site meter

Kamis, 03 September 2009

"Bangun Dong, Habib!


Bangun dong, Habib ...
Jangan telat masuk sekolahnya.
Kan ummi malu ama ibu gurumu.
Jangan malas dong masuk sekolah.
Mau jadi apa, kamu?

Jangan Tanya Kenapa Saya Punya Rasa Rindu


Rasa itu milik Tuhan. Manis, asin, pahit jadi satu. Senang, sedih, dan marah. Begitu juga cinta dan kerinduan. "Saya rindu padamu, bolehkah?" Sama seperti saya ingin katakan, "Kangennya saya selalu." Semua ini mampir begitu saja buat orang-orang yang pernah mampir dalam episode kehidupan kita. Orang-orang yang pernah membuat kita sedih, marah, kalut, bimbang, dan cinta setengah mati.

Tolong jangan salahkan saya ketika sempat tertulis rindu pada "obrolan" lewat ruang maya ini.Saya tak mampu menjelaskan mengapa ini terjadi. Sama seperti bagaimana saya harus menjelaskan kenapa saya bisa sampai di sini. Saya anak kampung. Kedua orang tua saya dari kampung Pasir Lawas, desa kecil di pelosok Batusangkar, Sumatera Barat sana. Ibu saya yang biasa saya panggil mama dan nenek dari delapan orang cucu itu adalah anak ke-5 dari 7 bersaudara. Kakek kami (alm), ayahnya mama adalah guru di Kumango, seorang Datuk. Papa (alm) juga orang dari sana. Hanya saja keluarga besar papa tinggal di rumah gadang di atas bukit. Sedang mama di lurah (bawah bukit):)

Menurut cerita, papa sudah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ayahnya mati ditembak masa pemberontakan. Papa merantau ke Medan bersama pamannya sejak kelas 2 SD. Berbagai pekerjaan dilakoni hingga ia sampai ke Aceh (tepatnya Lhokseumawe), tempat diriku dilahirkan. Kota industri yang sering disebut dengan Petrodolar karena perusahaan besar "hadir" disana, PT Arun LNG dan ExxonMobil (70-an). "Rezeki" ini pulalah yang mampu "mengantarkan aku dan kedua kakak perempuanku dapat bersekolah ke Bandung. Pulau Jawa yang masa di Aceh dulu tak pernah terpikirkan olehku.

Ah, kehidupan ... bawalah daku bersama Sang Bayu ... !