site meter

Minggu, 06 Desember 2009

dunia baca dan tulis, dunianya BUKU

www.penulislepas.com,www.shvoong.com,www.helium.com,www.kutubuku.com

Sabtu, 21 November 2009

Apa Blog ?

Blog adalah kependekan dari Weblog, istilah yang pertama kali digunakan oleh Jorn Barger pada bulan Desember 1997. Jorn Barger menggunakan istilah Weblog untuk menyebut kelompok website pribadi yang selalu diupdate secara kontinyu dan berisi link-link ke website lain yang mereka anggap menarik disertai dengan komentar-komentar mereka sendiri.

Blog kemudian berkembang mencari bentuk sesuai dengan kemauan para pembuatnya atau para Blogger. Blog yang pada mulanya merupakan "catatan perjalanan" seseorang di Internet, yaitu link ke website yang dikunjungi dan dianggap menarik, kemudian menjadi jauh lebih menarik daripada sebuah daftar link. Hal ini disebabkan karena para Blogger biasanya juga tidak lupa menyematkan komentar-komentar "cerdas" mereka, pendapat-pendapat pribadi dan bahkan mengekspresikan sarkasme mereka pada link yang mereka buat.

Dari komentar-komentar tadi biasanya Blog kemudian menjadi jendela yang memungkinkan kita "mengintip" isi kepala dan kehidupan sehari-hari dari penciptanya. Blog adalah cara mudah untuk mengenal kepribadian seseorang Blogger. Topik-topik apa yang dia sukai dan tidak dia sukai, apa yang dia pikirkan terhadap link-link yang dia pilih, apa tanggapannya pada suatu isu. Seluruhnya biasanya tergambar jelas dari Blog-nya. Karena itu Blog bersifat sangat personal. Roger Yim, seorang kolumnis San Francisco Gate pada artikelnya di Februari 2001, menuliskan bahwa sebuah Blog adalah persilangan antara diary seseorang dan daftar link di Internet.

Sedang Scott Rosenberg dalam kolomnya di majalah online Salon pada May 1999 menyimpulkan bahwa Blog berada pada batasan website yang lebih bernyawa daripada sekedar kumpulan link tapi kurang instrospektif dari sekedar sebuah diary yang disimpan di internet.

Perkembangan lain dari Blog yaitu ketika kemudian Blog bahkan tidak lagi memuat link-link tapi hanya berupa tulisan tentang apa yang seorang Blogger pikirkan, rasakan, hingga apa yang dia lakukan sehari-hari. Blog kemudian juga menjadi Diary Online yang berada di Internet. Satu-satunya hal yang membedakan Blog dari Diary atau Jurnal yang biasa kita miliki adalah bahwa Blog dibuat untuk dibaca orang lain. Para Blogger dengan sengaja mendesain Blog-nya dan isinya untuk dinikmati orang lain.

Generasi Kedua

Pada tulisannya di Star Telegram, Frances Katz (ada hubungan dengan Jon Katz?) menulis bahwa Blog adalah generasi kedua dari Home Page Pribadi. Perbedaan utama antara Home Page Pribadi dan Blog yaitu, Home Page Pribadi adalah tempat dimana kamu menempatkan foto keluarga, foto kamu dan kemudian mendistribusikan informasi pada lingkaran kecil teman-teman dan keluarga. Sedang Blog dirancang untuk "pengunjung". Blog memiliki suara spesifik dan kepribadian. Blog karenanya adalah kepanjangan interaktif dari pembuatnya.

Apakah Blog memang suara murni media baru seperti yang diramalkan? Atau hanya sekedar trend digital? Dan akan bertahan lamakah Blog-Blog di Internet? Tentu saja ini jawaban yang perlu dijawab oleh para Blogger sendiri. Banyak orang saat ini memiliki idealisme terhadap Blog sebagai sebuah konsep desentralisasi informasi yang mengembalikan berita kembali di tangan para penggunanya dan tidak dimonopoli lagi oleh korporasi besar atau perusahaan media. Tentu saja masih sekian tahun lagi kita melihat apakah konsep yang bermula dari budaya dan komunitas ini bisa terjadi atau tidak. Kritik terhadap ledakan jumlah Blog yang sekarang terjadi pun sudah banyak disuarakan. Berapa murni lagi suara Blog bisa bertahan? Perdebatan tentang hal ini terus terjadi di Web. Untuk saat ini, buat kamu yang berminat hanya satu saran, BLOG ON!

Memiliki Blog sendiri dan Blog Indonesia

Cara paling direkomendasikan untuk memiliki Blog sendiri adalah dengan mendaftarkan diri kamu di Blogger.com, belajar sedikit tutorial HTML dasar dan Here you go! Kamu sudah memiliki Blog kamu sendiri. Blogger.com tidak membatasi jumlah Blog yang bisa kamu miliki, tidak membatasi kapasitas panjang dari Blog kamu. Kamu bisa memilih desain interface Blog kamu dari template yang telah disediakan, atau jika kamu sudah menguasai HTML kamu bisa merancangnya sendiri atau memodifikasinya. Blog kamu bisa ditempatkan dilayanan website gratis seperti Tripod atau Geocities atau bisa juga ditempatkan di server yang disediakan Blogger.com.

Kamu juga bisa mendapatkan tutorial-tutorial dan bertanya tentang Blog pada forum diskusi yang disediakan oleh Blogger.com. Cara mengisi Blog kamu adalah dengan masuk ke Blogger.com dan menuliskan di area yang sudah disediakan, atau menggunakan fasilitas yang diberikan oleh Blogger.com, dimana dengan satu klik kamu dapat membuat link ke website yang sedang kamu lihat dan kamu dapat memasukkan komentar kamu. Tapi yang paling penting tentu siapkan diri kamu buat mengorganisir lagi opini dan pendapat-pendapat kamu dan latih otot kritis yang kamu miliki.

Apa yang membuat suatu komentar adalah komentar yang bagus? Weblog Resource memberikan beberapa tips. Secara ideal, komentar kamu perlu menjelaskan tentang link yang kamu buat dan kenapa kamu memasang link tersebut. Sebuah komentar tidak cukup hanya berkata link ini cool misalnya, komentar seperti ini tidak berguna buat pengunjung Blog kamu. Tips singkat yang paling berguna? Jadilah diri kamu sendiri, dan mulailah menulisi Blog yang kamu miliki.

Apa ada para Blogger indonesia? Yap.. Website yang mendaftar para Blogger Indonesia yaitu Indo.Blogs. Kriteria satu-satunya agar Blog kamu terdaftar pada Indo.Blogs hanyalah berkebangsaan Indonesia, tanpa memandang secara geografis lokasi kamu berada.

Indo.Blogs mendaftar sekitar 40-an Blog yang ada, keseluruhan secara kasar ada sekitar 100-an Blogger Indonesia dengan personalitinya masing-masing. Kebanyakan mahasiswa atau berprofesi di bidang IT dan Web Desain. Ada yang keseluruhan memakai Bahasa Inggris sebagian lagi memakai Bahasa Indonesia dan sebagian lagi mencampur bahasa yang digunakan.

Sayangnya banyak juga yang tidak terupdate setiap hari. Jarak antara satu update dengan yang lain bisa satu bulan lamanya dan kebanyakan lebih berupa jurnal pribadi daripada Blog yang banyak memuat link. Tapi kebanyakan memiliki desain Blog yang menarik dan sederhana, dan Blogger Indonesia tidak lupa mencantumkan sahabat-sahabat Blog mereka dengan rapih seperti yang biasa dilakukan oleh Blogger luar negri.

Lalu apakah ada Community Blog Indonesia? Yupe ada. Silahkan arahkah browser kita ke MSN.OR.ID. Para Blogger disini disebut "celetukers" karena sifatnya dimana masing-masing Blogger memang menyeletukan sesuatu yang kemudian mengisi website ini.

Saat ini ada 64 celetukers dengan masing-masing link ke Blog mereka. Website ini bermula dari mereka yg dulu sering chatting di server microsoft comic chat (irc.msn.com) dan setelah server tersebut kemudian ditutup, maka para penghuninya kemudian mendirikan website ini.

Lebih jauh lagi tentang Komunitas Blogger di Indonesia? Berarti kamu harus gabung sama mailing listnya. Bloggerians adalah mailing list diskusi terbuka untuk komunitas para Blogger Indonesia yang terbentuk sejak bulan Maret 2001 dan saat ini dianggotai oleh 45 anggota.

Mayoritas Blogger Indonesia masih berasal dari kalangan website desainer atau system administrator, atau mereka yang pekerjaannya memang membuat mereka akrab dengan dunia membuat website. Walau begitu, diskusi menarik sering pula terjadi disitu.

Komunitas Blog dan Budaya Digital

Sejalan dengan kepribadian sebuah Blog, si Blogger atau editor dari sebuah Blog biasanya menerima pula kontribusi-kontribusi link unik dari para penikmat Blog-nya. Beberapa website Blog juga menerima feedback terhadap opini dan komentar dari link suatu artikel atau suatu isu yang dimuat. Blog karenanya pula bersifat interaktif dan membentuk komunitas-komunitas para Blogger yang saling me-link-kan Blog mereka satu sama lain.

Para Blogger diwakili oleh Blog mereka mengekspresikan persahabatan, permusuhan dan seringkali melakukan perdebatan yang mereka muat dalam Blog mereka masing-masing yang kemudian mereka link-an pada opini awal yang mereka komentari. Sebuah percakapan dapat berkembang antara 3 hingga 4 Blog sekaligus sambil merujuk pada jawaban mereka di Blog lain. Kelompok pemujaan pada pribadi Blog tertentu bermunculan, beberapa nama Blogger muncul dan muncul kembali pada update harian Blog seseorang yang diidolakannya, atau nama tersebut muncul pada daftar Blog lainnya yang Blogger itu ikuti.

Blog adalah budaya digital tersendiri dan komunitas elektroniknya bertebaran di internet dan dengan sedemikian banyak Blog di Internet yang selalu mencari website-website yang menarik maka Blog menjadi unik. Seperti yang dituliskan Cameron Barret bahwa Blog saat ini adalah indikator akurat tentang apa yang sedang terjadi di Internet dan di dalam komunitas web. "Blog adalah simbol dari apa yang hebat tentang Internet." tulisnya.

Keinteraktifan adalah hal lain yang didapatkan dari Blog. Internet bukan saja memungkinkan para Blogger memberikan opini dan komentar mereka tentang suatu isu, tapi juga memungkinkan para pembaca Blog menuliskan opininya pula tentang opini yang ia baca. Pro, kontra, link, tambahan informasi, fakta baru, semuanya kemudian terkandung dalam satu situs Blog besar. Jon Katz dalam tulisannya di Slashdot, Here Come The Weblog, May 1999, menggambarkan Blog sebagai rangkaian evolusi menuju "New Media". Blog berhasil mendemostrasikan banyak hal tentang budaya interaktif yang disukai orang, terutama anak-anak muda, tulisnya.

Salah satu Blog yang terkenal keinteraktifannya adalah Slashdot yang terkenal dengan semboyannya "News for Nerds. Stuff that Matters" yang dikelola oleh beberapa moderator. Di Slashdot satu opini menghasilkan sekian banyak lagi komentar pro atau kontra yang didukung dengan link yang mereka kontribusikan.

Salah satu Community Blog yang perlu dikunjungi pula adalah MetaFilter. Jika banyak Blog lebih bersifat personal, dikendalikan dan ditulis oleh satu orang, atau mencerminkan pribadi satu seseorang, maka katagori Community Blog, seperti MetaFilter hidup dari kontribusi banyak orang dimana setiap harinya para blogger ini sama-sama mengisi MetaFilter dengan link-link mereka dimana mereka menuliskan komentar-komentar mereka pula di dalamnya. Saat ini ada 13511 anggota aktif di MetaFilter, dimana setiap link yang didonasikan ke MetaFilter tentu saja kemudian bisa dikomentari oleh blogger lainnya lagi. Interaksi adalah salah satu daya tarik kuat dari Blog.

Keinteraktifan Blog adalah salah satu faktor yang menunjang kepopulerannya. Media konvensional yang bersifat satu arah berubah bentuk menjadi tempat dimana suara semua orang mendapat tempat, walau belum tentu berharga. Blog memiliki kebalikan struktur dari media konvensional yang bersifat top-down, membosankan dan arogan, kata Jon Katz. Blog juga adalah contoh tepat evolusi komunitas eleltronik dan kemampuan orang yang secara online membuat media yang mereka kostumisasi sendiri, Jon Katz meneruskan. Media yang dikustomisasi sendiri yang dimaksud, adalah media yang lepas dari kecurigaan media sebagai corong korporasi besar. Blog kemungkinan besar adalah masa depan media yang kita saksikan sekarang.

Cameron Barret mengatakan hal yang sama, bahwa "Big Idea" dari Internet adalah kekuatan informasi yang terdistribusi dan jurnalisme gaya Blog adalah jurnalisme media online dalam tingkat yang lebih tinggi. Rebecca Blood menulis: Dengan komentar-komentar tak kenal takut dan sarkasme mereka Blogger mengingatkan kita betapa seringkali media konvensional terinfeksi oleh vested-interest dalam membuat berita.

Blog dengan kecenderungannya memilih-milih berita dan artikel serta website sesuai dengan preference personal Blogger-nya, membuat seolah The Web telah di-_filter_, The Web telah dijelajahi terdahulu (_pre-surfed_) oleh para Blogger dan kita tinggal menikmati apa yang telah disediakan para Blogger pada Blog yang kita sukai. Para Blogger memilihkan link pada website dan berita yang paling aneh, paling bodoh, hingga paling lengkap atau tidak lengkap dari Web. Jon Katz menyebut Blog, Filtered News. Blog sebagai saringan The Web telah menyelamatkan kita dari kekacauan atau kesentralan informasi online yang sekarang terjadi di Internet.

Scott Rosenberg dalam kolomnya di Salon menuliskan pendapatnya tentang Blog dan para Blogger. Blogger, tulisnya, telah menemukan ceruk (_niche_) baru yang subur dalam lingkungan informasi Web. Mereka memenuhi ramalan para visionaris internet terhadap munculnya jenis baru para jurnalis online, tetapi bedanya daripada mencari berita di dunia nyata, mereka menyiangi internet untuk mendapatkan berita.

Blogger menurut sifat dasarnya bukanlah reporter, mereka berperan sebagai editor dalam Blognya masing-masing dan dalam sebuah dunia dengan budaya media yang telah jenuh, Blog menjadi suara-suara alternatif yang menyuarakan bunyi independen dalam setiap ulasannya. Blog bukanlah obat mujarab untuk budaya yang telah jenuh dengan media, tapi mudah-mudahan Blog adalah salah satu peredanya tulis Rabecca Blood.

Siapa yang Disebut Blogger

Siapa sih para Blogger di Internet ini? Rebecca Blood pada Blog-nya Rebecca's Pocket mengatakan bahwa para Blogger mulanya adalah mereka yang telah mengajarkan diri mereka sendiri HTML karena mereka menyenanginya, atau mereka yang setelah seharian bekerja di kantor dot.com mereka, dan kemudian menyisakan waktu luang beberapa jam setiap harinya untuk melakukan web surfing dan memasang hasilnya pada Blog mereka. Mereka adalah apa yang ia sebut orang-orang yang antusias pada web.

"These were web enthusiast." tulisnya. Evan Williams, pendiri Blogger.com berpendapat, "Mayoritas Blogger adalah anak-anak muda atau mahasiswa. Dan banyak diantara mereka yang menggunakannya untuk berkomunikasi dengan teman-temannya.".
Setiap orang tentu saja dapat membuat Blog-nya masing-masing, tapi seperti yang dikatakan Evan, Blogger saat ini kebanyakan terdiri dari para penulis diary muda yang dinamis, offbeat dan punya opini untuk segala hal. Dalam kata lain mereka adalah generasi yang tidak takut berpendapat dan mengungkapkan pendapat mereka.
Lalu apa gunanya membuat Blog? Apa yang mungkin didapatkan oleh seorang Blogger dalam usaha mengurus Blognya? Rabecca Blood menulis bahwa setelah ia membuat Blog-nya ada dua efek samping yang terjadi yang tidak ia perkirakan sebelumnya.

Pertama ia menemukan kembali minatnya semenjak ia mulai membuat Blog. Dan hal kedua yang lebih penting, ia mulai lebih menghargai cara pandangnya sendiri.
Ketika setiap harinya ia mengupdate Blog-nya ia mulai mempertimbangkan opini dan ide-idenya dengan lebih hati-hati dan ia mulai merasakan bahwa perspektifnya adalah unik dan penting untuk disuarakan.

Ketika seorang blogger menuliskan apa yang ada di pikirannya, maka ia akan sering berkonfrontasi dengan pikiran-pikiran dan opininya sendiri. Menulis Blog, atau Blogging, setiap hari akan membuat Blogger menjadi penulis yang lebih percaya diri. Dengan terbiasa mengekspresikan pikirannya pada Blog-nya, seorang Blogger dapat dengan lebih baik mengartikulasikan opininya. Blog bahkan dapat menjadi semacam terapi jiwa.

Tentu saja tidak semua orang adalah seorang Natural-Born Blogger dan dapat memproduksi Blog yang menarik. Di luar sana ada banyak Blogger yang merasa perlu mendokumentasikan diri setiap kali ia bersin, atau anak-anak muda yang menuliskan "Saya bosan" atau "School Sucks!" setiap tiga jam sekali. Amy Jo Kim seorang konsultan dan pengarang buku "Community Building on the Web: Secret Strategies for Succesful Online Communities", menulis bahwa diperlukan beberapa syarat dasar khusus untuk menjadi seorang Blogger, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan diri, keinginan untuk berkomunikasi dengan orang banyak dan minat pribadi pada "keterusterangan".

Blog dengan caranya sendiri sepertinya membuat hidup, pikiran, opini dan kegiatan Bloggernya lebih mempunyai tujuan dan lebih teratur.

Sejarah Blog

Blog pertama kemungkinan besar adalah halaman What's New pada browser Mosaic yang dibuat oleh Marc Andersen pada tahun 1993. Kalau kita masih ingat, Mosaic adalah browser pertama sebelum adanya Internet Explorer bahkan sebelum Nestcape. Kemudian pada Januari 1994 Justin Hall memulai website pribadinya Justin's Home Page yang kemudian berubah menjadi Links from the Underground yang mungkin dapat disebut sebagai Blog pertama seperti yang kita kenal sekarang.

Hingga pada tahun 1998, jumlah Blog yang ada diluar sana belumlah seberapa. Hal ini disebabkan karena saat itu diperlukan keahlian dan pengetahuan khusus tentang pembuatan website, HTML, dan web hosting untuk membuat Blog, sehingga hanya mereka yang berkecimpung di bidang Internet, System Administrator atau Web Designer yang kemudian pada waktu luangnya menciptakan Blog-Blog mereka sendiri.

Pada Agustus 1999 sebuah perusahaan Silicon Valley bernama Pyra Lab meluncurkan layanan Blogger.com yang memungkinkan siapapun dengan pengetahuan dasar tentang HTML dapat menciptakan Blog-nya sendiri secara online dan gratis. Walaupun sebelum itu (Juli 1999) layanan membuat Blog online dan gratis yaitu Pitas telah ada dan telah membuat Blogger bertambah hingga ratusan, tapi jumlah Blog tidak pernah bertambah banyak begitu rupa sehingga Blogger.com muncul di dunia per-blog-an.

Blogger.com sendiri saat ini telah memiliki hingga 100.000 Blogger yang menggunakan layanan mereka dengan pertumbuhan jumlah sekitar 20% per bulan. Blogger.com dan Pitas tentu tidak sendirian, layanan pembuat blog online diberikan pula oleh Grouksoup, Edit this Page dan juga Velocinews.

Sejak saat itu Blog kian hari kian bertambah hingga makin sulit untuk mengikutinya. Eatonweb Portal adalah salah satu daftar Blog terlengkap yang kini ada diantara daftar Blog lainnya. Ribuan Blog kemudian bermunculan dan masing-masing memilih topik bahasannya sendiri, dimulai dari bagaimana menjadi orang tua yang baik, hobi menonton film, topik politik, kesehatan, sex, olahraga, buku komik dan macam-macam lagi.

Bahkan Blogger ada Blog tentang barang-barang aneh yang dijual di situs lelang Ebay yang bernama Who Would By That?. Cameron Barret menulis pada Blog-nya essay berjudul Anatomy of a Weblog yang menerangkan tema dari Blog. "Blog seringkali sangat terfokus pada sebuah subjek unik yaitu sebuah topik dasar dan/atau sebuah konsep yang menyatukan tema-tema dalam Blog tersebut." Secara sederhana topik sebuah Blog adalah daerah kekuasan si Blogger-nya tanpa ada editor atau boss yang ikut campur, tema segila apapun biasanya dapat kita temukan sejalan dengan makin bermunculannya Blog di Internet. Dan ya, ide itu telah terpikirkan, Blogger bahkan sekarang telah membuat Blog dari Blog, dan bahkan Blog dari Blog dari Blog.

Dari sedemikian banyak Blog yang ada, Blog-Blog yang menetapkan standar dari Blog dan terkenal sehingga memiliki penggemarnya sendiri diantaranya adalah Blog milik Jorn Barger, Robot Wisdom yang disebut-sebut merupakan Blog terbesar dan paling berguna dimana dia setiap harinya menyodorkan sekian banyak link yang dibentuk dari ketertarikannya pada seni dan teknologi. Camworld adalah Blog populer milik Cameron Barret seorang Desainer Interaktif dimana dia mengkatagorikan topik-topik Blog-nya pada katagori, Random Thoughts, Web Design dan New Media. Camworld dapat disebut sebagai Blog klasik dalam arti Blog tersebut mengandung dosis tepat dari karakter dan opini pribadi dicampur dengan keselektifan pemilihan link-nya.

Blog terkenal lainnya diantaranya, "Obscure Store"http://www.obscurestore.com/ milik Jim Romenesko yang menyediakan link bertemakan berita dan gosip serta hal-hal kecil yang sedikit mengarah pada underground movement, Lawrence Lee juga setiap hari mengupdate Blog-nya, Tomalak's Realm dengan link-link pada berita tentang Web Design dan Net Business. Memepool dengan pilihan koleksi link-nya yang unik disertai analisis cerdas juga digemari sebagai Blog yang istimewa.

Kottke.org merupakan Blog menarik milik Jason Kottke seorang Web Designer yang tinggal di San Francisco, di Blog-nya dia menulis bahwa Blog-nya tersebut adalah caranya mengisi waktu luang untuk menyusun kembali tulisan-tulisan, desain-desain dan critical skill-nya. Tak lupa juga Blog milik Dave Winer, Scripting News, salah satu Blog pertama yang banyak memberikan link tentang pemrograman.

Kamis, 29 Oktober 2009

Pesta Blogger 2009, Wowww Keren !

Sebuah sms mampir di inbox facebook saya. Begini isinya,
"Guys it's that time of the year again.
This year Pesta Blogger will be held on 24 Oct 2009 at SMESCO Building, Gatot Subroto, Jakarta
For complete information go to http://www.pestablogger.com and Becomes fan to http://facebook.com/pestablogger"

Siapa pengirimnya ? Bang ENDA NASUTION. Ah, rasanya tidak kenal. Aku coba liat profilnya. Googling. Wow, penelusuran google terhadap Enda Nasution : 128.000.Ada 128.000 halaman web yang memuat informasi mengenai Enda Nasution. Siapakah Enda dan apa hubungannya dengan pesta blogger? Lalu mengapa dia masuk ke facebook-ku? hmmmm ...

Saya pun mencari Enda di wikipedia. Please,visit http://id.wikipedia.org/wiki/Enda_Nasution. Begini kutipannya, "Enda Nasution (lahir di Bandung, Jawa Barat, 29 Juli 1975, umur 34 tahun) adalah seorang penulis dan oleh kalangan media massa Indonesia dijuluki sebagai tokoh blog Indonesia, atau juga "Bapak Blogger Indonesia" karena cukup banyak muncul di media mainstream untuk mempromosikan penggunaan Blog. Saat ini, Enda tinggal dan bekerja di Jakarta setelah sebelumnya bekerja sebagai Internet Marketing Strategist di Bangkok, Thailand (2002-2007). Aih, membaca internet marketing, saya jadi teringat Anne Ahira, CEO Asian Brain, Internet Marketing Center. Apa kabarnya ya? Terakhir saya menerima email darinya, lagi di Amrik katanya. Ahira, ngapain aja sih kamu?

Masih tentang Enda. Tak heran ketika di Pesta Blogger, Enda termasuk orang yang paling sering terlihat dalam pandangan saya. Paling tidak, dia terlihat sering mondar-mandir, bersama anaknya yang lucu dan tentu (kalo tidak salah) istrinya yang menawan hati. Sebagai seorang aktivis di Komunitas Langsat, Enda menjadi tak kalah penting dan keren dengan Bapak Menteri Tifatul Sembiring, Menkominfo 2009-2014 pilihan Pak Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono.

Saya mendaftar online untuk acara itu. Alhamdulillah, pendaftaran online itu di-approve. 24 Oktober 2004, di Gedung Smesco Jakarta. Murah, cuma 50 ribu.

Saya kembali mencari Enda di FB. Stelah ditelusur, ternyata Enda lulusan SMA 3 Bandung, tempat dimana saya pernah mengecap pendidikan senior high school. Apakah karena satu almamater maka Enda mengundang saya? Atau ... ah, tak penting. Yang jelas, saya tau ada pesta blogger dari Enda, si Bapak Blogger Indonesia.

Jumat, 23 Oktober 2009

Petang di Jakarta

"Lurus saja, Bu."
"Stasiun Gondangdia atau Cikini?"

Saya pulang sore itu dari kantor kakak di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Mengambil ijazah dan berkas-berkas penting. Udah seusia begini masih saja rajin masuk-masukin lamaran kerja. Hunting. Ya, namanya juga usaha. Bukan hunting menjadi politisi, entah kenapa untuk satu itu kurang berselera. Mungkin karena saya tidak punya nyali besar untuk "duduk" di gedung Nusantara sana. Namun, syukur juga pernah nongkrong di gedung semegah dan sebesar itu. Bukan untuk sekedar demo masa huru-hara mahasiswa Aceh tempo dulu. Namun melakukan wawancara dengan salah seorang anggota dewan (baca postingan saya perihal zakat bersama Mutammimul Ula )dan tugas magang ketika zaman kuliah di detikcom Jakarta. Pengalaman.

Berjalan. Menjadi suatu kesenangan. Olahraga dan penghematan di zaman susah. Naik KRL ekonomi AC menjadi "hiburan" tersendiri. Ditemani dentingan gitar dan atraksi pengamen yang hampir selalu hadir di stasiun kereta api.

"Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu ...
masih seperti dulu tiap sudut menyapaku bersahabat
penuh selaksa makna
terhanyut aku akan nostalgi
saat kita sering luangkan waktu
nikmati bersama suasana Jogja ...

Saya suka lagu itu. Sama seperti saya senang Fariz RM bernyanyi tentang "Barcelona".

"Barcelona, peluklah diriku mesra ...

Dalam sore itu, ini pemandangan yang selalu menusuk hati dan "menganggu" kepala saya. Pemulung, di sisi jalan. Bertelanjang dada. Dalam segala tatapan. Kosong. Namun masih ada suara bersahabat. Untuk ini saya selalu menitikkan air mata. Ya Tuhan, Rabb Pemilik Alam ... masih kau berikan saya sebungkus kain menutupkan tubuh yang juga tak lebih baik dari mereka. Alhamdulillah, Kau sisakan sehelai selendang, menutupi kepala dan dada, agar saya merasa aman. Menjaga badan dari tiupan angin yang kerap membuat saya masuk angin. Hingga menyisakan pe-er bagi kekasih saya, suami tercinta untuk memijit kepala dan punggung saya hingga mengeluarkan sendawa. Akhhhhh ...

"Kemiskinan" masih menjadi pemandangan di Jakarta, ibukota negara Indonesia. Di tengah hiruk pikuk dunia kerja dan industrialisasi. Di antara perdebatan dan riuh rendahnya suara di gedung parlemen dan sekat-sekat redaksi media massa. Entah sampai kapan ...

Minggu, 18 Oktober 2009

Facebook : Zuckerberg, Obama, AS


Facebook atau suka disingkat fb adalah suatu situs jejaring sosial global (www.facebook.com) di bawah bendera Facebook Inc, yang domotori oleh Mark Zuckerberg ketika ia masih bersekolah di Universitas Harvard, Amerika Serikat. Fb dapat diakses dalam beberapa bahasa termasuk bahasa Indonesia. Didirikan di Cambridge, Massachusets, USA pada 1994. Fb dapat diakses melalui komputer yang tersambung dengan akses internet. Mau tidak mau, suka ataupun tidak, situs ini diakui telah menyambungkan komunikasi yang terputus antara sesama teman atau kerabat, terpisah jarak dan waktu. Lebih dari itu juga memberikan “ruang” bagi tiap orang untuk berbagi informasi, ilmu, mengembangkan bisnis, bahkan penyebaran pesan-pesan ideologis. Sehingga tidaklah berlebihan, jika kemudian Mark Zuckerberg bukan hanya telah menjadi bos untuk situs ini namun juga telah dianggap sebagai “pahlawan” baru yang nyata dalam dunia maya, cyberspace.

Facebook (fb) bukan media, ia adalah situs/website. Namun perannya yang demikian besar dengan memberikan aplikasi luas bagi para anggotanya telah menjadikan fb lebih dari sekedar media. Bahkan dikhawatirkan akan menggantikan peran media yang dipahami awam selama ini. Kekhawatiran yang berlebihan ini seperti yang dikutip di www.eramuslim.com juga telah memunculkan dugaan baru bahwa Zuckerberg yang seorang Yahudi itu tengah mencanangkan sebuah megaproyek, menjadikan fb sebagai internet itu sendiri. Menanamkan pengertian, ketika orang menyebut fb sesungguhnya ia tengah berbicara internet, bukan yang lain.

Namun tampaknya tak perlu banyak yang dikhawatirkan ketika Presiden AS sendiri sebagai pemimpin dimana kantor pusat fb berada, Barack Obama, memperingatkan remaja-remaja AS akan bahaya Facebook.
“Well, biarkan saya berikan beberapa tip yang sangat praktis. Pertama-tama, saya peringatkan kepada semua orang untuk hati-hati untuk menuliskan sesuatu di Facebook, karena di zaman YouTube, apapun yang kalian tulis, akan kembali lagi kepada kalian,” ujar Obama.

Keputusannya, semua memang berpulang pada kita. Bukan pada AS, Obama, ataupun Zuckerberg. fb mau digunakan sebagai apa untuk kehidupan kita. Sehingga juga tak salah “sedikit” berterima kasih pada Zuckerberg, Obama dan negaranya : Amerika Serikat. Semoga banyak manfaatnya !

Minggu, 11 Oktober 2009

Kang Abbas, Si Pencipta Logo Little Star Nusantara

Namanya Abbas Firman. Panggil saja ia dengan sebutan Kang Abbas. Kang adalah panggilan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Sunda. Sebab ia pernah "menetap" di Bandung masa kuliah, tentu panggilan ini akrab juga buatnya. Ia masih memiliki pertalian dengan Imam Bonjol (dari garis sang ayah), seorang pemimpin Perang Padri melawan Belanda dan merupakan salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia kelahiran Sumatera Barat. Oleh karena itu pula, juga lumrah jika kalian menyebutnya dengan Uda.Tapi tanya dulu pada orangnya ya, dia rela dipanggil dengan sebutan apa. Hmmmm ....

Nah, ketika gempa akhir September 2009 lalu, doi lagi di Padang dan menjadi "bagian" dari tragedi itu. Lihat saja kesaksiannya di www.facebook.com/abbasfirman.

Perhatiannya yang sangat tinggi terhadap kondisi berkembang, membuatnya tak bisa diam. Mungkin kalau saja Tuhan tidak membuatnya berdiam diri karena asam urat, dalam 24 jam dia sudah melayang entah kemana. Tidak percaya bagaimana gaibnya dia? Coba saja cek uda satu ini ke :
1. www.islamhariini.org
2. www.islamhariini.wordpress.com
3. www.shadhilliya.wordpress.com
4. www.enjoyduren.wordpress.com

Lihat saja komentar-komentarnya terhadap situasi terkini. Kalau ada yang terasa pedas, jangan kaget, sebab begitulah akibat dari darah Minang yang dianutnya. Hehehehe ... apalah pula hubungannya ya? Memang ini kesan yang rada menyesatkan. Orang-orang Minang memang identik dengan "pedas". Gara-gara menu lado (baca : cabai) yang memang selalu menjadi menu wajib di setiap warung padang besar/ kaki lima dan meja-meja makan urang minang:).

Tapi jangan salah, dia juga punya perhatian yang tinggi terhadap persoalan sosial dan anak-anak. Ketika saya, suami, dan beberapa orang teman membuat "sekolah" gratis kecil-kecilan buat anak-anak di sekitar rumah kontrakan kami 2008 silam, Kang Abbas adalah pembuat logo dan memberikan sumbang saran untuk konsepnya. Wuihhh, keren kan. Lihat logo kreasinya di postingan sebelumnya (baca : Sebuah Kisah tentang Little Star Nusantara). Tidak heran sebab ia memang suka menggambar dan juga sempat bersekolah di interior design, art and design faculty, ITB. Good luck for him dan silahkan berkenalan ... !

Minggu, 04 Oktober 2009

Sebuah Kisah tentang Little Star Nusantara


Ini kisah menyedihkan buat saya. Meninggalkan "sekolah" gratis yang dibangun bersama orang-orang di sekitaran Sarijadi, Bandung. Dipaksa melupakan cerita-cerita, tangisan, tertawa, keusilan, dan kenakalan khas anak-anak yang "bermain" dengan dunia maya. Bahkan untuk sebuah kesungguhan, kita menyiapkan kurikulum (mungkin) terlihat kecil-kecilan. Namun semoga tidak di MATA TUHAN.

A. Belajar Ketrampilan Dasar
1. Dasar-dasar Berbahasa dan Berhitung (Basic Literacy and Numeracy)
2. English as Second Language/ Foreign
3. Arabic
4. Multimedia Studies and Projects
Program ini diantaranya ; audio, visual, audio visual, komputer, internet)
5. Origami
6. Merajut

B. Membaca Al Qur’an dan Burdah

C. Program Deen

D. Outdoor Activities
Program ini berupa kegiatan outbond atau kunjungan ke objek-objek wisata belajar seperti ; museum, tempat kerajinan, galeri seni, perpustakaan, masjid, pasar, perkebunan, kebun binatang, dan sebagainya.

C. Master-apprenticeship
Program pengembangan diri (skill acquisition) lewat sarana magang (homestay) dengan pihak-pihak yang ahli dalam bidangnya.

Semoga masih berlanjut walau dengan gaya dan cara-cara yang lain. Bismillah.Astaghfirullah. Alhamdulillah. Allahuakbar. Subhanallah.

Subhanalllah ... walhamdulillah ... wa laa ilaha ilallah wallahu akbar.....

Rabu, 30 September 2009

Hanya Menunggu Waktu


Padang,30 September 2009,Maghrib

Pesan singkat mampir di handphone GSM saya. Padang gempa 7,6 skala richter. GEMPA TEKTONIK (lagi) di tanah Minangkabau, negeri dengan pesona berbagai danau. Saya buka facebook, sudah mulai rame. "Sudah kontak kampung, Dek?" sapa kakak saya. Hmmm ... saya kehilangan satu nomor sodara saya, teman "bertengkar", si gendut ANDI yang sempat menelpon saya belum lama ini. Semoga semuanya baik-baik saja .... Coba beberapa nomer. Belum ada yang masuk. Syukurlah, masih ada yang bisa nyambung tapi posisinya bukan di Padang atau kampung ... namun di Bandung. Hehehe ... Tante saya yang memang sudah lama dan beranak pinak di Bandung itu mengabarkan, parah ... ada yang tewas, namun ada juga yang berhasil selamat sementara tempat yang didiaminya ambruk dan hancur. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Semua milik TUHAN, akan kembali lagi pada-Nya.

Ingatan saya kembali ke masa-masa kecil ketika "bermain" di kampung, tanah orang tua kami. Makan rendang belut ... wuiihhh ... dodol yang dimasak di wajan sebesar danau:) Kembali lagi ketika saya tengah kuliah, menyusuri pesonanya Sumatera Barat. Menjejakkan kaki di atas kampus Universitas Andalas yang megah itu. Konon disebut terbesar di Asia Tenggara. Menikmati pemandangan horizon, langit, gunung tinggi, dan danau di seberang sana. Bermain dengan para sepupu di pinggir pantai kota Padang. Nikmat. Subhanallah.

Namun .. kini rekaman keindahan itu nyaris hilang ... bagaimana gempa telah mengobrak abrik tatanan kota dan daerah, kampung leluhur .... seperti rekaman gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam 2004 silam, tempat kelahiran saya.

Gempa dengan kekuatan 7,6 skala Richter di Padang Pariaman, Sumbar, dikenal sebagai wilayah gempa. Tidak heran bila kemudian terjadi gempa. Ini adalah gempa besar yang diprediksikan (detikcom). Namun sayangnya, saya belum pernah "berkunjung" ke Padang Pariaman, kampungnya Si Ajo, pedagang sate Padang yang pada masa lalu berjualan sate keliling di komplek perumahan. "Res, tusuknya dibalikin lagi, ya! Ada-ada saja uda satu itu, dmanakah dia berada kini?

"Itu sudah diprediksi. Mudah-mudahan ini gempa besar terakhir yang kita tunggu," kata Direktur Teknologi Sumber Daya Mineral BPPT Yusuf Surachman melalui telepon, Rabu (30/9/2009). Menurut pakar gempa ini, gempa di kawasan itu tidak ada yang aneh, alasannya memang memang di sana daerah rawan terjadi gempa. "Ini lempeng tektonik, pertemuan Indo Australian dan kontinental Indonesia. Ini daerah terkunci dan sudah saatnya terjadi gempa," terangnya. Di daerah itu memang sebelumnya sudah diamati para ahli akan terjadi gempa besar, bahkan ada yang meramalkan hingga lebih dari 8 skala Richter. "Yang terjadi ini sudah gempa besar. Mudah-mudahan gempa ini yang terakhir," harap Yusuf.

Mudah-mudahan ini memang yang terakhir. Walau kemudian, ternyata .. Bukit Barisan melanjutkan amukannya hingga Kerinci, Jambi ... Bandung ... entah apa lagi. Lagi-lagi jatah kita, hanya menunggu dan kembali menjadi bagian kisah kasih ini. Allahu akbar!

Senin, 28 September 2009

Tidak Bisa Dipungkiri (Lanjutan Soal Dirham)

Ini lanjutan "obrolan" kita soal dirham ...
Saya posting tulisan dalam blog ini dan "iklan" di dalam facebook beberapa hari lalu yang berjudul "Dirham : Uang Emas atau Perak". Bukan untuk memancing perdebatan, tapi hanya sekedar menyampaikan adanya "keganjilan" yang jelas menjadi keresahan buat saya, mengenai ketidaksinkronan antara kebenaran tekstual dan kenyataan kontekstual mengenai soal dirham.

Secara tekstual disebutkan dengan jelas bahwa dirham adalah uang yang terbuat dari perak. Hampir semua kita tidak menolak kebenaran ini. Namun ada fakta yang "terlihat" dalam nisan di Komplek Makam Malikussaleh dan iklan "jual" dirham Kerajaan ACEH di situs www.indonetwork.com , bahwa dirham dikatakan sebagai gold money alias uang emas. Bukan silver money atau uang perak.

Memang tidak ada yang dapat membuktikan apakah pada praktek perdagangan masa Kesultanan Aceh tempo doeloe, dirham yang digunakan sebagai alat perdagangan antar kawasan itu apakah berupa perak atau emas. Hanya memang menjadi sebuah kemirisan, jika ternyata dirham dipraktekkan sebagai uang emas. Sebab itu menjadi sebuah "pengingkaran" tekstual bagaimana sebenarnya dirham dan dinar itu diletakkan pada posisi yang tepat dan dipraktekkan dengan benar oleh sebuah kepemimpinan Islam (amirat). Wallahu'alam bisshawwab.

Minggu, 27 September 2009

Facebook, I Love U!


Pernahkah Anda merasakan situasi ketika anda pulang ke rumah dari bepergian jauh lalu membuka pagar rumah Anda yang di dekatnya ada sebuah kotak surat? Lalu ketika dibuka, SETUMPUK kartu ulang tahun tertuju buat Anda. Pada saat yang sama, esoknya adalah Hari raya IDUL FITRI. Kartu Ulang Tahun bersama Kartu Lebaran telah memenuhi kotak surat di rumah Anda saat itu. Mungkin Anda terlupa, sebab saat itu Anda (dan semuanya) memang tengah berpuasa. Shaum di bulan Ramadhan.

Realitas sekarang telah berubah. Sebab kotak surat yang masa lampau (atau dalam film kartun Donald Bebek) terletak di depan rumah dan terisi jika Pak Pos (baca ; Postman)datang, telah tergantikan oleh "kotak surat" di account surat elektronik (baca : email)yang telah disiapkan dengan sangat rapi oleh Pak Yahoo, Om Google, atau Mas MSN. Kotak surat ajaib yang dapat dimiliki oleh setiap orang (tanpa kecuali), tua muda, kecil tua .. selama memang masih HIDUP sehat wal'afiat di dunia fana ini:). Hanya dengan satu syarat : bisa membaca juga menulis. Kalau tidak, bagaimana mungkin anda bisa menulis dan mengirim surat, bukan? Pun sekadar mengucapakan, I Love U, Gute nacht pada kekasih Anda. Hehehehe ...

Bukan zamannya lagi, kata-kata indah (katanya) kalau tidak ada selipan Angpaw. Betul tak? Dunia kata-kata juga menjadi dunia bisnis yang bisa menghasilkan ribuan lembar uang kertas yang kemudian ditransformasikan menjadi emas-emas batangan yang kemudian disebut SIMPANAN alias INVESTASI. Inilah era baru, dunia-nya TRANSFORMER, saya contek dari judul film kartun anak-anak.

Arus yang demikian hebat ini telah menghubungkan desa dan kota, teman lama dan teman baru, kekasih lama dan kekasih baru (semoga yang terakhir, adalah pasangan anda). Mengingatkan kembali kenangan kita akan masa kecil dan tanggal penting yang kita yakini "keramat". Masa-masa kelahiran, kematian, momen-momen terindah seperti pernikahan dan mendapatkan penghargaan atas karya-karya besar. "Diikat" erat dan indah oleh sebuah jaringan sosial terindah yang saat ini banyak disebut orang dengan Facebook. Yah, Facebook, I Love U ....

Hmmmm ..... semoga menyenangkan. Hari-hari membaca dan menulis buat Anda!

Sabtu, 12 September 2009

Apa yang Ada di Kepala


Sepiring nasi panas, sepotong rendang padang buatan ibu tercinta ditambah beberapa sendok sayur lodeh khas ibuku, lemang tapai yang dibeli papa di pasar Batuphat ...
Ah, kenangan masa kecil. Anak kampung yang main sepeda kemana-mana. Rambut yang dipotong pendek, si tukang nangis. Huahuahuahua ...

Sementara itu catatan yang tersisa menjelang lebaran ini. Kenapa gua jadi sentimentil ya. Naik kapal laut dari Tanjung Priok menuju Belawan. Bawa tas ransel. Berat. Bergegas menuju Lhokseumawe. Bertemu orang-orang tercinta. Menyenangkan.

Alhamdulillah. Eid Mubarak!Syawal 1430 H ...

Lebaran ini, seorang teman mengirimkan lamang tapai idaman saya ini, langsung dari Bukittinggi. Oiiii .. lamaknya ... siapo nak mancubo? Lihat dulu, baru beli ... !!!!

Selasa, 08 September 2009

Dirham : Uang Emas atau Perak ?


Mengapa saya kembali mempertanyakan ini? Manakah yang benar, dirham itu uang emas atau uang perak?

Zaim Saidi dalam www.wakalanusantara.com, menjelaskan, "Dalam literatur-literatur klasik nuqud (jamak dari kata naqd) digunakan untuk menyebut alat tukar terbuat dari emas (dinar) atau perak (dirham) sedangkan fulus (jamak dari kata fals) digunakan untuk menyebut alat tukar selain terbuat dari emas dan perak seperti tembaga, besi, dan sebagainya. Dalam konteks sekarang fulus akan terbuat dari kertas khusus, sejenis dengan kertas yang dipakai sebagai bahan uang fiat (uang kertas), agar tak mudah sobek dan rusak."

Dari sumber lain disebutkan, dirham Perak Islam adalah koin perak murni dengan berat 2.975 gram. Sejak masa sebelum Islam, dinar emas dan dirham perak adalah alat tukar yang digunakan berbagai bangsa seperti Persia, Romawi, Israel, Yunani, Mesir kuno, Nabataens dan Tubba (Yaman), please klik www.islamhariini.org.

Tak ketinggalan, di dalam pada http://en.wikipedia.org/wiki/Dirham, dijelaskan bahwa The first dated coins that can be assigned to the Muslims are copies of silver Dirhams of the Sasanian Yezdigird III, struck during the Caliphate of 'Uthman, radiallahu anhu.

Dari berbagai sumber di atas, sangat jelas bahwa yang disebut dirham adalah uang perak yang digunakan dalam kepemimpinan Islam (khalifah). Namun, ada fakta menarik yang ingin saya sampaikan disini, ketika berkunjung ke Komplek Makam Sultan Malikussaleh di Lhokseumawe, Aceh Utara (seperti yang tampak dalam foto), tertulis di atas nisan (dikuatkan pula dengan penuturan seorang "abang" tinggal di sekitaran lokasi makam)yang bahwa yang disebut dirham itu adalah gold money (bukan silver money). Demikian petikannya "
Sultan Muhammad (Malikul Dhahir)
(1297 - 1326)

Malikul Dhahir was Malikus Saleh's son. He had established the foreign trade and Islam hed been spreadedup to foreign countries the gold money (dirham) was used in his Prior.

Dalam sebuah situs, (http://keueh.indonetwork.co.id/1465304/uang-logam-emas-kerajaan-aceh.htm), seorang pengusaha asal Aceh, Tn. Fazli yang menjual uang logam emas Kerajaan Aceh juga menyebut bahwa dirham adalah uang logam/ koin emas. Berikut petikannya, "Jual uang logam/koin emas kerajaan islam aceh (dirham emas), Dirham pertama yang keluar di kerajaan aceh pada masa pemerintahan Sultan Malikul Saleh abad ke 12 masehi (beliau adalah pendiri kerajaan islam pertama di samudera pasai bernama Kerajaan Islam Samudera pasai)di aceh utara saat ini. Malikhul Shaleh ‘Alallah, berkuasa thn 1261-1295 M, Pendiri kesulthanan Islam pertama Samudera Pasai di Aceh Utara saat ini.‘Athaillah (dibawah lindungan Allah). 100% di jamin keasliannya ( warisan keluarga)."

Dari uraian di atas, bagaimana kata Anda?

Minggu, 06 September 2009

Kuingin mencintaimu dengan sederhana

Kuingin mencintaimu dengan sederhana...
Seperti kata yang tak sempat diucapkan sebuah kayu kepada api yang
menjadikannya abu. Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Lewat kata yang tak sempat disampaikan awan kepada air yang menjadikannya tiada
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.

Seorang sahabat kutanyakan tentang cinta, dia menjawab :
cinta adalah pengorbanan sampai akhir, cinta adalah keikhlasan dan kesabaran dalam batas-batas adab. MENDALAM!

Jumat, 04 September 2009

"Membaca" Goethe dan Heidegger, Melihat Habibie Dan Zaim Saidi

Jum'at, 3 September 2009, diskusi tentang Goethe dan Heidegger di Gedung Habibie Center, Kemang Selatan Jakarta. Diskusi publik ini diisi oleh Nurman Kholis, Staf Puslitbang Lektur Keagamaan, Balitbang Depag dan Zaim Saidi, penyunting buku Heidegger for Muslim. Saya ikut datang ke acara itu sebab diundang lewat Facebook oleh Jawara (Jaringan Wirausahawan Dinar Dirham Nusantara). Sebagai seorang yang pernah "belajar" di Fakultas Ilmu Komunikasi, pernah membaca buku, dan mengalami "kegilaan" menulis, acara itu tentu menjadi masukan berarti buat mengisi "blog" pribadi yang sedang Anda baca ini:). Acara dua jam itu juga menyisakan "oleh-oleh" buat Anda, tentu dari saya.

Ada apa dengan Goethe dan Heidegger dan apa hubungannya dengan Habibie
serta Zaim Saidi?

Mari kita urai satu persatu-satu.

Johann Wolfgang von Goethe (28 Agustus 1749–22 Maret 1832) adalah novelis, sastrawan, humanis, ilmuwan dan filsuf Jerman. Ia merupakan salah satu dari tokoh terpenting dalam dunia sastra Jerman, Neoklasisisme dan Romantisme Eropa pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Ia juga pengarang Faust dan Zur Farbenlehre (Teori Warna), serta merupakan inspirasi bagi Darwin dengan penemuan terpisahnya terhadap tulang rahang pramaksilia manusia dan fokusnya kepada evolusi. Pengaruh Goethe tersebar di sepanjang Eropa, dan selama seabad ke depan karyanya merupakan sumber inspirasi utama dalam musik, drama, dan puisi
(http://id.wikipedia.o/wiki/Johann_Wolfgang_von_Goethe).

Lalu siapa Heidegger?

Martin Heidegger adalah seorang filsuf,lahir di Meßkirch, Jerman, 26 September 1889 dan meninggal 26 Mei 1976. Ia belajar di Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan kemudian menjadi profesor di sana 1928. Pemikirannya mempengaruhi banyak filsuf lain,termasuk murid-muridnya Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas, Emmanuel Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri
dan Karl Löwith. Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-Luc Nancy, dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya dengan mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan terhadap eksistentialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.

Apa yang menarik dari Goethe dan Heidegger?

Salah seorang "pembaca" Goethe adalah Ian Dallas, yang kemudian dipanggil Abdalqadir as-Sufi. Lahir di Ayr, Scotland pada 1930, seorang Shaykh of Tarbiyah (Instruction), pemimpin Darqawi-Shadhili-Qadiri Tariqa, pendiri Murabitun World Movement dan penulis buku-buku Sufism (Tasawwuf) dan teori politik. Sebelum "masuk" Islam (1967)pada Imam Masjid al-Qarawiyyin (Qarawiyyin Mosque) di Fes, Morocco,
ia adalah seorang penulis naskah drama dan aktor.


Salah satu fakta penting dan menarik tentang Goethe adalah kebenaran bahwa ia seorang muslim. Goethe hidup dalam masa transisi pemberlakuan uang kertas yang menggantikan uang emas dan uang perak. Karena itu, ia membuat 46 buku yang dilatarbelakangi sikap skeptisnya terhadap pemberlakuan uang kertas tersebut. Hal ini sebagaimana ia tuangkan dalam buku Faust II. Dalam buku tersebut dikisahkan seorang ilmuwan kimia bernama Faust yang berusaha membuat emas dari logam biasa demi meraih pengetahuan tertinggi dan memuaskan kesenangan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut ia membuat perjanjian dengan iblis, Mephistopheles. Keduanya kemudian bertemu seorang Kaisar yang kehabisan dana untuk menggaji tentara dan pelayan. Mephistopheles menawarinya jalan keluar dengan mencetak kertas bertandatangan Kaisar dan diedarkan kepada masyarakat.

Goethe telah melihat ekonomi uang modern yang didasarkan pada uang kertas merupakan kelanjutan cara-cara kimiawi dengan cara lain. Meskipun menulis dalam dekade awal abad ke-19, ia sudah meramalkan banyak pencapaian industrial pada abad berikutnya. Jauh sebelum Amerika Serikat (AS) diperhitungkan dalam pentas sejarah dunia, ia juga sudah memperkirakan bahwa AS akan membangun terusan untuk menghubungkan Samudera Atlantik dan Pasipik tersebut. Dengan demikian, Goethe sudah melihat sebelum waktunya capaian besar dunia industri yang akan didanai dengan sistem moneter uang kertas.

Pernyataan Goethe bahwa uang kertas adalah ciptaan setan memiliki korelasi dengan pemikiran Imam al-Ghazali yang menyatakan bahwa hikmah penciptaan Dinar dan Dirham tidak akan ditemukan di dalam hati yang berisi sampah hawa nafsu dan tempat permainan setan. Dengan demikian, Islam yang dipahami oleh Imam Ghazali dan Goethe membuahkan pemahaman yang sama, yaitu Dinar dan Dirham sebagai mata uang yang diciptakan oleh Allah, sedangkan uang kertas ciptaan setan.

Pemahaman ini juga diperjelas oleh Jack Weatherford yang menyatakan bahwa Al-Quran melarang riba lebih jelas daripada Injil, karena secara spesifik Al-Quran melarang penjualan “sesuatu yang sudah ada (nyata) dengan sesuatu yang tidak ada (gaib)”. Pertukaran yang nyata dengan yang gaib ini seperti pertukaran uang kertas (yang semula sebagai kuitansi tentang sejumlah uang emas atau uang perak) dengan ayam, kambing, hutan, dan sebagainya.

Dimana Habibie dan Zaim Saidi?
Saya naik taksi menuju acara ini. Pak supir taksi bilang,
"Dimana gedung Habibie Centernya, ya?"
"Wah, harus nanya, Pak. Alamatnya Kemang Selatan."
Akhirnya ketemu juga.
"Acara diskusi, Bu?"
"Habibie masih di Jerman gitu?"
"Gedungnya aja yang nangkring disini. Acaranya orang-orang pinter."

Zaim Saidi, penyunting buku "Heidegger for Muslim" menjadi "menarik" dalam diskusi publik ini. Beliau, sang penulis "Lawan Dolar dengan Dinar" juga orang yang pernah "berkunjung" ke Cape Town, dimana Shaykh Abdalqadir as Sufi bermukim (klik: www.zaimsaidi.org)

Kamis, 03 September 2009

"Bangun Dong, Habib!


Bangun dong, Habib ...
Jangan telat masuk sekolahnya.
Kan ummi malu ama ibu gurumu.
Jangan malas dong masuk sekolah.
Mau jadi apa, kamu?

Jangan Tanya Kenapa Saya Punya Rasa Rindu


Rasa itu milik Tuhan. Manis, asin, pahit jadi satu. Senang, sedih, dan marah. Begitu juga cinta dan kerinduan. "Saya rindu padamu, bolehkah?" Sama seperti saya ingin katakan, "Kangennya saya selalu." Semua ini mampir begitu saja buat orang-orang yang pernah mampir dalam episode kehidupan kita. Orang-orang yang pernah membuat kita sedih, marah, kalut, bimbang, dan cinta setengah mati.

Tolong jangan salahkan saya ketika sempat tertulis rindu pada "obrolan" lewat ruang maya ini.Saya tak mampu menjelaskan mengapa ini terjadi. Sama seperti bagaimana saya harus menjelaskan kenapa saya bisa sampai di sini. Saya anak kampung. Kedua orang tua saya dari kampung Pasir Lawas, desa kecil di pelosok Batusangkar, Sumatera Barat sana. Ibu saya yang biasa saya panggil mama dan nenek dari delapan orang cucu itu adalah anak ke-5 dari 7 bersaudara. Kakek kami (alm), ayahnya mama adalah guru di Kumango, seorang Datuk. Papa (alm) juga orang dari sana. Hanya saja keluarga besar papa tinggal di rumah gadang di atas bukit. Sedang mama di lurah (bawah bukit):)

Menurut cerita, papa sudah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ayahnya mati ditembak masa pemberontakan. Papa merantau ke Medan bersama pamannya sejak kelas 2 SD. Berbagai pekerjaan dilakoni hingga ia sampai ke Aceh (tepatnya Lhokseumawe), tempat diriku dilahirkan. Kota industri yang sering disebut dengan Petrodolar karena perusahaan besar "hadir" disana, PT Arun LNG dan ExxonMobil (70-an). "Rezeki" ini pulalah yang mampu "mengantarkan aku dan kedua kakak perempuanku dapat bersekolah ke Bandung. Pulau Jawa yang masa di Aceh dulu tak pernah terpikirkan olehku.

Ah, kehidupan ... bawalah daku bersama Sang Bayu ... !

Rabu, 02 September 2009

Lupa lagi ... lupa lagi ...

Aku sedih. Shalat rasanya gak serius amat. Lupa-lupa aja raka'atnya. Ya, Tuhan ... aku minta ampun ya. badan pun rasanya capek bener. Kok aku rasanya dah tua amat ya? Padahal umurku baru 31 tahun. Katanya itu umur masih muda. Kulihat-lihat ke kaca. Belum tua ya. Belum keriput. Ah, siapa sih aku?

Gempa Euy

2 September 2009, menjelang sore, gempa terasa di Depok, Bandung, Jakarta, bahkan katanya sampe ke Bali. Pusat gempa ada di Tasik mencapai 7 skala richter. Itulah mengapa judul obrolan ini Gempa Euy, maksudnya gempa di Tanah Sunda:)
Seorang teman bertanya, kamu lagi di Depok atau Aceh sih karena baru saja kukabarkan padanya bahwa terasa ada gempa di Depok. Dia di Makasar saat itu, katanya. Kami lagi chatting, koneksi internet pun sempat terputus.

"Aku lagi di Depok, frend ... kota yang akan menjadi "Gampong Aceh". Lho?? Akankah tsunami menerjang Tanah Jawa? Entahlah, yang jelas ada sekitar 10 detik, gempa terasa di sini, entah sama ato enggak dengan gempa yang kemudian disusul tsunami di Aceh Desember 2004 silam. Yang pasti, sudah banyak tenda yang bertuliskan "Mie Aceh" berdiri di Depok, kota pinggiran Jakarta yang termasuk dalam propinsi Jawa Barat ini. Kok kayak LKS anak SD seh?

Ada korban luka dan tewas, baik di Jakarta, Cianjur, Rancabali, Tasik, dan sekitarnya.Inilah kabar dan kejadian yang selalu menegangkan dan merisaukan, memutuskan, dan mengganggu sambungan telekomunikasi. Selalu menjadi mimpi buruk. Namun, insyaallah, tidak mengganggu jalinan kasih kita dengan Sang Pengasih. Inilah mimpi indah. Alhamdulillah.

Senin, 31 Agustus 2009

"Cinta Itu Apa Sih, Mi?"

Putri saya yang pertama, anak kedua saya yang cantik jelita itu di suatu siang bertanya sementara saya lagi beberes rumah (yang gak ada habis-habisnya:), " Mi, cinta itu apa sih?"
"Nah lho, jawab!" kata ayahnya.
"Hmmmm ... apa yah."
Saya mulai bersenandung, "Cinta adalah kenangan.... rasanya tak mudah dilupakan... tangisan, dan tawa serta riang canda .... semua tumbuh jadi satu ... ( hehehehe ... lupa, kalo gak salah).
Semoga kau selalu penuh cinta, jadi yang tercinta. dicinta oleh pecinta, dan menemukan cinta sejatimu, sayang ...

Minggu, 30 Agustus 2009

.... Ya Allah ...

Ya Allah, hamba memohon agar Kau memilihkan mana yang baik menurutMu
Hamba mohon berikan kepastian dengan ketentuanMu
Hamba mohon dengan kemurahanMu yang Maha Agung
Sesungguhnya hanya Dikau yang berkuasa sedang hamba tidak Tahu apa-apa
Engkaulah yang Maha Tahu apa yang tersembunyi, Ya Allah …
Ya Allah, Ya Rabb …
Jika bagiMu persoalan ini baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan dalam
Penghidupan hamba dan baik pula akibatnya bagi hamba …
Maka berikanlah perkara ini bagi hamba dan mudahkanlah jalanNya,
berikanlah juga keberkahan di dalamnya …..
Ya allah, Ya Rabb ….
Jika bagiMu hal ini tidak baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan penghidupan hamba,
Dan tidak baik pula akibatnya untuk hamba,
Maka jauhkanlah hal ini dari hamba …
Ya Allah ….
Berikanlah kebaikan di mana saja hamba berada,
jadikanlah hamba orang yang rela atas anugerah-Mu

Rabbana hablana min azwaazina wa dzurriyatina
Qurrata a’yun waja’alna lil muttaqiina imaama …
Rabbana dzalamna anfusana wa ‘iillam takhfirlana
Wa tarhamna lanaa qunnana ‘alal qaumil kaafirin
Rabbana laa tuziqquluubana ba’da idzhadaiatana
Wahablana milladunka rahma, innaka antal wahhaab ..
Ya Allah, hamba memohon agar Kau memilihkan mana yang baik menurutMu
Hamba mohon berikan kepastian dengan ketentuanMu
Hamba mohon dengan kemurahanMu yang Maha Agung
Sesungguhnya hanya Dikau yang berkuasa sedang hamba tidak Tahu apa-apa
Engkaulah yang Maha Tahu apa yang tersembunyi, Ya Allah …
Ya Allah, Ya Rabb …
Jika bagiMu persoalan ini baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan dalam
Penghidupan hamba dan baik pula akibatnya bagi hamba …
Maka berikanlah perkara ini bagi hamba dan mudahkanlah jalanNya,
berikanlah juga keberkahan di dalamnya …..
Ya allah, Ya Rabb ….
Jika bagiMu hal ini tidak baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan penghidupan hamba,
Dan tidak baik pula akibatnya untuk hamba,
Maka jauhkanlah hal ini dari hamba …
Ya Allah ….
Berikanlah kebaikan di mana saja hamba berada,
jadikanlah hamba orang yang rela atas anugerah-Mu

Rabbana hablana min azwaazina wa dzurriyatina
Qurrata a’yun waja’alna lil muttaqiina imaama …
Rabbana dzalamna anfusana wa ‘iillam takhfirlana
Wa tarhamna lanaa qunnana ‘alal qaumil kaafirin
Rabbana laa tuziqquluubana ba’da idzhadaiatana
Wahablana milladunka rahma, innaka antal wahhaab ..

Kenapa Saya Suka Dinar?

DINAR ... !
Kenapa saya suka kamu?
Entahlah, pertemuan pertama kita lewat "seseorang" yang ingin pergi Haji, dia ingin membawa dinar. Begitu katanya. Lalu .... hilang!
Aku yang sudah lama resah dengan yang namanya situasi sosial politik yang tak "menyejukkan" ... menemukan DINAR kembali lewat buku. DINAR bukan soal HAJI atau Mekah. DINAR is ISLAM, yang hampir terlupakan banyak orang. DINAR is SOLUTION dari segala persoalan. Rahmatan lil 'alamin.

Bagaimana bisa mendapatkanmu, DINAR?
Belilah!Lihat dulu rate-nya hari ini. Kunjungi situsnya. Tukarkan uang kertasmu dengan seberapa keping DINAR yang ingin kau beli. Kau pasti akan mendapatkannya ... ! Sungguh! Selamat berjumpa dengan DINAR, sebuah keajaiban !

Bertanya

Ketika saya bertanya kepada seorang mahasiswa yang aktif di salah satu partai politik, sebut saja partai X, ”Mengapa kalian berpikir bahwa masyarakat di daerah kita memang benar-benar membutuhkan pasar murah?” Dia menjawab,”Pembantu yang bekerja di rumah seorang kader bilang, mereka butuh pasar murah.” Saya menyayangkan, logika itu benar-benar payah. Saat seorang pembantu bilang bahwa dia dan para tetangganya butuh pasar murah, maka dilaksanakanlah pasar murah. Padahal pertanyaan saya, mengapa rakyat diyakini benar membutuhkan pasar murah itu?
Setelah diteliti, mahasiswa dan beberapa teman-temannya itu bingung harus melakukan kegiatan apa yang membawa “bendera” partainya. Sebelumnya, pernah dilakukan pos kesehatan murah. Baru dua kali kegiatan itu diadakan, peminatnya menurun. Mereka pikir, mungkin masyarakat sudah pada sehat. Baru satu orang menyampaikan pasar murah, namun sudah dianggap kegiatan itu sebagai kebutuhan.
Penggiat partai politik X sebagian besar memang mahasiswa. Di daerah ini yang sebagian besar penghuninya mahasiswa, partai X pun memenangkan pemilu legislatif lalu. Namun perjuangan tak berhenti dengan hanya kemenangan suara.
Setelah Pemilu 5 April lalu usai, mereka juga “tutup buku”. Warung dadakan yang mereka bangun menjelang kampanye pun “closed.” Padahal mereka pernah bilang bahwa warung itu harus long term. Posisi warung sangat bagus sebagai ruang publik yang lebih heterogen, katanya. Tapi, kenyataan bicara lain, mereka “hilang.” Setelah diteliti, mereka ternyata harus balik ke kampus. “Masih banyak kuliah, praktikum, dan tugas-tugas.” Nah lho ? Beginikah “berpolitik” ala mahasiswa?

***

Masa NKK/BKK sudah lewat. Bukan masanya lagi memperdebatkan soal boleh tidaknya mahasiswa berpolitik . Berpolitik dalam artian luas, segala kegiatan yang dilakukan untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dalam ruang lingkup kecil, mahasiswa berpolitik terjadi dalam lembaga kemahasiswaan. Partai politik, merupakan lingkup yang lebih luas lagi. Ada sebagian pihak menolak mahasiswa bergabung dalam parpol dengan alasan mahasiswa telah mengingkari hakikatnya sebagai moral force. Namun saya menolak pendapat ini. Menurut saya, keterlibatan mahasiswa dalam parpol adalah salah satu bentuk penyikapan sebagian mahasiswa untuk terlibat langsung dalam menjalankan agenda reformasi dengan tetap bergerak berdasarkan nurani dan nilai-nilai moral. Artinya, ketika mahasiswa telah masuk dalam ranah parpol ini maka yang harus terjadi adalah pencerahan (aufklarung). Mahasiswa sebagai produk kampus yang intelektual, rasional, dan moralis harus mampu menjalankan agenda reformasi yang bersih, kreatif dan “keluar” dari pola-pola yang dianggap lumrah. Maksudnya, jika program-program dan cara-cara yang dilakukan mahasiswa setali tiga uang dengan apa yang dilakukan oleh para politisi busuk maka : berhentilah berpolitik, mahasiswa !
Dari kasus yang saya ceritakan di atas, sungguh sebuah ironisme. Pasar murah, bakti sosial, bagi-bagi sembako, pos kesehatan gratis sering dijadikan kegiatan “wajib” para parpol. Bahkan kegiatan ini telah menjadi agenda populer menjelang dan masa-masa kampanye. Terlebih menjelang pemilu, kegiatan ini pun dikemas dalam judul kegiatan sosial. Sayangnya, kegiatan ini tak pernah berkelanjutan. Bahkan ironisnya, tak sedikit rakyat kecewa karena jumlah barang yang ditawarkan kurang dari kupon yang dibagikan. Kualitas barang yang ada pun sering kurang layak. Tapi, siapa yang bisa protes, namanya juga murah atau gratis. Bentuk kegiatan massal seperti ini malah tak jarang melupakan substansi persoalan, mengapa rakyat terpaksa membutuhkan sembako, pasar, dan kesehatan murah atau cuma-cuma.
Bukan rahasia umum lagi, masa-masa kampanye adalah panen baju dan uang bagi sebagian masyarakat seperti tukang ojek, supir angkot, pedagang makanan, bahkan ibu-ibu rumah tangga yang “jago” mengkoordinir anak-anak dan tetangga untuk arak-arakan di jalan. Dalam tempo kurang sebulan, mereka punya kaos baru sebanyak lima hingga enam pasang. Sekali kampanye, dapat dua puluh ribu. Tiga kali putaran kampanye, lumayanlah buat makan tiga minggu. Biasanya juga sering minjem ataupun ngutang.
Jika semua itu dilakukan para politisi busuk, sudah biasa. Namun ketika mahasiswa yang terlibat parpol juga melakukan hal yang sama, menyedihkan bukan? Pilihan untuk melaksanakan suatu kegiatan juga harusnya tidak bersifat instan dan semata-mata ingin menyuap “suara” rakyat. Apakah dengan melaksanakan pasar murah yang hanya sebulan sekali itu, persoalan rakyat miskin mampu diminimalisir? Atau warung yang tidak harus tutup jika masyarakat juga “diajak” berwirausaha.
Mereka tak memiliki daya beli yang tinggi karena ekonomi rumah tangga mereka berantakan. Penyebabnya mulai dari rendahnya pendidikan, tidak memiliki skill hingga tak adanya dukungan terhadap usaha kecil yang mereka bangun. Akses mereka ke golongan bermodal pun sangat rendah. Hingga yang muncul adalah apatis, minder, dan dipaksa menerima keadaan yang serba pas-pasan itu. Pasar murah yang insidental itu tak mampu menjawab persoalan ini. Bahkan tak jarang untuk bisa ikut pasar murah, mereka harus ngutang dulu.
Mahasiswa yang sudah kaya dengan teori saatnya melakukan kerja prakteknya disini. Ilmu psikologi dasar yang kita punya diaplikasikan untuk menyentuh psikis mereka hingga memiliki kepercayaan diri untuk merubah nasibnya. Memperoleh kembali semangat achivement terhadap sesuatu yang mereka inginkan. Merubah pola pikir yang top down. Menyadarkan bahwa mereka merupakan bagian dari dunia yang punya hak untuk hidup layak melalui segenap usaha yang dilakukan. Ilmu teknik, manajemen atau terapan lainnya yang sedang kita pelajari seharusnya diberikan kepada masyarakat untuk memaksimalkan skil-nya. Sehingga mereka memiliki modal untuk mandiri dan berkompetisi dengan lainnya. Kita pun mampu mengajak masyarakat membangun akses atau jaringan yang kuat dengan siapapun.
Persoalan yang ada di masyarakat dirumuskan, diidentifikasi, dan dicarikan problem solving-nya. Sehingga yang muncul bukanlah program atau kegiatan instan yang hanya temporer dan insidental tetapi kegiatan yang berkesinambungan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Mahasiswa hanya membantu “mengantarkan” masyarakat menuju penyadaran dan perubahan pola pikir agar tidak lagi terhasut oleh janji-janji dan suapan para politisi busuk. Jika mahasiswa tak mampu mengaplikasikan rasionalitas, intelektualitas, dan moralitasnya itu dalam keterlibatannya di parpol, lebih baik “pulang” saja ke kampus, menara gading itu!

"Kok Belum Tidur?"

Tengah malam terbangun. Komputer masih nyala bersama sambungan internetnya. Ada pesan mampir di FB-ku,"Kok belum tidur, Bu?"
Aih ... siapa elu!Hehehehe. Yang pasti seorang temanlah di ujung pulau sana yang bertanya demikian. Tapi kemudian dia offline. Ditanya, kenapa belum tidur, kenapa ya? Ya, belumlah. Susah amat. Hihihi. Jelasnya, aku udah tertidur, cuma lupa matiin komputer. Jadi sebalnya, pesan apa aja bisa nangkring di FB, YM, Googletalk, tah ... apalagilah namanya itu.

Ah, gak enak juga ama suami yak. Kok gak hemat listrik dan pulsa internet seh? Irit dong! Hehehehe .... Makanya dimatiin sebelum tidur! Tapi ... dipikir-pikir, mau listrik dimatiin dan sambungin internetnya di-disconnected-kan pun, sentralnya tetap jalan. Apaan tuh? Yah itu tuh PLN ama TELKOM, MONOPOLITER. Maksudnya si tukang monopoli. Bukan permainan monopoli. Monopoli disini maksudnya penguasa tunggal untuk akses-akses publik seperti listrik dan telekomunikasi. Sebenarnya, kuota dan pemakaian kita pun dah dibatasi. Gak mungkin di luar limit, nanti jeblok sendiri. Jadi ... ngapain dipikirin? Hehehehe.

Maaf teman, begini seriusnya .... Saya pengen bilang kalo tidur, makan, minum, kawin ... bukan gua yang ngatur. Seperti kenapa juga gua hidup di perut ibu ampe 9 bulan lalu lahir, berkembang, mati ... Yang jelas, kalo ngantuk, pastilah kita "ditidurkan" (bukan ditiduri, ya?)Kalo itu mah, urusan TOP SECRET!! Kalo laper, kita dikasi makan. Kalo haus, ya minum ...

Ah ... semoga bermanfaat !

Sabtu, 29 Agustus 2009

Universitas Negeri Antah Barantah : Catatan Kritis

Teman saya yang menjadi dosen di daerah sana pernah bilang,”Pendidikan tinggi kita payah. Obsesinya mau jadi universitas riset tapi sistemnya malah dibangun untuk menjadi universitas dagang.” Dia dosen muda. Entah kenapa dia bicara begitu kesalnya. Katanya, dia “dijegal” waktu ikut test CPNS dengan alasan administrasi. Padahal dia cukup pintar, alumnus universitas wahid di negeri ini, dan punya idealisme tinggi untuk memajukan pendidikan di daerah yang masih rendah mutu pendidikannya. “Aku tak mau memberi “jaminan” untuk ikut tes masuk CPNS, katanya.” Ya, mungkin itu salah satu jawaban penyebab kegagalannya, tak ada “jaminan”.

Cerita teman saya di atas adalah salah satu masalah pelik dalam sistem pendidikan kita. Jika sistem pendidikan diibaratkan sebuah komputer maka komponen-komponen yang melingkupinya ada hardware (gedung kuliah, perpustakaan, laboratorium, penerbitan universitas, sarana kegiatan mahasiswa dan penunjang lainnya), software (kurikulum, jadwal perkuliahan, materi pengajaran), dan brainware (dosen, mahasiswa). Sebuah pendidikan tinggi yang berorientasi riset, tidak bisa tidak unsur-unsur ini harus dipenuhi.

Mari kita bicara tentang gedung kuliah, perpustakaan, dan laboratorium. Berapa jumlah mahasiswa ? Dengan jumlah sedemikian berapa daya tampung yang layak bagi sebuah ruang kelas ? Berapa luas perpustakaan yang pantas untuk memenuhi jumlah mahasiwa ? Berapa jumlah bukunya ? Bagaimana kualitas buku-bukunya ? Bagaimana desain ruang perpustakaan yang nyaman untuk membaca ? Bagaimana sarana jaringan komputernya ? Berapa jumlah laboratorium yang dibutuhkan oleh masing-masing jurusan baik eksak maupun non eksak ? Bagaimana dengan keberadaan penerbitan universitas yang menjadi “pabrik” pengolah buku-buku teks perkuliahan dan terbitan riset-riset ilmiah para dosen ? Dan sarana unit-unit kegiatan mahasiswa sebagai tempat ilmu informal yang tak diperoleh di bangku kuliah ?

Peningkatan jumlah mahasiswa tidak dibarengi dengan peningkatan fasilitas di ruang kelas, perpustakaan, laboratorium. Dan yang terjadi ; kelas menjadi demikian sesak oleh mahasiswa yang over capacity, dosen harus cepat-cepat mengajar karena kelas akan dipakai oleh dosen lain, buku-buku perpustakaan menjadi rebutan karena jumlahnya yang minim, laboratorium hanya menjadi tempat mendengarkan ceramah “asisten” karena alat-alatnya yang minim.

Lalu bagaimana dengan kurikulum yang tak pernah konsisten dan terarah ? Mata kuliah yang tak sistematis ? Jadwal kuliah yang tak pernah tepat waktu sehingga mengganggu jumlah minggu efektif dalam satu semester ? Materi perkuliahan yang stagnan ? Mengapa mahasiswa diorientasikan hanya untuk menghapal catatan agar dapat menjawab soal-soal ujian ? Bagaimana proses rekruitmen dosen ? Mengapa tak ada tahapan seleksi yang terbuka ? Bagaimana proses penerimaan mahasiswa ? Layakkah sistem UMPTN dipertahankan keberadaannya ? Bagaimana hasil penelitian ilmiah mahasiswa ? Apakah bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan kebutuhan masyarakat ?

Ambil sebuah masalah. Perpustakaan dan penerbitan universitas menjadi salah satu ciri sebuah universitas riset. Keduanya menyimpan nilai sebuah ilmu. Buku-buku, jurnal ilmiah, hasil-hasil skripsi, tesis, dan disertasi ada di sini. Dan penerbitan menjadi sebuah pabrik bagi terbitan-terbitan kebutuhan universitas. Tapi cobalah hitung, berapa banyak universitas negeri di Indonesia yang memiliki penerbit sendiri ? Atau memiliki perpustakaan yang memadai ? Banyak teman yang mengeluh dari daerah-daerah lain. Mereka begitu sulit menemukan buku bermutu. Saya pikir ini hanya ganjalan pribadi tapi hampir semua teman-teman di daerah manapun merasakan hal yang sama. Walau mereka agak sedikit terperangah,”Masa di Pulau Jawa seperti itu juga ?”

Tidak usah jauh-jauh, coba ini kita kritisi. Jangan berharap muluk dengan obsesi universitas riset kalau prasarana yang dua ini tak segera dibenahi. Karena buku-buku dan terbitan ilmiah menjadi urat nadi sebuah pendidikan tinggi. Menjadi kondisi yang mendukung kreativitas dosen dan mahasiswa dalam menghasilkan karya-karya ilmiah. Hingga pada tataran yang paling ideal, dapat memperluas khazanah keilmuan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Bukan hal yang mustahil, hal ini mendorong suasana ilmiah yang kondusif.

Saya pernah “berjalan-jalan” ke Universitas Harvard di AS. Hanya dengan modal www.harvard.edu. Universitas bergengsi ini memang nyatanya membuat saya iri. Melihatnya melalui alam virtual telah membuat ruang mimpi dalam pikiran saya. Seandainya universitas di negeri kita …. Punya gedung yang megah, banyak professor, banyak jurnal ilmiah karya para dosennya, perpustakaan yang buku-bukunya bisa dibaca bebas 24 jam, unit-unit mahasiswa yang menunjukkan kompleksitas mahasiswanya….. Ups, cukup sampai disini. Saya tak mau melanjutkannya. Seorang teman membangunkan saya, “Kamu sedang bermimpi. AS negara maju. Sementara kita masih sibuk dengan masalah krisis. “ Saya marah. Bukan karena dibangunkan tapi karena kita selalu merasa kalah. Pantas saja mereka menyebut kita negara terbelakang (negara dunia ketiga). Punya harapan saja sepertinya haram. Semoga bukan apologi dari ketidakinginan. ! Wallahu’alam.

(ditebitkan di Tabloid Mahasiswa dJatinagor Fikom Unpad Edisi VII)

Multikulturalisme Media Massa Lokal Menuju Perdamaian

Think globally act locally. Ungkapan ini dikemukakan Mahatma Gandhi puluhan tahun yang lalu. Sederhana tapi dalam maknanya. Gandhi hidup dalam setting sosial India yang saat itu dijajah oleh Inggris. Penjajahan telah membangkitkan semangat nasionalisme dalam masyarakat yang dijajah. Solidaritas masyarakat dalam menghadapi penjajah saat itu telah menumbuhkan nasionalisme dalam masyarakat India. Nasionalisme adalah kata yang berhubungan erat dengan kata negara dan bangsa yang menjadi sebuah gagasan hegemonik (Nagengast dalam Majalah Basement, Vol I No 1 September 1999, Unpas, Bandung ). Menurut Kellas, nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi dan tingkah laku yang sulit untuk dipisahkan. Nasionalisme sebagai ideologi terbentuk oleh gagasan negara bangsa dan menjadikannya basis untuk bertindak sehingga esensi bangsa tidak pernah berubah.

Sementara etnonasionalisme itu sendiri baru berkembang kemudian. Etno-nasionalisme lebih banyak terjadi disebabkan adanya ketidaksetaraan nyata dan eksploitasi baru yang lestari dalam sebuah bangsa. Proses penindasan dan diskriminasi yang dirasakan, telah menghapuskan imajinasi tentang mimpi hidup bersama dalam sebuah bangsa, dan dengan komunitas yang majemuk. Sesuai dengan Kellas, etnonasionalisme di sini dapat dikatakan sebagai suatu bentuk ideologi akibat keterasingan etnisitas dalam sebuah bangsa.

Semangat yang coba dibangun dalam solidaritas India saat itu memang cukup baik dalam menghadapi penjajahan Inggris. Meminjam pendapat Tilly, selama lima abad, nasionalisme di Eropa yang telah menegaskan upaya untuk mencapai kepentingan kelas berkuasa menunjukkan efektifnya kegiatan homogenisasi. Hal itu menunjukkan bahwa semangat homogenitas yang dibangun sebagai alat kohesi sosial telah membuat cita-cita nasionalisme menjadi kuat. Negara harus mengikuti masyarakat yang homogen karena masyarakat yang seperti itu lebih memiliki tujuan yang jelas. Semangat patriotis pun dapat ditumbuhkan dengan lebih mudah. Pada sisi lain, hal ini meresahkan Gandhi, sang tokoh yang amat disegani masyarakat India dan dunia internasional masa itu. Jika hal ini dibiarkan, ia akan menjadi sesuatu yang kontraproduktif manakala nasionalisme yang terbentuk, mengarah pada semangat etnonasionalisme yang rentan dengan nuansa chauvinistik (kecintaan yang berlebihan pada diri sendiri / kelompok/ golongan). Suatu hal yang tak dapat dipungkiri, dalam kacamata global, India adalah bagian dari negara-negara di dunia. India hidup dalam hubungan negara-negara di pentas global yang saling berhubungan (interconnection) dan saling ketergantungan (interdependency) dalam segala aspek kehidupan ; ekonomi, sosial, budaya, ideologi, historis, dan pertahanan keamanan. Sehingga ide tentang etnonasionalisme hanya akan membuat India kembali masuk dalam keterpurukan kedua setelah lepas dari penjajahan. Bagi Gandhi, solidaritas bangsa India tetap harus dibangun dalam kerangka pikir global yang sarat dengan dinamika multikultural (budaya majemuk) dalam sebuah ungkapan di atas, “berpikir global, bertindak lokal.” Jika tidak, hal ini akan menjadi malapetaka bagi India karena terjebak pada paradigma sempit memandang kehidupannya di pentas dunia..

***

Paradigma multikultural itu pun hendaknya mulai dibangun dalam dunia jurnalisme Indonesia khususnya jurnalisme lokal/ daerah. Media massa sebagai output jurnalisme telah menjadi kekuatan dominan dalam masyarakat informasi saat ini. Reformasi 1998 yang berimplikasi pada kemudahan setiap orang/ kelompok untuk mendirikan industri media massa _ asalkan memiliki modal finansial dan sumber daya manusia _ telah memberi “angin” kebebasan berekspresi dan berkompetisi yang lebih ketat bagi media-media massa. Orientasi pemberitaan pun mengalami pergeseran. Masa orde baru yang otoriter dan represif terhadap media massa, tak ditemui lagi pada masa reformasi, yang memungkinkan kritik dan pembongkaran realitas semu selama ini berseliweran dengan bebas. Gejolak-gejolak sosial yang semakin eskalatif sejak reformasi bergulir pun menjadi tantangan baru bagi media massa untuk segera me-reposisi dirinya. Konflik-konflik yang terjadi di Aceh, Maluku, Irian Jaya, Sampit dan beberapa daerah lainnya menjadi pertanyaan besar bagi media massa khususnya media massa lokal : bagaimana ia melakukan pemberitaannya ? Khusus terhadap kasus Aceh dengan pilihan kemerdekaan yang menguat sekarang ini, bagaimanakah media massa lokal Aceh menyikapi hal ini ?

Media massa sebagai wacana tidak bisa dilepaskan dari konteks bahasa, pengetahuan dan kekuasaan yang melingkupinya. Wacana dalam konteks ini dimaksudkan sebagai semua bidang pernyataan yang kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan atau praktek regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan (Foucoult, 1972). Dalam konteks inilah media massa dilihat sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari permasalahan ideologis yang mempengaruhi gaya, ungkapan, dan kosa kata berbahasa. Media massa sebagai produsen bahasa dan simbol-simbol disebut sebagai produsen pengetahuan berupa kebenaran atau realitas.

Dalam permasalahan konflik di Aceh, media massa lokal menjadi cerminan realitas yang terlihat lebih “jujur” dibandingkan dengan media-media massa yang berskala nasional. Pada sebuah perdebatan mengenai rasisme oleh media massa, seorang wartawan dari media mingguan Tottenham Herald, London, mengatakan bahwa realitas yang disajikan oleh jurnalis di media massa adalah refleksi sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat. Jika jurnalis hidup dan berkembang dalam masyarakat yang rasis, maka rasis-lah yang dihasilkan dalam pemberitaannya (John Tackara, 1979 : 90). Jika media massa lokal memberitakan keberadaan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Aceh dengan sangat skeptis, maka jurnalis akan membela dirinya bahwa itulah sesungguhnya kondisi yang terjadi di lapangan sosialnya.

Bahasa atau simbol-simbol dalam berita media massa terhadap pencitraan GAM/ TNI. menjadi sebuah pengetahuan yang dianggap benar atas realitas Aceh saat ini. GAM yang separatis dan sering melakukan gerilya penyerangan menjadi simbol citra masyarakat Aceh yang penuh kekerasan dan tak mau diajak kompromi. Pemberitaan tentang penyerangan GAM terhadap markas-markas TNI, pembakaran rumah-rumah penduduk sipil, teror terhadap industri-industri vital di Aceh seperti Exxonmobil, menjadi sebuah kebenaran pengetahuan bagi pemerintah untuk segera melakukan darurat militer terbatas (apapun namanya) di Aceh. Pemberitaan media massa terhadap sweeping yang dilakukan oleh ABRI terhadap masyarakat sipil, penyerangan mendadak pada pemukiman penduduk, atau teror-teror dan penculikan masyarakat yang sangat represif pun menjadi sebuah kebenaran pengetahuan bagi masyarakat Aceh untuk terus menunjukkan kebencian dan kecurigaan kepada ABRI. Kedua kelompok itu berpolemik (pertarungan pendapat) pada “ruang-ruang” media dengan “gaya” saling menuding dan mencari kambing hitam. Media massa pun menjadi arena pertarungan opini publik yang tak kunjung usai. Bahkan terkesan media menjadi salah satu penyebab permasalahan yang berlarut-larut.

***

Wacana etnonasionalisme yang dibangun GAM pun menjadi pemberitaan yang tak mungkin dihindari oleh media massa lokal. Seperti makan buah simalakama, media massa tak mungkin menjadi kekuatan yang menentang arus dominan. Sehingga pada satu sisi, terkesan, media massa lokal pun melakukan usaha “mencari selamat”. Wacana kemerdekaan bangsa Aceh yang dihembuskan oleh GAM akhirnya menjadi wacana dominan bahwa itulah kebenaran terhadap realitas sosial Aceh masa kini. Bagi kekuatan yang melawan arus ini, maka dia bukanlah bagian dari bangsa Aceh (pengingkaran terhadap semangat etnonasionalisme yang coba dibangun). Hingga akhirnya, wacana chauvinistik yang kontraproduktif dalam kacamata Gandhi tadi, terpaksa hadir dalam pemberitaan media-media massa lokal. Masyarakat yang menjadi tidak kritis akibat “represifitas” psikologis itu, akhirnya memaknai bahwa inilah kebenaran yang harus diperjuangkan dalam tataran praksis.

Pilihan-pilihan penyelesaian masalah terhadap konflik Aceh sesungguhnya bukanlah permasalahan utama. Apalagi jika pilihan-pilihan itu tak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis bagaimana pendekatan komprehensif yang terbaik dilakukan terhadap Aceh. Hal ini pun hendaknya disadari oleh media-media massa lokal yang seharusnya dapat menjadi “rekonsiliator” konflik. Pemberitaan yang seimbang dan multidimesi (multikultural) menjadi salah satu peran yang dapat dilakukan media massa lokal dalam menyikapi konflik yang terus menunjukkan grafik eskalatif. Hal ini sangat perlu bagi tiap kelompok masyarakat dalam melihat permasalahan konflik Aceh dengan cara pandang (wawasan) yang lebih luas.

Wacana multikultural yang dihadirkan oleh media massa menjadi hal penting bagi masyarakat Aceh ataupun di luar Aceh dalam memandang persoalan saat ini. Wacana multikultural dapat dilihat dalam penggunaan bahasa yang disampaikan oleh media massa, pemilihan narasumber, penulisan feature-feature yang menekankan aspek kontemplatif dan komparatif. Wacana itu disampaikan dalam tataran dimensi global dan aspek kekinian. Pada tataran inilah, media massa tak hanya terjebak menjadi corong bagi opsi-opsi yang berkembang saat ini. Tetapi pada akhirnya media massa mampu menjadi agen kreatif, yang “keluar” dari kejumudan opsi-opsi penyelesaian masalah Aceh.

Rencana penerapan darurat militer terbatas di Aceh saat ini pun harus dapat disikapi media massa secara komprehensif dan filosofis. Hendaknya media massa tak terjebak pada berita-berita tentang bagaimana kesiapan militer menghadapi “kekuatan” GAM saat ini (jumlah personil militer yang diturunkan, persenjataan yang siap digunakan) atau pada resistensi GAM menghadapi hal tersebut. Media massa dapat menghadirkan realitas lain, di sudut dunia lain, atau dengan perspektif yang lain, memandang bagaimana penyelesaian konflik suatu daerah dengan “peperangan” akan melahirkan masalah-masalah baru. Apalagi jika ketidakmatangan rencana dan aturan main di lapangan tidak disepakati dengan baik oleh pihak-pihak yang bertikai (jika memang solusi “perang” menjadi final dan tak dapat ditawar-tawar lagi). Kebuntuan media massa dengan kacamata kudanya dalam melihat persoalan ini selalu dari perspektif GAM, TNI, dan pemerintah, akan terus memapankan psikologis “perang” pada masyarakat di dalam dan luar Aceh.

Paradigma multikultur yang coba dibangun dalam media massa, cepat atau lambat akan kembali mengukuhkan peran media massa sebagai kekuatan keempat negara (the fourth estate). Apalagi idealisme media massa lokal masih lebih tinggi dibandingkan media-media massa besar yang semakin sarat kepentingan bisnisnya. Sehingga wacana multikultur yang akan membangun semangat jurnalisme perdamaian _ berorientasi damai, mengungkap ketidakbenaran, fokus pada penderitaan rakyat/ orang banyak, berakhir pada : resolusi, rekonstruksi, dan rekonsiliasi _ pada akhirnya mampu menempatkan media massa sebagai pihak yang berperan meredam perbedaan konflik dan kesenjangan di antara pihak-pihak bertikai. Malah mungkin dalam jurnalisme damainya”, media massa mampu menghantarkan pihak-pihak yang bertikai menuju meja perundingan. Memang tidak mudah, tapi inilah taruhan bagi kemanusiaan. Lagipula, media massa pun tak ingin jika dijadikan kambing hitam bagi “pembesaran” konflik seperti yang terjadi dalam persoalan di Yugoslavia. Selanjutnya, siapkah media massa lokal kita ?

(Pembantaian Teungku Bantaqiyah dan Santri-santrinya)

RESENSI BUKU

Judul : Tragedi Anak Bangsa
(Pembantaian Teungku Bantaqiyah dan Santri-santrinya)
Penulis : Amran Zamzani
bersama tim penulis : Teuku Kemal Fasya dkk
Penerbit : PT Bina Rena Pariwara,
Cetakan I : Feb 2001
Hal : 248 hal + xxvi
Pengantar : Nurcholish Madjid dan Emil Salim

Penguburan dilakukan tanpa upacara dan doa-doa
Tidak ada penghormatan
Tak ada taburan bunga
Yang ada hanyalah kebengisan memancar dari wajah yang penuh loreng
Ada kemarahan besar di sorot mata mereka
Entah karena apa. Entah untuk apa !

Kata-kata yang tertulis pada buku ini (hal 57) terasa begitu menyayat dan mengiris-iris hati. Rekaman media lokal/ nasional dan laporan beberapa tim pencari fakta tindak kekerasan telah menambah daftar panjang tragedi yang tak pernah tersingkap di negeri ini khususnya di bumi Aceh. Beutong Ateuh adalah sebuah kemukiman (kumpulan beberapa desa) yang letaknya terpencil di lembah Gunung Singgah Mata (Aceh Barat) yang berada dalam gugusan Pegunungan Bukit Barisan. Medannya cukup sulit dengan batu bercadas dan tanah liat yang licin. Udara dan mata air pegunungan yang masih bersih menjadi ciri khas daerah pegunungan seperti ini. Masyarakat petani yang sederhana dengan kehidupan religius yang masih kental menjadi sebuah keseimbangan komunitas. Tapi kedamaian itu tiba-tiba menjadi langit kelabu pada 23 Juli 1999. Tragedi kemanusiaan yang menggenangkan darah-darah tak berdosa dan air mata ketakutan telah terukir dalam catatan sejarah Beutong Ateuh yang anonim. Catatan yang terukir dalam hati-hati para janda dan anak-anak kecil yang kehilangan bapaknya telah menyisakan ruang-ruang trauma dan dendam yang tak berbatas.
Rekaman tragis itu tersibak sebagiannya dalam buku ini, “Tragedi Anak Bangsa, Pembantaian Teungku Bantaqiyah dan Santri-santrinya.” Teungku Bantaqiyah, pemimpin dayah (pasantren) di Beutong Ateuh, bersama santri-santrinya telah menjadi salah satu korban dari ribuan korban kemanusiaan di Aceh yang tak jelas rimbanya hingga saat ini. Dengan dalih pembersihan tokoh-tokoh pemberontakan yang akan mengancam keutuhan bangsa dan negara, darah Teungku Bantaqiyah pun menjadi halal. Berawal dari sebuah surat telegram rahasia dari Danrem 011/LW Kolonel Inf. Syafnil Armen yang berisi perintah : cari, temukan, dekati dan tangkap tokoh GPK dan simpatisannya hidup atau mati, dimulailah skenario pembantaian itu.

Darah kemanusiaan yang telah mengiuris-iris hati ini tak harus melupakan kekritisan rasio dan kepekaan nurani untuk melihat pola operasi militer ini. Pembunuhan dengan dalih operasi militer terhadap Bantaqiyah terlihat sangat janggal. Tuduhan terhadap Bantaqiyah yang telah menjadikan pasantrennya sebagai markas militer GAM sehingga perlu ditangani dengan operasi yang sangat canggih menjadi salah satu contoh rapuhnya sistem intelijen yang dimiliki oleh TNI. Pasantren Bantaqiyah ini luasnya hanya kurang seperempat hektar, dinding papannya pun sudah lapuk, lapangan sekitarnya itu pun tidak ditumbuhi pohon-pohon besar yang memungkinkan adanya ruang rahasia bagi persenjataan. Lokasi galian dalam meunasah yang dicurigai sebagai tempat penanaman senjata pun nyatanya nihil. Kompleks ini hanya sebuah pasantren tradisional yang sangat sederhana. Lalu mengapa pola pembantaian yang cukup canggih dirancang sedemikian rupa ?

Penghilangan identitas korban, “tertutupnya” informasi yang baru diketahui media setelah tiga hari kejadian, surat “akal-akalan” mengenai pernyataan penduduk terhadap minornya kredibilitas Bantaqiyah menjadi bukti beberapa manipulasi yang dilakukan oleh TNI dalam menutup realitas yang sebenarnya. TNI dalam hal ini memiliki kekuatan simbol yang lebih besar dari seorang Bantaqiyah yang hanya menjadi tokoh lokal yang telah tercoreng namanya dengan tuduhan-tuduhan makar dan subversif terhadap pemerintah. Kekuatan simbol dan akses informasi TNI/ pemerintah yang lebih besar menjadikannya mampu mendefinisikan realitasnya sendiri dalam ruang-ruang publik di media massa.

Amran Zamzani, bersama tim penulis lainnya, Teuku Kemal Fasya dkk adalah putra-putra Aceh yang coba merekam tragedi sadis dan mengenaskan ini. Ditulis dengan gaya bertutur, layaknya sebuah novel, buku ini mengajak anda bergulat dengan akal dan rasa. Sebuah cerita nyata yang bukan sebuah mimpi dan ketakutan. Peristiwa ini terjadi sungguh di hadapan kita dengan para korban saudara-saudara atau kerabat terdekat kita. Sumber-sumber yang diperoleh dari media massa lokal dan nasional serta laporan-laporan tim pencari fakta menjadi dialektika ruang publik ketika dimunculkan pada sebuah media. Latar belakang para penulis yang merupakan aktivis masalah-masalah kemanusiaan menjadikan buku ini terasa lebih menyentuh sisi-sisi humanis kita. Ritme buku ini menggugat ketidakadilan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyat tak berdaya. Buku ini menyentuh hati-hati kita yang mulai membatu melihat kekerasan yang telah menjadi kebenaran dan kebiasaan. Tetapi ada pekerjaan yang tersisa dari beberapa bagian buku ini, rekayasa kekerasan militer yang terjadi selama ini sudah saatnya terungkap dan tersibak. Kekerasan militer yang menjadi salah satu bagian dari ranah kehidupan yang lebih besar, kekuasaan politik di negara yang bernama Indonesia.

Buku ini mengajak agar kita dapat melihat dengan perspektif yang lebih luas terhadap sebuah tragedi yang terjadi di hadapan kita. Persoalan Bantaqiyah harus dilihat dalam konteks ruang dan waktu yang lebih proporsional. Pembantaian terhadap Bantaqiyah bukanlah sebuah persoalan pemberontakan yang harus segera dihabiskan. Apalagi dengan pola-pola militerisme yang menyisakan banyak persoalan, sebuah trauma dan dendam antara generasi. Gerakan Jubah Putih _yang dicurigai melakukan aksi-aksi penjualan ganja dan salah satu basis GAM_ Bantaqiyah harus dilihat pada sisi, mengapa hal tersebut bisa terjadi ?

Pembangunan kawasan industri modern Arun (1982) dan Mobil Oil (1984) di Lhokseumawe di tengah-tengah kemiskinan daerah-daerah Aceh yang lain telah memunculkan persoalan baru. Laju pembangunan secara fisik materil tidak diimbangi oleh kemampuan daya serap masyarakat lokal. Masyarakat asli semakin terpinggirkan dan pemerintah orde baru masa itu tak pernah memperhitungkan ekses sosial seperti ini. Eksploitasi sumber daya alam bagi keuntungan pusat tak memberikan kemakmuran bagi masyarakat asli.

Ketimpangan sosial telah memunculkan “kecemburuan sosial” ditambah lagi ekses kehidupan modern daerah industri yang mulai merasuki tatanan sosial setempat. Cultural lag dan cultural shock yang terjadi pun akhirnya tidak menemukan saluran dialogis. Kosongnya semangat demokrasi masa orde baru telah menutup ruang-ruang dialog antara masyarakat dan penguasa. Dalam setting sosial seperti itulah Bantaqiyah bersama Kelompok Jubah Putih muncul sebagai sebuah simbol protes dan perlawanan terhadap ketimpangan dan ekses modernisasi industri. Nilai-nilai modern berhadapan ekstrim dengan nilai-nilai tradisional Aceh yang sangat kuat. Semangat kekeluargaan dan agamis masyarakat Aceh berhadapan dengan gaya kehidupan modern yang individualistis dan hedonis. Pertarungan dua kontinum ini tidak menemukan ruang publik yang komunikatif sehingga berjalan dalam logikanya masing-masing.

Kekuatan dominan dipegang oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan simbol yang lebih kuat dan besar. Hingga jadilah kelompok-kelompok sosial seperti Jubah Putihnya Bantaqiyah yang tidak memiliki kekuatan simbol yang berarti menjadi terus terpinggirkan. Dan ketika gerakan ini hadir mengancam eksistensi kelompok-kelompok dominan (pemerintah, kelas-kelas borjuis) maka ia dianggap sebagai pengacau keamanan (baca : pemberontak). Jadilah sebuah “pembersihan” dengan pola militerisme _gaya kekuasaannya orde baru_ terhadap kelompok-kelompok terpinggirkan (baca sekali lagi : pemberontak) seperti Bantaqiyah.

Buku ini layak dibaca oleh siapapun manusia yang tak ingin kepekaan kemanusiaannya terkikis oleh kekerasan-kekerasan yang semakin hari terjadi dengan “biasa” di negeri ini. Kekerasan dalam arti fisik ataupun kekerasan-kekerasan simbolik yang terjadi sangat halus bahkan tak disadari oleh kita. Karena siapapun anda yang memiliki kekuatan ; senjata, pengetahuan, modal, dan akses informasi, akan sangat mungkin melakukan berbagai bentuk kekerasan. Berhati-hatilah !

“Yang ideal itu kalau zakat memakai sistem baku zakat”

Mutammimul ‘Ula, S. H :
“Yang ideal itu kalau zakat memakai sistem baku zakat”

Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 lalu telah menambah daftar jumlah orang-orang miskin di Indonesia. Banyak anak yang tak mampu lagi melanjutkan sekolah, pengangguran bertambah, kebutuhan bahan pokok tak lagi terjangkau oleh masyarakat ekonomi lemah. Berbagai konsep ekonomi telah ditawarkan untuk mencari penyelesaian masalah-masalah ini. Ratusan ekonom berlatar pendidikan Amerika dan Eropa mencul bak jamur di musim hujan. Tak ketinggalan pula, ekonom-ekonom berbasis pemahaman Islam lahir ke permukaan. Islam sebagai way of life dirasakan masih dipahami sangat rendah dan sempit oleh umatnya. Padahal konsep-konsep kehidupan dunia yang diatur Islam sangat relevan dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah masalah zakat. Zakat dalam Islam ternyata bukan menjadi ibadah ritual (hablumminallah) saja tapi juga berimplikasi pada kehidupan ekonomi dan sosial (hablumminannas). Kesadaran inilah yang telah melahirkan Undang-undang (UU) No 38/99 tentang zakat yang akan efektif mulai 2001.
UU yang dibuat oleh pemerintah bersama-sama DPR ini disahkan pada masa pemerintahan Habibie (1999). Walau banyak pro dan kontra, UU ini diakui oleh banyak pihak menjadi bukti bahwa aspirasi umat Islam untuk menawarkan solusi-solusi kehidupan bernegara jangan dipandang sebelah mata. Perdebatan pajak dan zakat pun ternyata bisa saling melengkapi dengan lahirnya UU No 17/2000 tentang pajak
Hal ini pun diakui oleh Mutammimul ‘Ula, anggota DPR RI dari Fraksi Reformasi. Alumnus Fakultas Hukum Undip yang juga anggota Komisi II ini meyakini bahwa zakat memiliki potensi besar bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat muslim khususnya. Mas Tammim, begitu panggilannya, saat ini masih menjabat Ketua Departemen lembaga-lembaga Negara DPP Partai Keadilan. Pembicaraan lugas dan panjang lebar di rumahnya, komplek DPR RI Kalibata Jakarta Timur dihantarkan khusus oleh reporter MUZAKKI, Resmiarni buat Anda.


T : Apakah dasar pemikiran dikeluarkannya UU Zakat ?
J : Dasar pemikiran dikeluarkannya UU Zakat itu bisa dilihat dari konsideratnya. Ini maksudnya, zakat merupakan bagian dari ajaran agama sedangkan kemerdekaan beragama itu dijamin oleh konstitusi. Lalu dari segi potensi. Zakat ini kan potensial sekali tetapi kurang diaktualisasi karena tidak ada pengorganisasian yang baik. Yang lain adalah pertimbangan-pertimbangan yuridis seperti ketetapan MPR No 10/ 98 tentang pokok-pokok reformasi pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara..

T : Kekuatan yang paling berpengaruh besar bagi lahirnya UU ini ?
J : Pemerintah dan dari semua fraksi pada masa pemerintahan Habibie. Aspirasi umat Islamlah yang masuk melalui jalur pemerintah ataupun fraksi PPP atau Golkar pada masa itu.

T : Apakah pada masa sebelum Habibie, masalah zakat ini tidak pernah diseriusi ?
J : Saya belum pernah menelitinya. Tetapi isu zakat itu sudah lama. Contohnya BAZIS DKI, itu sudah puluhan tahun. Lalu di majalah Pasantren sudah menjadi wacana sejak 1986. Jadi bagaimana praktek-praktek zakat yang hidup dalam masyarakat itu sebagai living law dapat menjadi hukum yang hidup dan berangsur-angsur diintegrasikan dalam sistem hukum nasional sehingga bisa diaktualisasikan potensinya dan lebih tertib.
T : Perubahan mendasar apakah yang terjadi dengan keluarnya UU Zakat ?
J : Secara substansi tidak ada perubahan mendasar karena negara ini dalam konteks hukum Islam atau fiqh hanya mengatur administrasi. Contohnya masalah pernikahan dan haji. Secara substansi negara tidak bisa campur tangan. Misalnya negara tidak bisa mengubah bahwa mustahik itu tidak delapan tetapi satu, nisab perdagangan diganti 0,5 %, rukun nikah diganti tidak ada mempelainya. UU ini menjadi sangat signifikan karena sekarang pemerintah atau negara mulai terlibat dalam pengelolaannya. Menyangkut substansi syariahnya pemerintah tak melakukan apa-apa.

T : Lalu bagaimana dengan pengelolaannya ?
J : Pengelolaannya diserahkan kepada BAZIS yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam pasal 6 disebutkan pembentukan badan amil zakat secara nasional oleh presiden atas usul menteri, propinsi oleh gubernur atas usul kanwil depag, kabupaten oleh bupati atas usul depag kabupaten, kecamatan oleh camat atas usul KUA kecamatan. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. Jadi lembaga amil zakat juga bisa dari masyarakat. Seperti dalam UU Zakat pasal 7 dikatakan lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Sementara pada pasal 8 dikatakan badan amil zakat mempunyai tugas mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Tapi kelihatannya dengan UU ini lembaga yang dibentuk oleh pemerintah itu akan semakin dominan.

T : Posisi Lembaga non BAZIS yang saat ini juga menjadi kekuatan yang tak bisa dinafikan keberadaannya ?
J : Lembaga ‘amil zakat yang dibentuk pemerintah itu harus independen. Pengurusnya harus orang-orang yang dipercaya oleh masyarakat. Pekerjaannya juga harus transparan. Pemerintah hanya sebagai pengawas. Dan pemerintah seharusnya tidak intervensi dalam memilih orang-orangnya. Pengelolaan zakat itu tak selalu punya pemerintah, swasta juga bisa. Tapi yang penting bahwa pengelola zakat itu bertanggung jawab. Hingga masyarakat dan pemerintah dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat. Pemerintah harus melakukan pengawasan supaya tidak ada penyalahgunaan.

T : Adakah kelemahan-kelemahan dalam UU ini ?
J : Secara umum ya ada dan itu memerlukan peraturan lebih lanjut. Tapi tidak ada kelemahan yang mendasar. Secara umum bagus tinggal bagaimana mengoperasionalisasikan

T : Pengawasan yang bagaimanakah yang dapat dilakukan oleh masyarakat ?
J : Bentuk-bentuk transparansi itu kan banyak misalnya laporan tahunan yang dipublikasikan mengenai jumlah uang yang masuk dan penggunaannya atau pengauditan oleh akuntan publik. Kalau pemerintah melalui DPR.

T : Lalu setelah itu ?
J : Ya, namanya pembinaan kalau bagus, didorong untuk berkembang. Kalau ada kelemahan-kelemahannya segera diluruskan. Sesuai dengan esensi zakat sebagai amanah. Badan amil zakat itu kan hanya bekerja untuk mengumpulkan dan mendistribusikan. Dia sebagai mustahik juga.


T : Bagaimana dengan kesadaran kaum muslimin yang masih rendah akan penting dan wajibnya ibadah zakat ini ?
J : Harus dilakukan sosialisasi. Juga untuk ibadah-ibadah lain. Umat ini mau menegakkan syariat Islam tapi problemnya umatnya nggak paham. Maka lakukanlah gerakan sosialisasi pemahaman Islam. Ini kewajiban semua pihak terutama para da’i dan ormas-ormas Islam.

T : Jadi UU ini akan efektif jika masyarakat sudah paham akan pentingnya ibadah zakat ?
J : Ya , UU apa saja dibuat kalau masyarakat tidak paham, tidak akan efektif. UU dibuat lalu kewajiban pemerintah atau negara untuk melakukan sosialisasi. Tapi dengan dilaksanakannya itu pelan-pelan akan tersosialisasi. Di Indonesia, soal sosialisasi UU memang menjadi problem besar. Negaranya besar, penduduknya 202 juta, sementara pemahaman pemerintah untuk menyosialisasikan UU itu lemah sekali.

T : Bagaimana proses sebuah UU lahir ?
J : UU itu dibikin atas aspirasi sebagian masyarakat yang memiliki kesadaran. Aplikasinya melibatkan publik yang memerlukan sosialisasi. Dimana-mana di dunia ini memang kesadaran terhadap persoalan-persoalan penting itu milik orang-orang tertentu, ya milik elit. Orang-orang kecil itu tidak sampai dan memang tidak terlalu perlu memiliki kesadaran terlalu detail. Itu tugasnya lembaga-lembaga legislatif. Sosialisasi pun tak perlu terlalu detail yang penting you sudah zakat atau belum ? Belum. Keluarkan zakat maka saya akan tunjukkan lembaganya.

T : Bagaimana penghitungan zakat dan pajak ?
J : Kalau zakat itu self assesment, menghitung sendiri karena memang posisi amil zakat dan negara itu masih lemah. Tapi kalau pajak dengan self assesment, ya bisa diselundupkan. Yang tidak termasuk objek pajak adalah bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima badan amil zakat yang disahkan pemerintah atau masyarakat yang berhak. Jadi zakat yang diterima mustahik itu tidak di PPn kan atau bebas pajak

T : Bagaimana soal penghitungannya ?
J : Kalau soal hitungannya lain lagi. Zakat yang sudah dibayarkan kepada amil zakat dikurangkan dari laba pendapatan sisa kena pajak wajib pajak. Prosentase pajak diambil setelah dikurangi zakat. Tidak zakat pengganti pajak. Yang ideal itu kan zakat pengganti pajak. Misalnya saya tiap bulan mengeluarkan 3 juta untuk zakat, seharusnya saya nggak bayar pajak lagi. Sekarang ini saya bayar double. Bisa 5 jutaan saya keluarkan uang untuk zakat dan pajak. Yang ideal itu kalau pajak memakai sistem baku zakat. Pertama zakat itu adalah ibadah. Yang kedua tentang apa-apa yang dizakati itu tidak pernah berubah. Emas, perak, hasil perdagangan dan lainnya sejak zaman Nabi sampai hari kiamat tidak pernah berubah. Hanya perluasan saja. Misalnya pertambangan, kalau dulu tidak ditemukan sulfur sekarang ada. Jadi kalau negara menggunakan sistem zakat ini sebagai dasar pajak, tidak perlu tiap tahun melakukan revisi pajak.

T : Maksudnya ?
J : Dari jenisnya aja, berubah-ubah. Ada PPN, PPh, Pajak Bumi dan Bangunan, retribusi dan lainnya . Kemudian prosentasenya tidak pernah pasti. Kalau zakat kan selalu pasti 2,5 %. Dalam hikmah zakat itu, 2,5 % itu ternyata penyusutan minimum. Jadi satu tahun itu barang itu penyusutan minimumnya 2,5 %. Kalau barang itu tidak digerakkan ia akan berkurang 2,5 %. Maka barang itu harus digerakkan, dizakatkan. Sedangkan pajak itu berdasarkan apa ? Kenapa 15 % ? Pajak itu sangat relatif dan subjektif. Ini mengenai apa saja yang dipajaki, persentasenya berubah-ubah, mustahiknya juga berubah-ubah. Pajak diambil oleh negara kemudian haknya kepada siapa ? Memang untuk pembiayaan penyelenggaraan negara tapi untuk siapa ? Tapi kalau zakat yang delapan asnaf itu tidak pernah berubah. Pada zakat, mengenai penarikan oleh pemerintah atau siapapun, tak begitu penting. Yang penting masuk negara lalu akan dikembalikan kepada masyarakat untuk biaya pengelolaan negara dan biaya kesejahteraan masyarakat.

T : Inikah bukti bahwa zakat bukan hanya sekedar ritual kepada Allah saja ?
J : Ya. Jika zakat dijadikan dasar hukum pajak maka pemerintah akan berhemat besar karena tidak tiap tahun tidak perlu melakukan revisi. Tidak ada lagi perdebatan panjang tentang prosentase zakat. Anda mau protes kepada siapa ? Protes kepada Nabi ? Jika implementasi zakat ini dapat menjadi pilot project maka suatu ketika bagi yang sudah mengeluarkan zakat maka ia akan dibebaskan dari pajak. Tapi untuk saat ini hampir tidak mungkin karena pajak masih dijadikan sumber utama pembiayaan negara. Padahal negara yang baik itu adalah negara yang paling sedikit memungut pajaknya. Dan sumber pembiayaan negaranya diandalkan dari sektor perdagangan internasional dan sumber daya alam. Di sinilah potensi zakat sebagai balancing. Pajak menjadi selalu bermasalah karena selalu ada korupsinya (Resmiarni)