site meter

Selasa, 11 Januari 2011

Pengumpul dan Pengrajin

Mengusir kekesalan menunggu, saya menyanyi salah satu tembang milik John Denver, Leaving on a Jet Plane. Entah kenapa lagu itu sudah menjadi favorit saya sejak lama dan selalu menempati tangga teratas pada mysonglib. Ini sedikit liriknya :
So kiss me and smile for me
Tell me that you’ll wait for me
Hold me like you’ll never let me go
Coz I’m leaving on a jet plane
Don’t know when I’ll be back again
Oh, babe … I have 2 go.
Bagaimana jika tembang itu masuk di gamelan? Mungkinkah, lagu English masuk dalam gamelan? Entahlah, yang jelas gara2 nyanyi itu, seorang bapak yang tergabung dalam kelompok gamelan yang mangkal di hotel BESAR Jakarta, mengantuk. Entah karena dengar suara saya atau senang juga dengan lagu country yang memang sudah oldiest itu. Walau tidak dilahirkan dari orang tua Jawa, saya suka dengar gamelan. Ketika kemudian, saya menemani seorang sinden menembangkan langgam Jawa, saya ikut “goyang.” Saya ikuti ketukannya, bunyinya masih enak didengar. Apa langgam yang bisa saya lantunkan? Yahhhh, saya cuma tau TOMBO ATI-nya Mas Emha. Berjalanlah saya, mencari sanggar Gamelan. Disana ada wayang… dari sanalah saya baru tau bahwa wayang dibuat oleh seorang pengrajin. Wayang yang telah diukir, dikumpulkan, dan dijual bukan lagi sekedar bunyi dan nyanyi. Seni wayang dan gamelan telah menghidupkan para pengrajin, pengumpul, dan para sinden.
“Jadi, mau nyanyi apa, Mbak?”
“Saya ingin mendengarkan dulu. Setelahnya jika ada kesempatan, saya ingin belajar melantunkan langgamnya.”
“Menyanyi, melepaskan penat. Walau tak ada uang, kita bahagia.”
Yah, hidup lebih dari sekedar uang. Mari kita bermain wayang, belajar mengetuk gamelan, menyenandungkan langgam. Monggo mampir, Mas. Dimana buku primbonnya?

The Collected Works of Ian Dallas vs Saman, Larung & Bilangan Fu

Saya belum pernah membaca tulisannya Ayu Utami. Namun saya suka Ayu menulis judul-judul untuk bukunya. Sebab bukunya belum saya baca, saya tak ingin berkomentar panjang, tidak fair toh? Pemilihan judul ; Saman, Larung, Bilangan Fu sungguh baik untuk sebuah novel, gaya seorang Ayu yang erotis (rasanya keseksian Ayu Utami tidak hanya terlihat dalam buku-buku yang ditulisnya saja namun juga pada bahasa tubuh Ayu yang tidak dapat disandingkan dengan Dewi Lestari atau pun Djenar Maesa Ayu). Tiga buku Ayu dirangkai Gramedia menjadi satu bungkus dengan sangat rapi, seeksklusif kemasan untuk manuscript-nya SAQ yang terbungkus dalam The Collected Works of Ian Dallas.

Mengapa saya senang dengan judul-judul buku Ayu? Ringkas, simple, dan kaya makna. Itu baik untuk sebuah ide yang ingin ditransformasikan Ayu pada para pembacanya. Saya tidak jelas dan tidak pasti bagaimana Ayu dapat menemukan kekuatan ini? Adakah baca2an dari Mas GM dan diskusi2 Utan Kayu membuatnya terbiasa memilih diksi yang bernas? Keyakinan saya hanya satu, tanpa buku dan dialog, Ayu Utami tak akan mampu melahirkan buku-buku terbaik yang membuatnya bisa sekelas NH Dini. Saya bukan penulis novel dan Mas GM-pun hanyalah seorang tukang tulis di Catatan Pinggir. Membaca karya Ayu Utami hanyalah sekedar membuat catatan-catatan baru buat saya : hanya untuk sekedar melahirkan satu diksi semacam Saman atau Larung, berapa lama Ayu harus mentranformasikan dirinya? Tentu bukan untuk menjadi Batman tetapi bagi sebuah buku yang mau dan harus dibaca banyak orang. Saman adalah kekayaan budaya Aceh yang tampak pada gerakan-gerakan tangan dan kaki dalam sebuah tari. Kekayaan yang nyaris hilang menjadi sebuah karya pertama bagi seorang Ayu Utami. Bagaimana dengan Larung? Ada apa dalam Bilangan Fu?

I am ME

Pernahkah anda merasa dipermalukan, ditelanjangi hingga disudutkan atas kebodohan yang memang anda lakukan sendiri? Apa yang anda lakukan? Jika saya berada dalam kondisi anda pada situasi yang tidak menguntungkan tersebut, saya berteriak dan menangis. Apa sebab? Saat itu ranah emosional saya diusik dan sisi kognitif saya pun dikebiri sebagai manusia. Bukankah manusia bisa diajak bicara baik-baik? Jika saya sebagai manusia tidak mampu menyaingi lawan bicara, disanalah batas saya. Teriak menjadi pembelaan walau saya bukan seorang lawyer. Menangis adalah pelarian dari kegalauan, adakah saya teramat bodoh menjadi manusia? Adakah saya manusia berotak hewan? Tentu tidak enak. Kemanakah saya larikan kegalauan. Saya mencari kertas, itulah teman sejati saya saat ini. Sebab bersamanyalah saya bisa kembali melanjutkan rasa-rasa yang tidak enak dan harus keluar melalui lisan dan lubang dubur saya sebagai manusia. Mengapa saya? Apa yang terjadi pada saya? STRESS. Ketegangan menyelimuti saya. Meluruskan badan sambil melafalkan asma Allah adalah langkah pertama. Saya tertidur, itulah kenikmatan luar biasa. Jika Rasul menyarankan wudhu ketika amarah tak mampu dikendalikan maka tidur adalah kekuatan yang mampu melepaskan segala keletihan. Si bayi saya yang mulai beranjak balita sudah lancar membaca doa sebelum ia tidur di malam hari, di sisi saya. Hanya dengan menyebut nama-Mu, kami dapat tidur dan terjaga. Hanya dengan mengembalikan segala lelah, kau dapat memberikan kuasa. Engkaulah sang pemilik Maha, ya ALLAH, ya Maulana.

TAKUT

Pengamen memerlukan gitar sebagai alat untuk mengumpulkan logam. Saya mencari pulpen dan kertas untuk sesekali menyenandungkan tembang. Apa yang saya punya? MATA. Tanpa itu, saya tidak bisa apa-apa. 2 Mata yang lelah, saya istirahatkan untuk selanjutnya kembali dan meneruskan bacaan. Tidak usah jauh-jauh dulu pada quantum reading. Satu kata yang masih bisa terbaca oleh mata, itu sudah karunia luar biasa. Sebab selanjutnya impuls2 syaraf akan bergerak menuju titik-titik kesadaran hingga menyampaikan pesannya ke otak. Apa yang terbaca? CINTA?! Dari manakah awalnya? Lagi-lagi mata. Mata itu indah. Keindahannya menjadi cinta. Kekuatan dan ketajamannya menjadi sebuah kekuatan jiwa. Ketakutan saya terhadap mata adalah ketika saya melihat cermin lalu teringat seseorang yang memuji, “Anda masih cantik dan muda.” Saya takut dengan dua mata itu sebab saya teramat menyadari keindahan mata saya tak berarti apa-apa jika laku, adab dan akhlak tak bisa dijaga. “Ya, Allah, pemberi rupa. Baguskanlah akhlakku sebagaimana jua kau sempurnakan wajah dan mata. Saya memang terlalu memelihara rasa takut. Takut gelap dan sendirian. 2 situasi yang sering mengganggu free willy saya. Bukankah saya masih muda dan cantik, lalu apa lagi yang saya takutkan? Saya takut gelap sebab dalam pikiran saya, dalam kegelapan saya lebih gampang untuk disakiti orang. Saya memang penakut tapi bukan takut sakit.

Publizist and HABBATUSSAUDA

Adakah korelasi 2 benda di atas? Mengapa publizist dan ada apa dengan HS? Jurnalis adalah sebuah profesi dan HS adalah nama pohon yang ternyata berkhasiat sebagai obat. Selain madu, Rasulullah SAW juga menyarankan obat ini dikonsumsi terlebih setelah kita dibekam/ hijamah (bukan dibekap, itu kriminalitas). Jurnalis sering sakit dan lelah sebab pekerjaan itu memang berat. Dalam tata negara, jurnalis memang bukan pilar yang membangun sebuah state (e-state, u like?) namun jurnalis adalah watchdog yang kuat. Jadi jika mereka diserang penyakit atau terusik kenyamanannya, disarankan untuk menggunakan HS sebagai tameng. Hubungan ini semakin intim ketika seorang publizist asal Muenchen, Herman Ehrmann dengan serius meneliti soal HS ini lalu memfokuskan dirinya sebagai seorang jurnalis yang banyak menulis hal-hal yang berkaitan dengan dunia kesehatan. Beliau pun pernah berkunjung ke Indonesia (> tahun 2000) dalam momen seminar kesehatan dan launching beberapa produk herbal. Hasilnya? HS adalah immun joker (INI BUKAN KARTU as atau BATU DOMINO). HS, obat yang tiada duanya!

POLAR BEAR walking with Dandy

POLAR still alive, there is Dandy, breathe fresh air.
Saya ketemu Dandy Laksono di Mizan? No way coz Dandy in a book : how to u can be a journalist and can write an investigative report! It’s good coz it’s written by someone, well-known as an press activist.
Saya mengenal sosok Dandy Laksono semasa ia menjadi mahasiswa di kampus FISIP Jatinangor. Ketika teman2 turun ke jalan, Dandy bermain di ruang—ruang redaksi dalam diskusi2 yang membahas, mendingan kita nyari2 masalah apaan yak? Gak pernah sih diskusi ama Dandy, cuma bilang begini, ngasi pesan : Dandy, be carefull when u talk about politics and have a business with Aceh people .. ur name is Laksono. No problem if u can change it with Laksana. It’s so difficult and complicated. Ibarat benang main2 ama kucing. Benangnya kusut, kucingnya lari. Malah bikin bĂȘte nih, kucingnya ninggalin bulu lagi. Bulu kucinglah, masa bulukan?!
Dandy, still exist when he comeback to read-write world. Saya tau Dandy ketika ia di POLAR, sebuah pers kampus FISIP Unpad masa lampau. Selanjutnya Dandy menekuni dunia kewartawanan, pun ia bukan seorang mahasiswa Jurnalistik. Sempurnalah Dandy ketika ia menulis sebuah GUIDANCE for INVESTIGATIVE WORKS. A journalist need it. Ada beberapa kasus yang tidak dapat dijawab ketika dibedah dengan hanya sebuah FEATURE atau sekedar SINOPSIS. Kasus yang lebih dalam pun tidak cukup dengan on A DEPTH with deep sensor .. we must investigate it by INVESTIGATING REPORTS. Hasilnya …?

Munir dan Kematian : Deciding a News

Kapankah Munir meninggal? Saya tidak tahu sebab I’m not a God. Hanya yang jelas, kapan dimana atau singkat saja 5W + 1H kematian Munir sudah dibuat sangat rapi di Lauhul Mahfudz (baca : singgasananya pemilik Arsy). Hati-hati, bukan Mahfud MD. Allah, Rabb yang Agung… ya Maulana.
Siapa saya? I’m not Munir’s friend. I just a freelance correspondent for Tabloid Kontras, since upon time. Tabloid zaman dulu berkantor bareng dengan SI yang masa Desember 2004 ditelan gelombang besar. Setahun setelah tsunami, Tuhan yang maha agung itu mempersilahkan saya kembali menginjakkan kaki di Nanggroe Aceh Darussalam. Kurang dari setahun. Saya tidak bertemu Munir disana. Saya hanya melihat bahwa kantor SI dimasa tabloid Kontras Aceh yang ada di dalamnya, sudah tidak ada lagi. Kemanakah orang-orangnya? Bahkan seorang wartawan senior SI/ Kontras yang sempat saya singgahi ketika beliau dinas beberapa tahun sebelumnya ke Jakarta, juga tak tampak.
Munir, seorang aktivis LSM yang ia bangun sendiri dengan nama KONTRAS. Tentu berbeda dengan tabloid KONTRAS. Munir pun tidak membuat saluran TELKOM dengan tabloid Kontras. Sebab? Kontrasnya Munir adalah LSM sedangkan Kontras Tabloid, ya temannya Jacob Oetama (baca: Kompas). Kenapa mereka berteman? Sebab Mr. JO adalah rajanya media massa. Lihat saja Kompas, cari Palmerah, Gramedia. Tanyain ke satpamnya, pada kenal Pak Jacob gak? Kalo enggak, kebangetan soalnya Pak Jacob kan … Bagaimana hubungan Pak Jacob dengan Bang JO? Tidak tau, cuma silahkan kontak Pak JO, tanyain doi bisa nyanyi lagu ini gak ya?
Abang Jacob2x Bangunlah2x
Lonceng tlah berbunyi2x
Nang neng nong2x
Mengapa saya ingin kembali membahas ini? Entahlah, mungkin karena yang terdengar adalah keseriusan dan fakta, jadi saya cukup serius ingin kembali membahasnya dalam kisah ini. Mengapa Munir dibunuh? Munir sangat kritis dan berani, itu sudah pasti. Selanjutnya? Munir sangat serius untuk membuat blueprint terhadap apa yang kita sebut data dan fakta. Munir bukan jurnalis, dia tidak bekerja untuk media massa. Munir bekerja untuk masyarakat dan kemanusiaan. Kehebatan Munir selanjutnya adalah dia benar-benar bekerja sebagai seorang manusia. Sebagai manusia yang punya otak manusia, bukan udang. Udang cuma punya kumis, lobster sungutnya panjangggggg bgttttt.
Sebagai manusia, dia sangat sadar Tuhan memberinya akal dan pikiran. Kebobrokan dan kebusukan dunia masa itu dilihat Munir sebagai sebuah kebohongan (baca : realitas fiktif). Saya menangis untuk kematian Munir? Tidak. Sebab saya bukan istri dan mantan pacarnya Munir. Saya hanya orang yang sedikit tahu siapakah dan apakah yang telah dilakukan Munir selama hidupnya. Selanjutnya saya hanya melihat …. Apa?
Aceh. Itu sebuah tanah yang digarap Munir. Banyak orang hilang dan mati tanpa sebab. Bukan hanya orang pintar, orang yang dianggap bodoh pun mati sia-sia disana. Saya? Masih saja hidup, entah sampai kapan. Lalu …. Munir dibekap. Mengerikan. Sebab? Tidak ada seorang pun yang berhak untuk menghabisi nyawa lainnya tanpa idzin-Nya. Lebih tragisnya, Munir dihabisi dalam pesawat milik negara, dimana ia hidup mencari makan dan berjuang dengan segenap pikir dan rasanya sebagai manusia. Saya menangis untuk menuliskan ini dan saya harus kembali mendengarkan Tombo Ati-nya Mas Emha bersama Kyai Kanjengnya sebab saya tidak punya kekuatan tanpa kembali belajar mendengarkan. Mas Emha melantunkan ini dalam sajaknya :
Kematian bukanlah tragedi
Kecuali bila kita curi dari Tuhan hak untuk menentukannya
Kematian bukan untuk ditangisi
Tetapi apa yang menyebabkan kematian
Itulah yang harus diteliti
nyawa badan, nyawa rohani, nyawa kesadaran
nyawa pikiran, nyawa hak untuk tentram
nyawa kewajiban untuk berbagi kesejahteraan
nyawa amanat untuk merawat keadilan
nyawa3x itu dihembuskan oleh Tuhan
Dielus2 bahkan disayang-sayang
Bahkan nyawa seekor cacing dan coro
… Tuhan Maha Sayang
Tapi kita iseng terhadap sesama
Kita sering tidak serius terhadap nilai-nilai
Bahkan terhadap Tuhan pun, kita bersikap setengah hati
Masyaallah, apa yang nancap di ubun2 kesadaran kita ini?

BackSpace … Capslock … enter and SHUTDOWN

Back 2 campuss is re-thinking about many things, was finished at several times ago. Ada yang berubah? Pasti! Itulah pilihan terbaik selain mati. Maksudnya today is better from yesterday and tomorrow, let it happen normally. Aku datang sehari sebelumnya. Terlalu semangat? I don’t know it, exactly. Lupa hari dan tanggal. Jam di laptop belum dire-set. WIB dan WIT jadi gak sinkron. Denger MALAYSIA ingetnya Upin DAN Ipin gw. AfreeN, simpen dimana sih CD-nya? Ummi pengen nonton bareng kakak, kok. Beneran! Tapi emang lagi sibuk berat karena naskah yang dibaca gak main2.

Bu, maapin gw inget2 lg. Masih liat wajahmu dari dekat, di rumah sana. Masa dimana gw minta lo ikutan jadi narsum di reuni akbar sabuga. Gw gak enak ati harus nyetting elo, Bu. Sama gak enak ati dan bingungnya gw masa itu karena harus ikut ngurusin acara segede2 gajah itu. Bu, gw cuma liat elo, orang yang paling dekat dan paling pantes duduk bareng para bos di perusahaan IT etc. Lo kan orang yang ngerti jurnalistik dan gimana cuap2 yang enak di depan orang banyak. Bukan juga karena inget lo yang ngasi gw duit supaya tetap ngurusin majalah kampus yang ngantor sebelahan ama ruanganmu yang penuh buku itu, bu. Gw males back to remember it karena gw pengen nangis. Bu, kenapa gw harus diingetin ama elo lagi? Ke Jakarta, gw ketemu orang yang lagi inget2in gua ama elo, buku, ngajar. Semuanya. Gw bukan elu, bu dan gw gak pengen jadi orang kayak elu. Sakit, gak berdaya. Bu, lo bisa tahan sakit bahkan lo pake selendang yang gw kirain selama ini haram buat lo sangkutin di kepala sono, bu. Lo sakit apa, bu? Knp lo gak cerita ttg sakit itu? Mungkin kita bisa usahakan bu. Cari obat yang bisa menyembuhkan sebab obat ya buat bikin sehat. Bu, mungkin lo dah di surga, entahlah. Dunia kita tidak lagi sama. Tapi gw tetap aja ingat elo, bu. Lo dah hidup di dunia yang gak sama lagi dengan gw. Bobok yang enak ya, bu.

E-gold & e-State

Ah, hanya sekedar keisengan dan keusilan dalam pikir ketika kaki hendak menuju rumah. Dari kantor Mizan, tentu untuk menjenguk Pak Guru menulis yang setelah sekian lama tak jumpa. Padasuka estate. Ini spanduk menggantung, maksudnya apa? Padasuka estate, everyone like e-state or??
Kalo spanduk menggantung, terang atuh lagi nawarin rumah di Padasuka. Apaan cih??? Trus napa e-state? E-gold? E-gold will expire in a state but it can be used on e-state, only. How can? First, please open yours, account!! How many digit u must fulfill at blank form. Come on guys! Hurry up.
E-gold adalah sebuah alat pembayaran untuk sebuah kerja yang sudah tuntas diselesaikan. e-Gold dibayar dan sah untuk e-state.

Frankfurt

Apa yang saya ingat dari Frankfurt? International Book Fair digelar disana. Mas Hernowo dan Mas Putut Widjanarko adalah orang yang sempat disana untuk sebuah undangan. Bukan sekedar memboyong buku-buku Mizan untuk dipajang dalam perhelatan bergengsi dan akbar itu, namun mereka membawa wajah Indonesia untuk sebuah pameran buku berskala dunia. Jika saya tidak salah, Mas Hernowo pernah bercerita bagaimana perjalanannya ke Frankfurt pada zaman batu itu di sebuah acara diskusi World Book.

British Council juga ada disana. Kalo salah ya, nasib saya. Mengapa harus Frankfurt? (Tentu karena saya tidak bicara tentang Postdam, sebuah kota “kecil” di Jerman yang dikenal dengan Islamischezeitungnya). Adakah Mas Her dan Mas Putut mampir sejenak ke Prancis? Entahlah?! Mas Her dan Mas Putut did travelling long time ago. Seorang wartawan di kantor berita ANTARA, Tony Ryanto juga menuliskan kisah perjalanannya keliling dunia termasuk ke Frankfurt dalam sesi : When in Rome, Do Like the Romans Do. What happen in Rome?

Tony Ryanto berjalan dari Frankfurt-Singapore, tentu fly by plane (Aduh, jadi ingat John Denver, Leaving on a Jet Plane). Kisah perjalanan itulah yang ia ceritakan dalam buku Perjalanan Wartawan Boke’ Keliling Dunia (2003, A Nexxmedia Book).

TRIAS POLITICA : wikileaks VS indoleaks

Beberapa hari sebelum idul Qurban, Allah memudahkan kaki saya untuk melangkah ke sebuah masjid, Darussalam namanya. Masjid yang tidak terlalu besar, berada di sebuah kawasan pemukiman besar pinggiran Jakarta, sudah masuk Bogor. Saya hendak shalat. Bismillah. Tak sengaja terdengar suara seorang dewasa, perempuan, berteriak, “Masukkan aku ke Kristen, Ayah.” Subhanallah, berdesir darah saya. Hanya ingin meyakinkan bahwa sungguh itu bukan suara buah hati saya yang masih kecil2. Saat itu, beberapa pria duduk dan berdiri di pelataran masjid. Mungkin para panitia Qurban (berjenggot soalnya).

What happen? Ada apa dengan jenggot, Qurban, dan Kristen?
Jenggot itu katanya sunnah rasul tapi saya tidak tau apakah rasul itu senang menggunakannya atau tidak. Qurban itu kisah tentang Ibrahim dan Ismail, seorang ayah dan anak lelakinya. Kristen? Is it a religion? Ups, sorry friend. I think, it’s not a religion. Dalam pikiran saya Kristen hanya sebuah keyakinan, berhenti sampai disana. Agama adalah norma, disana ada kitab suci. Kesucian datang dari langit (samawi). Dalam konteks itulah, agama yang dikenal dan dipahami hanyalah 3 ; Islam, Nasrani, dan Yahudi. Ini dogma? No way. Itu tidak bisa diingkari dan diotak-atik. Pengotak-atikan ketiganya akan mengantarkan kita pada keruwetan, kejumudan, dan absurditas. Dalam sebuah buku usang, “Why Religion” yang ditulis seorang Pakistan, Prof. Dr. Syed Zafar ul Hasan dipaparkan : tentang apa yang sebaiknya atau seharusnya kita lakukan dan sebaiknya atau seharusnya menjadi apakah kita?
Kehidupan berarti aksi. Aksi adalah bergerak. Tidak ada kehidupan yang statis sebabnya kehidupan adalah gerak dan bergerak, maka itu ia harus dinamis. Roda, itukah kedinamisan? 2 pertanyaan di atas tidak dapat kita elakkan. Hari ini ataukah besok harus muncul dalam hati seorang manusia. Hanya ada 2 tuntutan yang bisa menjawab pertanyaan itu : satu adalah alasan, lainnya wahyu. Satu adalah filsafat, lainnya agama. Selanjutnya .. let’s find Professor Dr. Syed Zafar ul Hasan di Karachi by a memo : with the approval of World Federation of Islamic Mission. Hope ALLAH bless him as long as his LIFE.

Saiful dan Yusuf Islam

Saya tidak sedang bercerita tentang dunianya KD. Saya ingin bercerita tentang Islam dengan melihat 2 sosok yang saya kenal dekat dan jauh. Sosok terdekat adalah Saiful Islam Mubarak. Seorang pria yang sempat saya datangi untuk belajar membaca Al Qur’an dengan metode tahsin. Bersama teman-teman masa SMA, kami mendatangi rumah ustad Saiful saat itu. Ternyata bapak itu sudah menikah dan telah dikaruniai anak. Beliau juga lulusan Timur Tengah (belakangan saya baru menyadari bahwa ustad Saiful bergelar Lc). Nama indah, seindah alunan Al Qur’an yang dibacakan ustad SIM, Lc dan “kerasnya” ia mengajarkan tahsin. Berulang-ulang hanya untuk satu ayat. Bagaimana dengan Yusuf Islam? Saya ramah dengan nama itu ketika saya kembali in touch with internet. Mencari Yusuf Islam mengantarkan saya pada nama Cat Steven dan Islamic Education Waqf yang dijalankannya bersama komunitas muslim UK. Di internet, Cat Steven/ Yusuf Islam menjadi lebih popular dari seorang Ian Dallas walau mereka sangat karib. Adakah karena YI seorang singer dan ID hanyalah penulis buku-buku berkualitas miliknya sendiri ? (read again : Collected Works of Ian Dallas).

HoneyMonth

Kenapa sih gak datang? Gw kan nungguin… ketemu Mang Odin yang zaman kuliah doi jualan teh botol kan ya? Mang Odin mau naek haji taon ini. 1431 H, kayaknya… soalnya pas ketemu bulan Zulhijjah. Jadi gak mungkin kan ya haji bulan Muharram. Emang haji apaan bulan Muharram? Dari dulu gua taunya haji tuh bulan Zulhijjah, namanya Arafah atau ADHA Mubarak dongs! Abis itu ya happy new year. Gua gak enak ama Mang Odin, soalnya gua ngaku2 jadi pengusaha, Han. Maksud gua sih elu, soalnya Mang Odin nanya2 sih, jadi aja gua ngarang. Sayangnya abis makan empek2, si Cak2 kagak nraktir teh botol, dia malah beli tahu sumedang. Taulah gua udah eneg banget makan telur asin gara2 yang jualnya teh Neni. Ya iyalah teteh Neni yang suka diteriakin ama Buhe kalo dah aja telat2 masuk dan nyuruh beres2in perpustakaannya Bu Ea. Tapi, napa teh Neni kagak bareng Pak Usep sih? Sebenarnya gini, Han. Gw pengen nanya2 soal bisnis dan lahan lo yang nilainya over one limosine itu. Trus gua jg pengen tau, sebenarnya posisi lo dimana? Terakhir kan gua ketemu lo, gua kagak inget lagi. Gua kirain kita akan ketemu di Mall Taman Anggrek … eh gw malah nyangkut di Pondokan. Ya, enak gak eneg sihhhhh … Whatever, gua cuma bilang, thank you for your kindness ya …!

Membangun IDENTITAS

Seseorang di dunia lain bertanya pada saya melalu Fb. Are u Malaysian or Singaporian? Dengan bangga saya menjawab, I’m Indonesian. Mengapa? Sebab dia bertanya, jadi aja kewajiban saya menjawab. Kebetulan dia bertanya pada saya, bukan lainnya. Lalu saya kembali membalasnya, what is happenning? Is problem with an identity? Dia senang, saya membalas. Sebuah dialog adalah komunikasi, itu fitrah. Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Jika terjadi gangguan atau keributan dalam berkomunikasi, itu biasa. Sebab yang terpenting adalah jangan lupa untuk selalu berkomunikasi. Apakah komunikasi hanya milik mahasiswa komunikasi? Tidak!!! Komunikasi adalah milik makhluk hidup, apalagi manusia.

Kembali pada soal identitas. Sebuah tulisan menarik ditulis oleh seorang editor Majalah Teknopreneur, Andy M. Zaky. Dalam edisi spesial Juni 2010, ia menulis : IDENTITAS ada di KONTEN. Seorang bertanya kewarganegaraan/ kebangsaan saya dan saya menjawab bahwa saya adalah Indonesia, itulah IDENTITAS. Lebih lengkap? KTP, itulah bukti identitas kewarganegaraan. Menyambung pikiran TP, Indonesia dapat dilihat jika memang ada kontennya. Konten apaan? Konten itu ISI. Indonesia dapat dilihat bentuknya jika ada isinya alias tidak kosong. No ZERO for identity. Trus, gimana dong … ! Gini sayang, sekarang lagi ngapain? Lagi pegang apa? Baca! Buku? Iya! OK. Buku ada isinya? ADA. tulisan. Buku apa? Buku TULIS. Tah itu tuh masalah, buku tulis itu harus ditulis bukan dibaca, yang dibaca ya NOVEL. Abis baca NOVEL, tulislah resume-nya di buku tulis. Kok? Sebab kita sedang berlatih untuk mengisi Identitas kita, mengisi kepala kita agar tidak kosong. Sebab jika kosong, kita tidak lagi bisa punya identitas. Kosongkan pikiran, marilah berlatih membangun identitas.

footnote : bloggerian signs on the earth
pemilik www.politikana.com

Love in Love

Rasa itu menyesakkan, dada bergejolak, pikiran berkecamuk
Detik pada jam dinding seakan berhenti detaknya
Itukah cinta yang digambarkan dengan bongkahan hati
Mata mencari sang pemilik, pengatur lintasan dan orbit
Adakah posisi masih pada porosnya?
TASARO dalam GK mengajak kita melihat cinta dari sisi yang tidak biasa
Menarik pembaca untuk menempatkan cinta pada tempatnya
Cinta tidak buta dan bukan sekedar menjadi pembungkus kacang
Kesuciannya datang dari langit, menyatukannya dalam kesepasangan
Tentu tak enak hanya menggunakan satu sepatu sebab “biasanya” kaki manusia ada dua bukan?

Indonesia : an Unlikely Nations ?

Suatu saat, saya membantu suatu proyek dan menjadi bagian dari tim. Seseorang menegur saya, bisakah saya menerjemahkan buku-buku yang ditulis oleh seorang guru dari sebuah gerakan dakwah. Sang guru sudah teramat tua, ia banyak menulis sekarang, pada usia senjanya selain masih terus mengajar. Urusan gerakan dakwah sudah lebih banyak diurus para murid-muridnya. Saya tidak menjawab sebab saya juga sedang belajar kembali menulis naskah-naskah seperti sang guru. Untuk satu naskah saja, saya letih luar biasa. Tak mudah memang menuliskan sesuatu apatah lagi mentransformasikan sebuah ilmu pengetahuan. Beberapa tulisan sang guru diterbitkan menjadi buku-buku yang memiliki karakter dan citarasa sendiri. Coba saja lihat :
Book of Strangers (pernah diterbitkan Penerbit Pustaka Bandung dengan judul Yang Asing dan Terasing)
Book of Hubb
Book of Tawhid
Book of ‘Amal
Time of Bedouin
dan lain sebagainya

Saya menyerah sebab naskah itu ditulis dengan citarasa Sang Guru yang tak mampu saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mengapa? Dalam pikiran dan pandangan saya bahasa Indonesia itu teramat sempit sehingga transliterasi buku2 Sang Guru agak mengkhawatirkan bagi saya. Saya khawatir ada makna yang tak mampu ditangkap oleh bahasa Indonesia. Penerjemahan akankah menyempitkan makna yang ingin disampaikan Sang Guru?
Di dunia maya, saya berkenalan dengan seorang anak muda, mengaku keturunan Pakistan. Ia ingin sekali ke Indonesia karena menurut teman-temannya di Indonesia banyak pemandangan indah. Dia bertanya pada saya, sungguhkah demikian?
Saya jawab begini, “Benar, Indonesia indah seperti Bali setelah bom Bali dan Aceh abis tsunami.”
Dia tambah antusias terlebih setelah saya bilang, dia ganteng sekali walau saya lebih suka Amitabachan karena kepintarannya menari dan menjadi icon bagi industri film India, Bollywood. Seorang India menyambung, apakah karena Amitabachan milyuner saya nge-fans berat padanya? Saya kurang ngerti juga, iyakah Amitabchan milyuner, bukankah Shah Rukh Khan dengan Kuch-kuch Hota Hai-nya? Si Pakistan semakin ingin mencari kerja di Indonesia (saat itu ia sedang berada di Saudi) dengan alasan sepertinya Saudi terlalu pelit untuknya. Namun saya agak curiga, jangan2 karena saya bilang banyak gadis cantik di Indonesia dan mereka juga pintar-pintar. Dia semakin larut tentang cerita saya mengenai Indonesia namun saya tak mampu mengundangnya ke Indonesia sebab saya merasa bosnya agak berat memberikan surat PHK untuknya dan parahnya juga saya kena sakit keras karena harus meladeninya ngobrol malam-malam dan hujan-hujanan. Akhirnya saya bilang begini, sudahlah, kamu bantuin saya nulis cerita tentang perjalanan umrah (ia sudah umrah dua kali). Wah, susah katanya. Saya mensugestinya, itulah satu-satunya cara agar ia bisa keluar dari Saudi, menuliskan kisahnya dalam bahasa Urdu. Dia tetap menolak saran saya. Saya pun terpaksa memaksanya untuk menulis dan dia menyerah. Menjelang Idul Fitri dia menelpon saya dari Saudi. Sepertinya ia ingin pamit mudik ke Karachi. Ia bilang begini,
“Ires, Ied Mubarak ya? Aku akan pulang ke Karachi. Kamu lebaran dimana?”
Saya sedih dia menelpon saya saat di masjid terdengar gema takbir tahlil dan tahmid.
“Hi, dear … lebarannya besok, di Indonesia. Kapankah di Karachi?”
“Hari apa esok, Ires?”
“Jumat!”
“Oooohhh … di Karachi, Sabtu .. dear!”

Totalitas India

Saya sudah tak ingat kapankah Kuch-kuch Hota Hai diproduksi oleh industri film Bollywood. Saya hanya ingat dalam film itu, SRK bermain dengan sangat bagus. Buktinya? Saya menangis ketika menontonnya, ceritanya menyayat hati alias sedih. Apakah yang diangkat dalam film itu? India termasuk negara yang warga negaranya sangat cinta akan negerinya dan bangga akan tradisi dan adat istiadatnya. Kebanggaan itu juga tampak dalam film-film yang mereka produksi sendiri. Para orang film India mengangkat realitas masyarakatnya dalam film-film yang dapat dinikmati segala kalangan usia. Hebatnya, dari sana pulalah mereka mendulang rupee bagi devisa negara. Tak hanya sekedar menjual tubuh + erotisme akan India Tamil dan India Bombay, industri film India telah menjadi sarana edukasi bagi para generasi India yang kemudian menyebar ke berbagai negara dan menguasai sektor-sektor vital ekonomi dengan posisi top level. Generasi baru India adalah orang-orang yang haus akan ilmu pengetahuan klasik hingga kontemporer. Agaknya, Gandhi yang selama ini memang dianggap nabi telah berhasil menyatukan India dan membentuk identitas Bollywood : I’m Khan and I’m an actor.

Jangan Jadi Budak

Apa yang terjadi sebenarnya pada kasus kekerasan seksual pada TKW Indonesia asal Bima, NTB di Saudi? Sungguhkah kasus ini tak tersentuh oleh hukum syariah yang berlaku disana? Seorang kawan ngobrol di dunia maya, ia ekspat India yang berkantor di Riyadh mengatakan, sering dan banyak kekerasan seksual yang terjadi pada perempuan, disembunyikan sendiri oleh bersangkutan. Mengapa? Adakah takut atau justru menikmatinya? Yang jelas, jangan menjadi budak! Dalam bahasa melayu, budak berarti anak namun dalam terminologi kita, budak sering dimaknai sebagai hamba sahaya. Bagaimana dengan budak belian? Beli, apaan sih? Hati-hati, jangan kurang R, kalau budak berlian, tentu boleh… Anak berlian!