam perkembangannya, koleksi numismatik menjadi sangat beragam. Saat ini koleksi numismatik mencakup medali, lencana, token (uang perkebunan), uang komemoratif (uang peringatan) dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, seperti cek, wesel, kartu kredit, kupon dan koin untuk permainan ketangkasan/ hiburan/ kasino. Kalau perangko merupakan obyek utama filateli, maka mata uang adalah obyek utama numismatik (Blog Mas’ud Effendi).

Buku ini merupakan rangkuman ilmiah tentang "Menggugat Riba Uang Kertas, dengan Mengembalikan Keabsahan Dinar Dirham Syar'i sebagai Mata Uang di Negeri-negeri Muslim". Masih terdapat kesalahan penulisan seperti :

1. Riba, di tengah kalimat tidak menggunakan huruf kapital (halaman 20, 21)
2. Negeri-Negeri, seharusnya Negeri-negeri (cover muka)
3. uang hampa, tidak ditulis miring (halaman 2)
4. qadar, seharusnya kadar (halaman 5)
5. Numismatic, bahasa Inggrisnya numismatics. Jika ditulis ke dalam bahasa Indonesia menjadi numismatik, walau tidak ada dalam Kamus Umum bahasa Indonesia (halaman 7).

Kritik di atas hanya sebuah masukan untuk perbaikan pencetakan selanjutnya.

Kamis, 11 Juni 2009

Apa Resensi

Resensi penting dibaca untuk "mengenal" sekilas sosok sebuah buku. Hal ini membantu pembaca untuk mempertimbangkan apakah ia akan membeli suatu buku atau malah mengurungkannya. Bagi para penulis, menulis resensi adalah latihan "merapikan" sistematika berpikir. Hehehehe. Susah amat ya nulisnya. Yang jelas, "teori" yang saya kutip dari sana sini ini, membantu pembaca untuk menilai kualitas suatu resensi sekaligus menolong penulis untuk melihat seberapa jauh kualitas penulisan resensinya.

Ini rangkumannya, semoga bermanfaat! Resensi penting untuk :

1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun
2. Mengungkap kelemahan dan kelebihan buku
3. Membuka latar belakang dan alasan mengapa sebuah buku diterbitkan
4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis
5. Menjadi masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya

Langkah-langkah menulis resensi :

A. Persiapan

1. Memilih jenis buku
2. Usahakan buku baru
3. Membuat anatomi buku

Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :

B. Pengerjaan

1. Baca dengan detail dan catat hal-hal penting
2. Setelah membaca, tuliskan karya resensi buku yang dimaksud :
• Informasi (anatomi) awal buku (seperti format diatas)
• Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
• Buat ulasan singkat buku
• Berikan penilaian buku ; isi, cover dan cetakan fisik. Bandingkan dengan buku
lain
• Tonjolkan sisi berbeda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
• Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah
dihasilkan

C. Publikasi

1. Ikuti syarat jumlah halaman media yang akan kita kirimkan resensi
2. Menyertakan cover halaman depan buku.
3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah
diterbitkan sebelumnya

Rabu, 10 Juni 2009

Redaksi Media Nasional

Catatan buat saya atau siapa pun yang membutuhkan informasi ini. Semoga bermanfaat!

1. ANTARA
Wisma ANTARA Lt 19-20
Jl Medan Merdeka Selatan No. 17, Jakarta 10110
Telp. (021) 3459173, 3802383, 3812043, 3814268
Fax. (021) 3840907, 3865577
Email : redaksi@antara.co.id
letter@antara.co.id
newsroom@antara.co.id

2. BERITA KOTA
Delta Building Blok A 44-45
Jl Suryopranoto No 1 – 9 Jakpus 10160
Telp. (021) 3803115
Fax. (021) 3808721
Email : berikot@biz.net.id

3. BISNIS INDONESIA
Wisma Bisnis Indonesia, Lt 5 – 8
Jl. KH Mas Masyur No. 12 A Jakpus 10220
Telp. (021) 57901023
Fax. (021) 57901025
Email : redaksi@bisnis.co.id
SMS : 021-70642362

4. DETIK.COM
Aldevco Octagon Building - Lantai 2
Jl. Warung Buncit Raya No.75, Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 794.1177
Fax. (021) 794.4472
Email : redaksi@staff.detik.com

5. HARIAN TERBIT
Jl. Pulogadung No. 15
Kawasan Industri Jaktim 13920
Telp. (021) 4603970
Fax. (021) 4603970
Email : terbit@harianterbit.com
Sms Korupsi : 0817-9124842

6. SENTANA
Jl. Rawa Teratai II/6, Kawasan Industri
Pulo Gadung, Jakarta Timur 13930.
Telp. (021) 4618318
Fax. (021) 4609079
Email : redaksi_sentara@plasa.com
harianumumsentana@yahoo.com

7. INDOPOS
Gedung Graha Pena Indopos
Jl Kebayoran Lama No 12 Jakarta
Telp. (021) 53699556.
Fax. (021) 5332234
Email : editor@indpos.co.id
indopos@jawapos.co.id.
Sms Anti Korupsi : 08121945429

8. INVESTOR DAILY
Jl. Padang No. 21 Manggarai, Jakarta Selatan
Telp. (021) 8311326-27
Fax. (021) 8310939
Email : koraninvestor@investor.co.id

9. KOMPAS
Jl. Palmerah Selatan No. 26-28, Jakarta 10270
Telp. (021) 5347710/20/30, 5302200
Fax. (021) 5492685
Email : kompas@kompas.com

10. KORAN TEMPO
Kebayoran Centre Blok A11-A15
Jl. Kebayoran Baru Mayestik, Jakarta 12240
Telp. (021) 7255625
Fax. (021) 7255645, 7255650
Email : koran@tempo.co.id
interaktif@tempo.co.id

11. MEDIA INDONESIA
Kompleks Deta Kedoya
Jl. Pilar Raya Kav. A-D, Kedoya Selatan, Jakarta Barat
Telp. (021) 5812088
Fax. (021) 5812102, 5812105
Email : redaksi@mediaindonesia.co.id
Opini : redaksimedia@yahoo.com

12. NON’STOP
Graha Pena, Lt 8 – 9
Jl. Kebayoran Lama No. 12 Jaksel 12210
Telp. (021) 53699507 ext 20 & 40
Fax. (021) 53671716, 5333156

13. POS KOTA
Jl. Gajahmada No. 100 Jakarta 11180
Telp. (021) 6334702
Fax. (021) 6340341, 6340252
Email : redaksi@harianposkota.com

14. RAKYAT MERDEKA
Gedung Graha Pena Lt 8
Jl. Kebayoran Lama No 12 Jaksel 12210
Telp (021) 53699507
Fax. (021) 53671716, 5333156
Email : redaksi@rakyatmerdeka.co.id
Sms Rakyat Merdeka : 0818167256
Email : dprm_online@plasa.com

15. BISNIS HARIAN
Telp. (021) 53699534
Fax. (021) 53699534
Email. : bisnisharian@yahoo.com

16. REPUBLIKA
Jl Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510
Telp. (021) 7803747
Fax. (021) 7983623
Email : sekretariat@republika.co.id

17. SEPUTAR INDONESIA
Menara Kebon Sirih Lt. 22
Jl. Kebon Sirih Raya No. 17-19 Jakarta 10340
Telp. (021) 3929758
Fax. (021) 3929758, 3927721
Email : redaksi@seputar-indonesia.com
SMS Sindo : 08888010000

18. SINAR HARAPAN
Jl. Raden Saleh No. 1B-1D Cikini, Jakarta Pusat 10430
Telp. (021) 3913880
Fax. (021) 3153581
Email : redaksi@sinarharapan.co.id
info@sinarharapan.co.id, opinish@sinarharapan.co.id

18. SUARA KARYA
Jalan Bangka Raya No 2 Kebayoran Baru Jakarta 12720
Telp. (021) 7191352 dan 7192656
Fax. (021) 71790746
Email : redaksi@suarakarya-online.com

19. SUARA PEMBARUAN
Jl. Dewi Sartika 136 D Jakarta 13630
Telp. (021) 8014077, 8007988
Fax. (021) 8007262, 8016131
Email : koransp@suarapembaruan.com
Sms Forum Warga : 0811130165
E : komentarsp@suarapembaruan.com

20. THE JAKARTA POST
Jl. Palmerah Selatan 15, Jakarta 10270
Telp. (021) 5300476, 5300478
Fax. (021) 5492685
Email : editorial@thejakartapost.com

21. WARTA KOTA
Jl. Hayam Wuruk 122 Jakarta 11180
Telp. (021) 2600818. Fax. (021) 6266023
Email : mailto:warkot@indomedia.com
Sms Curhat : 081585490313
Sms Unek-Unek : 081514302389
Sms Kate Aye : 081584317364

22. KCM
Fax. (021) 5360678
kcm@kompas.com

23. FORUM KEADILAN
Jl. Palmerah Barat No 23C
Jakarta Barat 12210
Telp. (021) 53670832
Fax. (021) 53670832
Email : redaksi@forum.co.id

24. GATRA
Gedung Gatra
Jl. Kalibata Timur IV No. 15 Jakarta 12740
Telp. (021) 7973535
Fax. (021) 79196941 - 42
Email : redaksi@gatra.com

25. INVESTOR
Jl. Padang No. 21 Manggarai Jakarta 12970
Telp. (021) 8280000
Fax. : (021) 8311329, 83702249
Email : redaksi@investor.co.id

26. KONTAN
Gedung Kontan
Jl. Kebayoran Lama No 1119 Jakarta 12210
Telp. (021) 5357636
Fax. (021) 5357633
Email : red@kontan-online.com

27. PROSPEKTIF
Gedung Teja Buana Lt.2
Jl Menteng Raya No 29 Jakarta 10340
Telp. (021) 3101427.
Fax. (021) 3102310
Email : info@prospektif.com

28. SWA
Jl. Taman Tanah Abang III/23
Jakarta Pusat 10160
Telp. 3523839
Fax. (021) 3457338, 3853759
Email : swaredaksi@cbn.net.id

29. TEMPO
Jl. Proklamasi No. 72 Jakarta 10320
Telp. (021) 3916160
Fax. (021) 3921947
Email : tempo@tempo.co.id

30. TRUST
Jl. KH Wahid Hasyim No. 24 Menteng
Jakarta 10350
Telp. (021) 3146061
Fax. (021) 31464111
Email : redaksi@majalahtrust.com

31. WARTA EKONOMI
Gedung Warta, Jl Kramat IV No. 11 Jakarta 10430
Telp. (021) 3153731. Fax. (021) 3153732
Email : redaksi@wartaekonomi.com

32. LAMPUNG POST
Jl. Soekarno Hatta 108 Rajabasa Bandar Lampung
Email : redaksilampost@yahoo.com

33. RADAR LAMPUNG
Jl. Sultang Agung 18 Kedaton Bandar Lampung
Email : radar@lampung.wasantara.net.id

34. SUARA MERDEKA
Jl. Raya Kaligawe KM.5 Semarang
Email : humainia@yahoo.com

35. WAWASAN
Jl. Pandanaran II / 10 Semarang 50241
Email : redaksi@wawasan.co.id

36. BERNAS (Mimbar Bebas)
Jl. IKIP PGRI Sono SewuYogyakarta 55162
Email : bernasjogja@yahoo.com

37. KEDAULATAN RAKYAT
Jl. P. Mangkubumi 40-42 Yogyakarta
Email : redaksi@kr.co.id

38. JAWA POS
Gedung Graha PenaJl. Ahmad Yani 88 Surabaya 60234

39. PONTIANAK POS
Email : mailto:redaksi@pontianakpost.com

41. PIKIRAN RAKYAT.
Email : redaksi@pikiran-rakyat.com

42. KALTIM POST
Email : redaksi@kaltimpost.net

43. BALI POST
Email : balipost@indo.net.id

46. SOLO POS
Griya Solo PosJl. Adi Sucipto 190 Solo
Email : redaksi@solopos.net

47. SURYA
Jl. Margorejo Indah D-108 Surabaya
Email : surya1@padinet.com

48. SRIWIJAYA POST
Jl. Jend Basuki Rahmat 1608 BCD Palembang 30129
Email : sripo@mdp.net.id

49. RIAU POS
Jl. Raya Pekanbaru Bangkinang KM 1,5
Email : redaksi@riaupos.co.id

50. BANJARMASIN POST
Gedung Palimasan Jl. Mt. Haryono 143/54Banjarmasin, Kalsel
Email : bpost@indomedia.com

51. MANADO POST
Email : mdopost@mdo.mega.net.id

Ilusi Demokrasi, Kritik dan Otokritik Islam


Judul buku : Ilusi Demokrasi
Penulis : Zaim Saidi
Penerbit : Republika
Tebal : 326 halaman

Buku “Ilusi Demokrasi” yang ditulis oleh Zaim Saidi ini adalah hasil cuti riset di Cape Town, Afrika Selatan. Penelitian itu dilakukan selama Agustus 2005 - Mei 2006. Kesempatan cuti riset itu diperoleh dari Ford Foundation untuk mendukung kegiatan PIRAC, dimana Zaim bekerja. Buku ini menjadi semakin menarik manakala Zaim juga mendapatkan kesempatan untuk “menggali” Islam Hari Ini (www.islamhariini.org) dari Shaykh Dr. Abdalqadir as Sufi dan Professor Umar Ibrahim Vadillo. Dua orang yang memiliki peran penting dalam hadirnya kembali dinar dirham hingga masuk ke nusantara.

Dinar dan Dirham dicetak kembali pertama kali di nusantara oleh fuqara shadilliya-darqawiyya dan diedarkan melalui Islamic Mint Nusantara (www.dinarfirst.com). Buku ini pun menjadi “sempurna”, berbeda, dan “bercita rasa” unik ketika Zaim bukan hanya telah menjadi seorang penulis, aktivis LSM, dan dosen. Secara bersamaan ia juga memimpin Wakala Induk Nusantara dan Baitul Maal Nusantara yang rutin membuka “pintu” untuk duduk bersama tiap Jum’at di daerah Tanah Baru, Depok.

Wakala Induk Nusantara (www.wakalanusantara.com) adalah Wakala Pusat Dinar Dirham yang berfungsi sebagai pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam. Pembicaraan mengenai dinar dirham menjadi penting dalam upaya restorasi syariah yang berfokus pada penegakan rukun zakat dan menjadi tema umum dalam buku ini.

Selain buku ini, Zaim juga menulis beberapa buku diantaranya ;
1. Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Gramedia, 1995)
2. Konglomerat Samson Delilah: Menyingkap Kejahatan Perusahaan (Mizan, 1996)
3. Soeharto Menjaring Matahari (Mizan, 1997)
4. Balada Kodok Rebus (Mizan, 1999)
5. Jangan Telan Bulat-Bulat: Panduan Konsumen Menghadapi Iklan (PIRAC, 2002)
6. Tidak Islamnya Bank Islam (Pustaka Adina, 2003)
7. Lawan Dolar dengan Dinar (Pustaka Adina, 2003)
8. Mengasah Hati (Pustaka Adina, 2004)

Ilusi, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan PN Balai Pustaka, Jakarta 1976 berarti :
1. Sesuatu yang memperdaya pikiran dengan memberikan kesan yang palsu (seperti halnya para pelancong di padang pasir yang melihat sebuah danau yang sebetulnya tidak ada).
2. Suatu gagasan yang keliru, suatu kepercayaan yang tidak berdasar, keadaan pikiran yang memperdaya orang.

Sedangkan demokrasi adalah politik pemerintahan rakyat, bentuk pemerintahan negara yang segenap rakyat serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilusi demokrasi adalah suatu gagasan yang keliru dalam politik pemerintahan/ rakyat. Demokrasi adalah mesin politik kekuatan uang demi penegakan negara budak (slave state). Ia dijalankan atas dasar kekuasaan pada manusia bersama ketetapan-ketetapan yang dibuat (konstitusi), dan menjadikan kekuasaan hanya berada di tangan segelintir orang (parlemen).

Kemudian ada nomokrasi. Dalam nomokrasi, hukumlah (rule of law) yang berkuasa bersama dua pilar yang menopangnya ; eksekutif dan yudikatif. Inilah yang disebut dengan tatanan politik Islam. Dalam tatanan politik Islam, hukum menjadi abadi karena bukan buatan manusia (baca : syariah). Pengendali eksekutif yang disebut fuqaha semata-mata menafsirkan syariah berdasarkan ketentuan fikih.

Sistem demokrasi menjadikan negara bangsa tidak relevan dan pemerintahan nasional kehilangan otoritas memerintah. Kebijakan pemerintah demokrasi tak lebih dari menjalankan keputusan dan kepentingan kekuatan oligarki bankir internasional (kelas kapitalisme). Kapitalisme adalah sistem yang dibangun di atas fondasi riba dan menjadikan riba sebagai doktrin yang absolut. Dalam perspektif ini, sosialisme pun menjadi kapitalisme negara (state capitalism). Dalam negara modern, kapitalisme ditetapkan dalam konstitusi bersama elemen yang ada di dalamnya ; bank sentral, uang kertas, dan pajak.

Buku ini membicarakan dua sisi dari koin yang sama. Pertama, kritik Islam atas sistem kehidupan modern, yaitu kapitalisme dan mesin kekuasaan yang mendukungnya ; negara fiskal bersama demokrasinya. Kedua, upaya umat Islam dengan studi kasus umat Islam di Cape Town, Afrika Selatan untuk merestorasi cara hidup Islami sebagai jalan keluar atas persoalan yang ditimbulkan oleh modernitas. Islam ditawarkan sebagai solusi dengan menghidupkan kembali muamalat, restorasi zakat, pasar terbuka, wakaf, kontrak-kontrak bisnis syirkat dan qirad, gilda, pemakaian dinar emas dan dirham perak, serta karavan dagang. Inilah pendekatan yang melampaui dialektika palsu dua wajah Islam yang kini tampil di hadapan publik ; Islam radikal dan Islam liberal (keduanya produk kembar kapitalisme).

Modernisasi Islam yang bermuara pada cita-cita penegakan negara dan ekonomi Islam justru telah memastikan terjerumusnya Islam ke dalam kapitalisme. Pengharaman riba dan pajak dalam Islam di satu sisi serta penghalalan muamalat di sisi lain, memastikan keterpisahannya dari kapitalisme. Akhirnya terbit juga, buku yang sudah lama ditunggu-tunggu dan wajib dibaca oleh siapa saja. Masih terdapat kesalahan pencetakan seperti pada halaman xiii, (14278 H, seharusnya 1428 H), kesalahan penulisan seperti pada halaman 218 (madhhab hanbali seharusnya madhab Hambali). Semoga dapat menjadi masukan untuk pencetakan selanjutnya.

Saya punya stok empat buku ini. Dua buku sudah terjual, satu sudah dipesan, sisa satu lagi. Harganya Rp. 35.000 atau satu dirham. Siapa yang mau?

Senin, 08 Juni 2009

Uang Mainan dan Uang Sejati

May 21, '08 12:20 AM
for everyone

Anakku yang paling besar, 5 tahun. Dia dan adiknya suka sekali jajan di warung.
"Mi, minta uang mau beli permen, beli balon, beli ini, beli itu ... "
Ada saja yang dimintanya. Aku suka memberinya uang recehan. Suatu hari, dia bawa-bawa uang kertas (mainan). gak lama dia datang mendekatiku.
"Mi, minta uang dong. Mau beli permen."
Kujawab, "Lha Bang, kamu kan dah punya uang ini (kutunjuk uang mainannya)."
"Yah, mi ... ini kan uang boongan," jawabnya tertawa.
"Coba aja tanya ke warung. Mau gak nerima uang mainan abang."
Ia dan anakku yang perempuan, berusia 3 tahun, pergi ke warung.
Gak lama dia pulang lagi sambil ketawa geli.
"Mi, uang mainannya gak diterima ama tukang warung. Ummi harus kasi uang seribuan," katanya.
Lalu kuambil uang seribu kertas (uang terbitan pemerintah melalui PERURI).
"Coba Abang lihat. Uang seribu ini sama gak dengan uang mainannya Abang."
Dia tersenyum, mengangguk.
"Sama apanya?" tanyaku.
"Sama-sama dari kertas, Mi."
"Nah, kalo gitu, sama dong, sama-sama uang mainan."
Dia tertawa. "Iya, Mi .."
"Jadi ini namanya uang aneh, Mi. Uang bodoh"

Aku mulai jelaskan padanya. Uang kertas (mainan atau seribuan dan pecahan kertas lain) itu pada dasarnya sama. Sama-sama mainan. Uang yang "diciptakan" manusia. Uang sesungguhnya adalah uang emas dan perak. Dinar dan dirham. Itulah "uang" dari Allah. Uang dari "Surga".

Uang receh yang sering kukasi buat jajan itu, dalam Islam disebut fulus.
Dia mengangguk. Dia pun pernah kukasi liat dinar dan dirham. "Minta uang dirhamnya, Mi."

Dua hari berselang, dia datang lagi. Baru main dengan teman-temannya.
"Mi, minta uang koin, dong."
"Buat apa, Bang?"
"Mau cetak uang koin dari kertas, Mi."
Aku tertawa. Kuberikan dua keping koin seratusan.
Gak lama dia pulang.
"Ini uang koin dari kertas, Mi."

Rasyad, anakku paling besar.
Semoga kau senantiasa menjadikan ALLAH satu-satunya pelindung.
Raja, Sang pemilik kekuasaan.