site meter

Rabu, 22 September 2010

Lanjutkan Kinanti

Masih saja saya tidak ingin menghabiskan GK. Bukan apa-apa, saya sangat sadar bahwa GK bukanlah tahu sumedang ato pisang goreng kipas yang enak sekali disantap hangat-hangat. GK tetaplah buku yang harus dibeli pake uang atau ditukar dengan sekeping dirham atau khamsa. Untuk itu pula, kita harus bekerja, memeras baju, memerah sapi agar mau mengeluarkan susu atau membajak sawah.

Buku ini cukup enak dibaca, jika anda menyebutnya sebagai novel. Proses kreatif itu tidak gampang karena saya sangat yakin bahwa tasaro, ayah dari Sena ini cukup memeras otak untuk dapat menuntaskan novel tebal ini. Lelah ya, Tas (baca : tasaro bukan tas gantung)...

Agaknya Tasaro cukup mengenal Mas Emha, sang Kyai Kanjeng dengan baik. Terselip kata Gusti Pangeran di salah satu lembar GK. Kata itu yang juga terdengar dari suara Mas Emha di Tombo Ati. Saya juga memberikan tanda merah untuk persepsi kaya yang ingin disampaikan oleh GK.
"Kamu kan, anak orang kaya, Juj. Bapakmu banyak uang. Kalau aku memang ndak tahu mau nerusin atau tidak. Sepertinya tidak."

Apa itu kaya? Sekarang kita bicara tentang definisi atau sebuah persepsi? Mari kita buka dan otak-atik kesadaran kita. Kaya apakah yang ingin kita raih? Kaya apakah yang dimaksud?

Tentu bukan kaya monyet, itu seperti (mungkin) maksudnya. Kaya hati .... selanjutnya kaya online. Untuk yang terakhir, saya melihat Samuel Indrajaya menuliskannya menjadi judul buku yang diterbitkan oleh Elex.

Dengan sangat rapi dan detail, tasaro bercerita tentang kaya apa yang ada dalam kepala Kinanti dan Ajuj hingga Zhaxi ... dari pinggiran New York... tasaro ingin mengajak saya melanjutkan Kinanti ... dimanakah tasaro???