site meter

Jumat, 04 September 2009

"Membaca" Goethe dan Heidegger, Melihat Habibie Dan Zaim Saidi

Jum'at, 3 September 2009, diskusi tentang Goethe dan Heidegger di Gedung Habibie Center, Kemang Selatan Jakarta. Diskusi publik ini diisi oleh Nurman Kholis, Staf Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Depag dan Zaim Saidi, penyunting buku Heidegger for Muslim. Saya ikut datang ke acara itu sebab diundang lewat Facebook oleh Jawara (Jaringan Wirausahawan Dinar Dirham Nusantara). Sebagai seorang yang pernah "belajar" di Fakultas Ilmu Komunikasi, pernah membaca buku, dan mengalami "kegilaan" menulis, acara itu tentu menjadi masukan berarti buat mengisi "blog" pribadi yang sedang Anda baca ini:). Acara dua jam itu juga menyisakan "oleh-oleh" buat Anda, tentu dari saya.

Ada apa dengan Goethe dan Heidegger dan apa hubungannya dengan Habibie
serta Zaim Saidi?

Mari kita urai satu persatu-satu.

Johann Wolfgang von Goethe (28 Agustus 1749–22 Maret 1832) adalah novelis, sastrawan, humanis, ilmuwan dan filsuf Jerman. Ia merupakan salah satu dari tokoh terpenting dalam dunia sastra Jerman, Neoklasisisme dan Romantisme Eropa pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Ia juga pengarang Faust dan Zur Farbenlehre (Teori Warna), serta merupakan inspirasi bagi Darwin dengan penemuan terpisahnya terhadap tulang rahang pramaksilia manusia dan fokusnya kepada evolusi. Pengaruh Goethe tersebar di sepanjang Eropa, dan selama seabad ke depan karyanya merupakan sumber inspirasi utama dalam musik, drama, dan puisi
(http://id.wikipedia.o/wiki/Johann_Wolfgang_von_Goethe).

Lalu siapa Heidegger?

Martin Heidegger adalah seorang filsuf,lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 dan meninggal 26 Mei 1976. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Pemikirannya mempengaruhi banyak filsuf lain,termasuk murid-muridnya Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri
dan Karl Löwith. Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-Luc Nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya dengan mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistentialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.

Apa yang menarik dari Goethe dan Heidegger?

Salah seorang "pembaca" Goethe adalah Ian Dallas, yang kemudian dipanggil Abdalqadir as-Sufi. Lahir di Ayr, Scotland pada 1930, seorang Shaykh of Tarbiyah (Instruction), pemimpin Darqawi-Shadhili-Qadiri Tariqa, pendiri Murabitun World Movement dan penulis buku-buku Sufism (Tasawwuf) dan teori politik. Sebelum "masuk" Islam (1967)pada Imam Masjid al-Qarawiyyin (Qarawiyyin Mosque) di Fes, Morocco,
ia adalah seorang penulis naskah drama dan aktor.


Salah satu fakta penting dan menarik tentang Goethe adalah kebenaran bahwa ia seorang muslim. Goethe hidup dalam masa transisi pemberlakuan uang kertas yang menggantikan uang emas dan uang perak. Karena itu, ia membuat 46 buku yang dilatarbelakangi sikap skeptisnya terhadap pemberlakuan uang kertas tersebut. Hal ini sebagaimana ia tuangkan dalam buku Faust II. Dalam buku tersebut dikisahkan seorang ilmuwan kimia bernama Faust yang berusaha membuat emas dari logam biasa demi meraih pengetahuan tertinggi dan memuaskan kesenangan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut ia membuat perjanjian dengan iblis, Mephistopheles. Keduanya kemudian bertemu seorang Kaisar yang kehabisan dana untuk menggaji tentara dan pelayan. Mephistopheles menawarinya jalan keluar dengan mencetak kertas bertandatangan Kaisar dan diedarkan kepada masyarakat.

Goethe telah melihat ekonomi uang modern yang didasarkan pada uang kertas merupakan kelanjutan cara-cara kimiawi dengan cara lain. Meskipun menulis dalam dekade awal abad ke-19, ia sudah meramalkan banyak pencapaian industrial pada abad berikutnya. Jauh sebelum Amerika Serikat (AS) diperhitungkan dalam pentas sejarah dunia, ia juga sudah memperkirakan bahwa AS akan membangun terusan untuk menghubungkan Samudera Atlantik dan Pasipik tersebut. Dengan demikian, Goethe sudah melihat sebelum waktunya capaian besar dunia industri yang akan didanai dengan sistem moneter uang kertas.

Pernyataan Goethe bahwa uang kertas adalah ciptaan setan memiliki korelasi dengan pemikiran Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa hikmah penciptaan Dinar dan Dirham tidak akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu dan tempat permainan setan. Dengan demikian, Islam yang dipahami oleh Imam Ghazali dan Goethe membuahkan pemahaman yang sama, yaitu Dinar dan Dirham sebagai mata uang yang diciptakan oleh Allah, sedangkan uang kertas ciptaan setan.

Pemahaman ini juga diperjelas oleh Jack Weatherford yang menyatakan bahwa Al-Quran melarang riba lebih jelas daripada Injil, karena secara spesifik Al-Quran melarang penjualan “sesuatu yang sudah ada (nyata) dengan sesuatu yang tidak ada (gaib)”. Pertukaran yang nyata dengan yang gaib ini seperti pertukaran uang kertas (yang semula sebagai kuitansi tentang sejumlah uang emas atau uang perak) dengan ayam, kambing, hutan, dan sebagainya.

Dimana Habibie dan Zaim Saidi?
Saya naik taksi menuju acara ini. Pak supir taksi bilang,
"Dimana gedung Habibie Centernya, ya?"
"Wah, harus nanya, Pak. Alamatnya Kemang Selatan."
Akhirnya ketemu juga.
"Acara diskusi, Bu?"
"Habibie masih di Jerman gitu?"
"Gedungnya aja yang nangkring disini. Acaranya orang-orang pinter."

Zaim Saidi, penyunting buku "Heidegger for Muslim" menjadi "menarik" dalam diskusi publik ini. Beliau, sang penulis "Lawan Dolar dengan Dinar" juga orang yang pernah "berkunjung" ke Cape Town, dimana Shaykh Abdalqadir as Sufi bermukim (klik: www.zaimsaidi.org)