site meter

Rabu, 30 September 2009

Hanya Menunggu Waktu


Padang,30 September 2009,Maghrib

Pesan singkat mampir di handphone GSM saya. Padang gempa 7,6 skala richter. GEMPA TEKTONIK (lagi) di tanah Minangkabau, negeri dengan pesona berbagai danau. Saya buka facebook, sudah mulai rame. "Sudah kontak kampung, Dek?" sapa kakak saya. Hmmm ... saya kehilangan satu nomor sodara saya, teman "bertengkar", si gendut ANDI yang sempat menelpon saya belum lama ini. Semoga semuanya baik-baik saja .... Coba beberapa nomer. Belum ada yang masuk. Syukurlah, masih ada yang bisa nyambung tapi posisinya bukan di Padang atau kampung ... namun di Bandung. Hehehe ... Tante saya yang memang sudah lama dan beranak pinak di Bandung itu mengabarkan, parah ... ada yang tewas, namun ada juga yang berhasil selamat sementara tempat yang didiaminya ambruk dan hancur. Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Semua milik TUHAN, akan kembali lagi pada-Nya.

Ingatan saya kembali ke masa-masa kecil ketika "bermain" di kampung, tanah orang tua kami. Makan rendang belut ... wuiihhh ... dodol yang dimasak di wajan sebesar danau:) Kembali lagi ketika saya tengah kuliah, menyusuri pesonanya Sumatera Barat. Menjejakkan kaki di atas kampus Universitas Andalas yang megah itu. Konon disebut terbesar di Asia Tenggara. Menikmati pemandangan horizon, langit, gunung tinggi, dan danau di seberang sana. Bermain dengan para sepupu di pinggir pantai kota Padang. Nikmat. Subhanallah.

Namun .. kini rekaman keindahan itu nyaris hilang ... bagaimana gempa telah mengobrak abrik tatanan kota dan daerah, kampung leluhur .... seperti rekaman gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam 2004 silam, tempat kelahiran saya.

Gempa dengan kekuatan 7,6 skala Richter di Padang Pariaman, Sumbar, dikenal sebagai wilayah gempa. Tidak heran bila kemudian terjadi gempa. Ini adalah gempa besar yang diprediksikan (detikcom). Namun sayangnya, saya belum pernah "berkunjung" ke Padang Pariaman, kampungnya Si Ajo, pedagang sate Padang yang pada masa lalu berjualan sate keliling di komplek perumahan. "Res, tusuknya dibalikin lagi, ya! Ada-ada saja uda satu itu, dmanakah dia berada kini?

"Itu sudah diprediksi. Mudah-mudahan ini gempa besar terakhir yang kita tunggu," kata Direktur Teknologi Sumber Daya Mineral BPPT Yusuf Surachman melalui telepon, Rabu (30/9/2009). Menurut pakar gempa ini, gempa di kawasan itu tidak ada yang aneh, alasannya memang memang di sana daerah rawan terjadi gempa. "Ini lempeng tektonik, pertemuan Indo Australian dan kontinental Indonesia. Ini daerah terkunci dan sudah saatnya terjadi gempa," terangnya. Di daerah itu memang sebelumnya sudah diamati para ahli akan terjadi gempa besar, bahkan ada yang meramalkan hingga lebih dari 8 skala Richter. "Yang terjadi ini sudah gempa besar. Mudah-mudahan gempa ini yang terakhir," harap Yusuf.

Mudah-mudahan ini memang yang terakhir. Walau kemudian, ternyata .. Bukit Barisan melanjutkan amukannya hingga Kerinci, Jambi ... Bandung ... entah apa lagi. Lagi-lagi jatah kita, hanya menunggu dan kembali menjadi bagian kisah kasih ini. Allahu akbar!