site meter

Kamis, 11 Februari 2010

Ibu, Dimanakah Aurat Itu?

Siang, saya berjalan dari gedung megah Citibank Bandung, Jalan Asia Afrika menuju Toko You yang terletak di Jalan Hasanuddin. Masih di Parijs van Java. Mobil dan motor masih lalu lalang. Aktivitas hari kerja. Tak ada yang istimewa. Hanya sepertinya ada yang meninggal di sekitaran Ariajipang. Banyak karangan bunga berduka cita berjejer disana. Dhuhur tiba. Adzan masih menggema di Masjid Al Kautsar, pinggir Jalan Sumbawa. Areal yang dulu cukup akrab di masa-masa SMA. Wilayah jajahan anak SMA Belitung:)

Sang nenek tua, bajunya terbuka. Bagian depan tubuhnya terlihat sempurna.
Astaghfirullah. Mengais-ngais tempat sampah. "Nek, aku tak membawa sehelai pashmina tebal seperti kemarin kukenakan ketika mengikuti persidangan di Pengadilan Agama. Jaket jins yang saya kenakan hari ini pun rasanya tak pantas menutupi tulusnya tubuh yang kau gelar di jalan raya kota kembang ini. Akukah yang gila? Atau sekedar berpura-pura? Tak sempat kutanyakan padamu, Nek, dimanakah rumah dan keluargamu? Berapa anakmu? Kapankah terakhir kau memakai baju sepertiku? Pernahkah selendang menutupi kepalamu? Berapa panjang jaket yang sempat kau pakai untuk membungkus badanmu agar senantiasa hangat? Kota ini dingin, Nek!"

Namun, siang ini menghanyutkanmu. Jika saja kita kembali ditakdirkan bertemu, maukah kau menemaniku minum secangkir Robusta di Toko Kopi Aroma, Nek? Sore hari hingga menjelang maghrib, tepat di pinggir Jalan Banceuy. Rasakan aroma kenikmatannya, Nek. Katakan padaku, kau pasti akan berujar, "Sampai kapan Tuhan membiarkan kopi ini tumbuh?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar