site meter

Minggu, 30 Agustus 2009

.... Ya Allah ...

Ya Allah, hamba memohon agar Kau memilihkan mana yang baik menurutMu
Hamba mohon berikan kepastian dengan ketentuanMu
Hamba mohon dengan kemurahanMu yang Maha Agung
Sesungguhnya hanya Dikau yang berkuasa sedang hamba tidak Tahu apa-apa
Engkaulah yang Maha Tahu apa yang tersembunyi, Ya Allah …
Ya Allah, Ya Rabb …
Jika bagiMu persoalan ini baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan dalam
Penghidupan hamba dan baik pula akibatnya bagi hamba …
Maka berikanlah perkara ini bagi hamba dan mudahkanlah jalanNya,
berikanlah juga keberkahan di dalamnya …..
Ya allah, Ya Rabb ….
Jika bagiMu hal ini tidak baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan penghidupan hamba,
Dan tidak baik pula akibatnya untuk hamba,
Maka jauhkanlah hal ini dari hamba …
Ya Allah ….
Berikanlah kebaikan di mana saja hamba berada,
jadikanlah hamba orang yang rela atas anugerah-Mu

Rabbana hablana min azwaazina wa dzurriyatina
Qurrata a’yun waja’alna lil muttaqiina imaama …
Rabbana dzalamna anfusana wa ‘iillam takhfirlana
Wa tarhamna lanaa qunnana ‘alal qaumil kaafirin
Rabbana laa tuziqquluubana ba’da idzhadaiatana
Wahablana milladunka rahma, innaka antal wahhaab ..
Ya Allah, hamba memohon agar Kau memilihkan mana yang baik menurutMu
Hamba mohon berikan kepastian dengan ketentuanMu
Hamba mohon dengan kemurahanMu yang Maha Agung
Sesungguhnya hanya Dikau yang berkuasa sedang hamba tidak Tahu apa-apa
Engkaulah yang Maha Tahu apa yang tersembunyi, Ya Allah …
Ya Allah, Ya Rabb …
Jika bagiMu persoalan ini baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan dalam
Penghidupan hamba dan baik pula akibatnya bagi hamba …
Maka berikanlah perkara ini bagi hamba dan mudahkanlah jalanNya,
berikanlah juga keberkahan di dalamnya …..
Ya allah, Ya Rabb ….
Jika bagiMu hal ini tidak baik bagi hamba, bagi agama hamba, dan penghidupan hamba,
Dan tidak baik pula akibatnya untuk hamba,
Maka jauhkanlah hal ini dari hamba …
Ya Allah ….
Berikanlah kebaikan di mana saja hamba berada,
jadikanlah hamba orang yang rela atas anugerah-Mu

Rabbana hablana min azwaazina wa dzurriyatina
Qurrata a’yun waja’alna lil muttaqiina imaama …
Rabbana dzalamna anfusana wa ‘iillam takhfirlana
Wa tarhamna lanaa qunnana ‘alal qaumil kaafirin
Rabbana laa tuziqquluubana ba’da idzhadaiatana
Wahablana milladunka rahma, innaka antal wahhaab ..

Kenapa Saya Suka Dinar?

DINAR ... !
Kenapa saya suka kamu?
Entahlah, pertemuan pertama kita lewat "seseorang" yang ingin pergi Haji, dia ingin membawa dinar. Begitu katanya. Lalu .... hilang!
Aku yang sudah lama resah dengan yang namanya situasi sosial politik yang tak "menyejukkan" ... menemukan DINAR kembali lewat buku. DINAR bukan soal HAJI atau Mekah. DINAR is ISLAM, yang hampir terlupakan banyak orang. DINAR is SOLUTION dari segala persoalan. Rahmatan lil 'alamin.

Bagaimana bisa mendapatkanmu, DINAR?
Belilah!Lihat dulu rate-nya hari ini. Kunjungi situsnya. Tukarkan uang kertasmu dengan seberapa keping DINAR yang ingin kau beli. Kau pasti akan mendapatkannya ... ! Sungguh! Selamat berjumpa dengan DINAR, sebuah keajaiban !

Bertanya

Ketika saya bertanya kepada seorang mahasiswa yang aktif di salah satu partai politik, sebut saja partai X, ”Mengapa kalian berpikir bahwa masyarakat di daerah kita memang benar-benar membutuhkan pasar murah?” Dia menjawab,”Pembantu yang bekerja di rumah seorang kader bilang, mereka butuh pasar murah.” Saya menyayangkan, logika itu benar-benar payah. Saat seorang pembantu bilang bahwa dia dan para tetangganya butuh pasar murah, maka dilaksanakanlah pasar murah. Padahal pertanyaan saya, mengapa rakyat diyakini benar membutuhkan pasar murah itu?
Setelah diteliti, mahasiswa dan beberapa teman-temannya itu bingung harus melakukan kegiatan apa yang membawa “bendera” partainya. Sebelumnya, pernah dilakukan pos kesehatan murah. Baru dua kali kegiatan itu diadakan, peminatnya menurun. Mereka pikir, mungkin masyarakat sudah pada sehat. Baru satu orang menyampaikan pasar murah, namun sudah dianggap kegiatan itu sebagai kebutuhan.
Penggiat partai politik X sebagian besar memang mahasiswa. Di daerah ini yang sebagian besar penghuninya mahasiswa, partai X pun memenangkan pemilu legislatif lalu. Namun perjuangan tak berhenti dengan hanya kemenangan suara.
Setelah Pemilu 5 April lalu usai, mereka juga “tutup buku”. Warung dadakan yang mereka bangun menjelang kampanye pun “closed.” Padahal mereka pernah bilang bahwa warung itu harus long term. Posisi warung sangat bagus sebagai ruang publik yang lebih heterogen, katanya. Tapi, kenyataan bicara lain, mereka “hilang.” Setelah diteliti, mereka ternyata harus balik ke kampus. “Masih banyak kuliah, praktikum, dan tugas-tugas.” Nah lho ? Beginikah “berpolitik” ala mahasiswa?

***

Masa NKK/BKK sudah lewat. Bukan masanya lagi memperdebatkan soal boleh tidaknya mahasiswa berpolitik . Berpolitik dalam artian luas, segala kegiatan yang dilakukan untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Dalam ruang lingkup kecil, mahasiswa berpolitik terjadi dalam lembaga kemahasiswaan. Partai politik, merupakan lingkup yang lebih luas lagi. Ada sebagian pihak menolak mahasiswa bergabung dalam parpol dengan alasan mahasiswa telah mengingkari hakikatnya sebagai moral force. Namun saya menolak pendapat ini. Menurut saya, keterlibatan mahasiswa dalam parpol adalah salah satu bentuk penyikapan sebagian mahasiswa untuk terlibat langsung dalam menjalankan agenda reformasi dengan tetap bergerak berdasarkan nurani dan nilai-nilai moral. Artinya, ketika mahasiswa telah masuk dalam ranah parpol ini maka yang harus terjadi adalah pencerahan (aufklarung). Mahasiswa sebagai produk kampus yang intelektual, rasional, dan moralis harus mampu menjalankan agenda reformasi yang bersih, kreatif dan “keluar” dari pola-pola yang dianggap lumrah. Maksudnya, jika program-program dan cara-cara yang dilakukan mahasiswa setali tiga uang dengan apa yang dilakukan oleh para politisi busuk maka : berhentilah berpolitik, mahasiswa !
Dari kasus yang saya ceritakan di atas, sungguh sebuah ironisme. Pasar murah, bakti sosial, bagi-bagi sembako, pos kesehatan gratis sering dijadikan kegiatan “wajib” para parpol. Bahkan kegiatan ini telah menjadi agenda populer menjelang dan masa-masa kampanye. Terlebih menjelang pemilu, kegiatan ini pun dikemas dalam judul kegiatan sosial. Sayangnya, kegiatan ini tak pernah berkelanjutan. Bahkan ironisnya, tak sedikit rakyat kecewa karena jumlah barang yang ditawarkan kurang dari kupon yang dibagikan. Kualitas barang yang ada pun sering kurang layak. Tapi, siapa yang bisa protes, namanya juga murah atau gratis. Bentuk kegiatan massal seperti ini malah tak jarang melupakan substansi persoalan, mengapa rakyat terpaksa membutuhkan sembako, pasar, dan kesehatan murah atau cuma-cuma.
Bukan rahasia umum lagi, masa-masa kampanye adalah panen baju dan uang bagi sebagian masyarakat seperti tukang ojek, supir angkot, pedagang makanan, bahkan ibu-ibu rumah tangga yang “jago” mengkoordinir anak-anak dan tetangga untuk arak-arakan di jalan. Dalam tempo kurang sebulan, mereka punya kaos baru sebanyak lima hingga enam pasang. Sekali kampanye, dapat dua puluh ribu. Tiga kali putaran kampanye, lumayanlah buat makan tiga minggu. Biasanya juga sering minjem ataupun ngutang.
Jika semua itu dilakukan para politisi busuk, sudah biasa. Namun ketika mahasiswa yang terlibat parpol juga melakukan hal yang sama, menyedihkan bukan? Pilihan untuk melaksanakan suatu kegiatan juga harusnya tidak bersifat instan dan semata-mata ingin menyuap “suara” rakyat. Apakah dengan melaksanakan pasar murah yang hanya sebulan sekali itu, persoalan rakyat miskin mampu diminimalisir? Atau warung yang tidak harus tutup jika masyarakat juga “diajak” berwirausaha.
Mereka tak memiliki daya beli yang tinggi karena ekonomi rumah tangga mereka berantakan. Penyebabnya mulai dari rendahnya pendidikan, tidak memiliki skill hingga tak adanya dukungan terhadap usaha kecil yang mereka bangun. Akses mereka ke golongan bermodal pun sangat rendah. Hingga yang muncul adalah apatis, minder, dan dipaksa menerima keadaan yang serba pas-pasan itu. Pasar murah yang insidental itu tak mampu menjawab persoalan ini. Bahkan tak jarang untuk bisa ikut pasar murah, mereka harus ngutang dulu.
Mahasiswa yang sudah kaya dengan teori saatnya melakukan kerja prakteknya disini. Ilmu psikologi dasar yang kita punya diaplikasikan untuk menyentuh psikis mereka hingga memiliki kepercayaan diri untuk merubah nasibnya. Memperoleh kembali semangat achivement terhadap sesuatu yang mereka inginkan. Merubah pola pikir yang top down. Menyadarkan bahwa mereka merupakan bagian dari dunia yang punya hak untuk hidup layak melalui segenap usaha yang dilakukan. Ilmu teknik, manajemen atau terapan lainnya yang sedang kita pelajari seharusnya diberikan kepada masyarakat untuk memaksimalkan skil-nya. Sehingga mereka memiliki modal untuk mandiri dan berkompetisi dengan lainnya. Kita pun mampu mengajak masyarakat membangun akses atau jaringan yang kuat dengan siapapun.
Persoalan yang ada di masyarakat dirumuskan, diidentifikasi, dan dicarikan problem solving-nya. Sehingga yang muncul bukanlah program atau kegiatan instan yang hanya temporer dan insidental tetapi kegiatan yang berkesinambungan dan melibatkan partisipasi masyarakat. Mahasiswa hanya membantu “mengantarkan” masyarakat menuju penyadaran dan perubahan pola pikir agar tidak lagi terhasut oleh janji-janji dan suapan para politisi busuk. Jika mahasiswa tak mampu mengaplikasikan rasionalitas, intelektualitas, dan moralitasnya itu dalam keterlibatannya di parpol, lebih baik “pulang” saja ke kampus, menara gading itu!

"Kok Belum Tidur?"

Tengah malam terbangun. Komputer masih nyala bersama sambungan internetnya. Ada pesan mampir di FB-ku,"Kok belum tidur, Bu?"
Aih ... siapa elu!Hehehehe. Yang pasti seorang temanlah di ujung pulau sana yang bertanya demikian. Tapi kemudian dia offline. Ditanya, kenapa belum tidur, kenapa ya? Ya, belumlah. Susah amat. Hihihi. Jelasnya, aku udah tertidur, cuma lupa matiin komputer. Jadi sebalnya, pesan apa aja bisa nangkring di FB, YM, Googletalk, tah ... apalagilah namanya itu.

Ah, gak enak juga ama suami yak. Kok gak hemat listrik dan pulsa internet seh? Irit dong! Hehehehe .... Makanya dimatiin sebelum tidur! Tapi ... dipikir-pikir, mau listrik dimatiin dan sambungin internetnya di-disconnected-kan pun, sentralnya tetap jalan. Apaan tuh? Yah itu tuh PLN ama TELKOM, MONOPOLITER. Maksudnya si tukang monopoli. Bukan permainan monopoli. Monopoli disini maksudnya penguasa tunggal untuk akses-akses publik seperti listrik dan telekomunikasi. Sebenarnya, kuota dan pemakaian kita pun dah dibatasi. Gak mungkin di luar limit, nanti jeblok sendiri. Jadi ... ngapain dipikirin? Hehehehe.

Maaf teman, begini seriusnya .... Saya pengen bilang kalo tidur, makan, minum, kawin ... bukan gua yang ngatur. Seperti kenapa juga gua hidup di perut ibu ampe 9 bulan lalu lahir, berkembang, mati ... Yang jelas, kalo ngantuk, pastilah kita "ditidurkan" (bukan ditiduri, ya?)Kalo itu mah, urusan TOP SECRET!! Kalo laper, kita dikasi makan. Kalo haus, ya minum ...

Ah ... semoga bermanfaat !