site meter

Rabu, 10 Juni 2009

Ilusi Demokrasi, Kritik dan Otokritik Islam


Judul buku : Ilusi Demokrasi
Penulis : Zaim Saidi
Penerbit : Republika
Tebal : 326 halaman

Buku “Ilusi Demokrasi” yang ditulis oleh Zaim Saidi ini adalah hasil cuti riset di Cape Town, Afrika Selatan. Penelitian itu dilakukan selama Agustus 2005 - Mei 2006. Kesempatan cuti riset itu diperoleh dari Ford Foundation untuk mendukung kegiatan PIRAC, dimana Zaim bekerja. Buku ini menjadi semakin menarik manakala Zaim juga mendapatkan kesempatan untuk “menggali” Islam Hari Ini (www.islamhariini.org) dari Shaykh Dr. Abdalqadir as Sufi dan Professor Umar Ibrahim Vadillo. Dua orang yang memiliki peran penting dalam hadirnya kembali dinar dirham hingga masuk ke nusantara.

Dinar dan Dirham dicetak kembali pertama kali di nusantara oleh fuqara shadilliya-darqawiyya dan diedarkan melalui Islamic Mint Nusantara (www.dinarfirst.com). Buku ini pun menjadi “sempurna”, berbeda, dan “bercita rasa” unik ketika Zaim bukan hanya telah menjadi seorang penulis, aktivis LSM, dan dosen. Secara bersamaan ia juga memimpin Wakala Induk Nusantara dan Baitul Maal Nusantara yang rutin membuka “pintu” untuk duduk bersama tiap Jum’at di daerah Tanah Baru, Depok.

Wakala Induk Nusantara (www.wakalanusantara.com) adalah Wakala Pusat Dinar Dirham yang berfungsi sebagai pusat distribusi Dinar Emas Islam dan Dirham Perak Islam. Pembicaraan mengenai dinar dirham menjadi penting dalam upaya restorasi syariah yang berfokus pada penegakan rukun zakat dan menjadi tema umum dalam buku ini.

Selain buku ini, Zaim juga menulis beberapa buku diantaranya ;
1. Secangkir Kopi Max Havelaar: LSM dan Kebangkitan Masyarakat (Gramedia, 1995)
2. Konglomerat Samson Delilah: Menyingkap Kejahatan Perusahaan (Mizan, 1996)
3. Soeharto Menjaring Matahari (Mizan, 1997)
4. Balada Kodok Rebus (Mizan, 1999)
5. Jangan Telan Bulat-Bulat: Panduan Konsumen Menghadapi Iklan (PIRAC, 2002)
6. Tidak Islamnya Bank Islam (Pustaka Adina, 2003)
7. Lawan Dolar dengan Dinar (Pustaka Adina, 2003)
8. Mengasah Hati (Pustaka Adina, 2004)

Ilusi, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan PN Balai Pustaka, Jakarta 1976 berarti :
1. Sesuatu yang memperdaya pikiran dengan memberikan kesan yang palsu (seperti halnya para pelancong di padang pasir yang melihat sebuah danau yang sebetulnya tidak ada).
2. Suatu gagasan yang keliru, suatu kepercayaan yang tidak berdasar, keadaan pikiran yang memperdaya orang.

Sedangkan demokrasi adalah politik pemerintahan rakyat, bentuk pemerintahan negara yang segenap rakyat serta memerintah dengan perantaraan wakil-wakilnya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa ilusi demokrasi adalah suatu gagasan yang keliru dalam politik pemerintahan/ rakyat. Demokrasi adalah mesin politik kekuatan uang demi penegakan negara budak (slave state). Ia dijalankan atas dasar kekuasaan pada manusia bersama ketetapan-ketetapan yang dibuat (konstitusi), dan menjadikan kekuasaan hanya berada di tangan segelintir orang (parlemen).

Kemudian ada nomokrasi. Dalam nomokrasi, hukumlah (rule of law) yang berkuasa bersama dua pilar yang menopangnya ; eksekutif dan yudikatif. Inilah yang disebut dengan tatanan politik Islam. Dalam tatanan politik Islam, hukum menjadi abadi karena bukan buatan manusia (baca : syariah). Pengendali eksekutif yang disebut fuqaha semata-mata menafsirkan syariah berdasarkan ketentuan fikih.

Sistem demokrasi menjadikan negara bangsa tidak relevan dan pemerintahan nasional kehilangan otoritas memerintah. Kebijakan pemerintah demokrasi tak lebih dari menjalankan keputusan dan kepentingan kekuatan oligarki bankir internasional (kelas kapitalisme). Kapitalisme adalah sistem yang dibangun di atas fondasi riba dan menjadikan riba sebagai doktrin yang absolut. Dalam perspektif ini, sosialisme pun menjadi kapitalisme negara (state capitalism). Dalam negara modern, kapitalisme ditetapkan dalam konstitusi bersama elemen yang ada di dalamnya ; bank sentral, uang kertas, dan pajak.

Buku ini membicarakan dua sisi dari koin yang sama. Pertama, kritik Islam atas sistem kehidupan modern, yaitu kapitalisme dan mesin kekuasaan yang mendukungnya ; negara fiskal bersama demokrasinya. Kedua, upaya umat Islam dengan studi kasus umat Islam di Cape Town, Afrika Selatan untuk merestorasi cara hidup Islami sebagai jalan keluar atas persoalan yang ditimbulkan oleh modernitas. Islam ditawarkan sebagai solusi dengan menghidupkan kembali muamalat, restorasi zakat, pasar terbuka, wakaf, kontrak-kontrak bisnis syirkat dan qirad, gilda, pemakaian dinar emas dan dirham perak, serta karavan dagang. Inilah pendekatan yang melampaui dialektika palsu dua wajah Islam yang kini tampil di hadapan publik ; Islam radikal dan Islam liberal (keduanya produk kembar kapitalisme).

Modernisasi Islam yang bermuara pada cita-cita penegakan negara dan ekonomi Islam justru telah memastikan terjerumusnya Islam ke dalam kapitalisme. Pengharaman riba dan pajak dalam Islam di satu sisi serta penghalalan muamalat di sisi lain, memastikan keterpisahannya dari kapitalisme. Akhirnya terbit juga, buku yang sudah lama ditunggu-tunggu dan wajib dibaca oleh siapa saja. Masih terdapat kesalahan pencetakan seperti pada halaman xiii, (14278 H, seharusnya 1428 H), kesalahan penulisan seperti pada halaman 218 (madhhab hanbali seharusnya madhab Hambali). Semoga dapat menjadi masukan untuk pencetakan selanjutnya.

Saya punya stok empat buku ini. Dua buku sudah terjual, satu sudah dipesan, sisa satu lagi. Harganya Rp. 35.000 atau satu dirham. Siapa yang mau?

1 komentar: