site meter

Sabtu, 29 Agustus 2009

“Kita harus yakin bahwa zakat itu pilihan Tuhan”

Prof KH Ali Yafie :
“Kita harus yakin bahwa zakat itu pilihan Tuhan”

Tidak ada orang yang dilahirkan miskin atau kaya. Keduanya timbul kemudia karena ada sebab musabab. Ada yang lahir dalam keluarga miskin tetapi dalam perkembangan selanjutnya dia menjadi kaya atau sebaliknya. Intinya, keduanya merupakan batu ujian kehidupan manusia. Namun kemiskinan menimbulkan banyak kemelaratan. Oleh karena itulah agama menyerukan umat Islam agar memperhatikan masalah ini dengan serius. Kemiskinan itu sangat dekat pada kekufuran, begitu peringatannya.

Ajaran Islam menjadikan ibadah yang beraspek sosial sebagi landasan membangun sistem bagi kesejahteraan umat. Di sinilah fungsi ibadah yang bernama zakat. Zakat bukan satu-satunya gambaran sistem yang ditampilkan Islam dalam penanganan masalah kemiskinan. Hanya harus diakui bahwa zakat menjadi titik sentral dalam sistem tersebut.

Seperti itulah Prof KH Ali Yafie, ulama yang juga salah seorang Rais Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU), ingin menjelaskan tentang nilai substansi zakat yang masih belum dipahami dengan baik oleh umat Islam. Pemahaman tradisonal terhadap masalah zakat sudah harus dibenahi apalagi dalam kondisi krisis seperti ini, ungkap Ketua MUI Pusat ini. Ditemui di rumahnya, kawasan Rawamangun Jakarta, reporter MUZAKKI, Resmiarni mempersembahkan wawancara eksklusif ini untuk Anda.

T : Mengapa ibadah zakat tidak begitu populer dibandingkan ibadah-ibadah lain ?
J : Ya, benar. Perhatian umat terhadap zakat masih perlu didorong terus. Dari pihak lain, informasi tentang zakat itu tidak sebanyak informasi tentang ibadah lain. Maka dari tahun ke tahun kita selalu menganjurkan kampanye zakat supaya umat Islam baik muzakki maupun mustahik dapat memahami pentingnya ibadah ini.

T : Bagaimana tentang UU Zakat No 38/99 ?
J : Peluang itu perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya supaya rakyat kita betul-betul bisa menikmati hasil pelaksanaan ibadah ini. Aspek sosialnya sangat tinggi karena langsung bersangkutan dengan kekayaan dan harta benda sebagai satu standar kehidupan manusia. Artinya manusia dalam kehidupannya sangat berkepentingan untuk memenuhi kebutuhannya dengan kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan kekayaan. Sejalan dengan itu harus dikembangkan suatu kesadaran untuk mensyukuri nikmat Allah tentang rezki yang diperoleh dalam kehidupan kita ini. Selama 30 tahun terakhir ini , sebelum terjadi krisis semua orang mengakui bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan. Tumbuh di kalangan umat kita golongan menengah. Walau pengusaha-pengusaha besar masih berada di tangan umat non-muslim. Sebagian besar umat Islam golongan menengah ini belum memahami kewajiban zakat. Orang-orang itu kaya menganggap dirinya sudah memenuhi kewajibannya jika telah bersedekah. Padahal itu masih jauh dari kewajiban zakat yang sesungguhnya. Kewajiban zakat yang sesungguhnya itu didasarkan pada perhitungan minimal 2,5 % dan maksimal 20 %. Jadi tidak seenaknya sedekah sesuai selera dan keinginannya. Itu harus diinformasikan dengan jelas bagi orang yang hartanya sudah nisab. Saya sangat mendukung penggalakan bulan kampanye zakat khususnya pada bulan Ramadhan ini. Masa lalu, pemahaman terhadap ibadah zakat masih terbatas pada kebiasaan-kebiasaan tradisional. Misalnya rata-rata orang hanya mengeluarkan zakat yang bernama fitrah pada bulan Ramadhan saja.

T : Apakah ini indikasi rendahnya pemahaman umat Islam terhadap masalah-masalah agamanya ?
J : Ya benar. Mayoritas umat kita ini masih awam. Bagi mereka indikator keagamaan terbatas pada amalan-amalan ritual. Mereka mengenal seseorang itu beragama kalau melakukan shalat, puasa, atau sudah melakukan haji. Itu memang sebagian penting dari agama. Tetapi masih ada ibadah lain yang memiliki aspek sosial yang tinggi misalnya zakat. Dakwah perlu dioptimalkan. Agendanya tidak lagi terbatas menggugah ibadah ritual saja.

T : Jika kampanye zakat dilakukan tiap bulan Ramadhan saja bukankah malah semakin mengukuhkan pemahaman bahwa zakat fitrah saja yang wajib dilaksanakan umat Islam ?
J : Oh, tentu tidak. Itu tergantung kemampuan kita untuk memberikan informasi yang tepat. Itu yang harus diluruskan. Bulan Ramadhan ini bulan penerangan dan bulan ibadah, momen itu diambil untuk meningkatkan wawasan umat terhadap ibadah zakat.

T : Bagaimana pelaksanaan zakat masa Rasulullah ?
J : Ya. Dalam penjelasan Al Quran, sebagian besar ayat-ayat yang berbicara shalat selalu disandingkan dengan zakat. Waaqimusshalata waatuzzakata, wayuqimunasshalata wa mimma razaqna hum yunfikuun. Kenyataannya begitu pentingnya urusan zakat itu. pada zaman Rasulullah, zakat ditangani sendiri oleh Rasulullah dan tidak disepelekan. Beliau sendiri yang menunjuk orang-orang yang dipercayainya untuk melakukan pemungutan, pembagian, perawatan dan lain sebagainya. Pada waktu lalu sebelum hadirnya UU zakat pemerintah telah ikut memikul tanggung jawab dengan membentuk BAZIS. BAZIS dipertanggungjawabkan kepada pemerintah daerah baik tingkat I atau II. Dan sekarang ini mau disempurnakan organisasinya

T : Bagaimana UU zakat diberlakukan di negara yang pluralistik seperti Indonesia ini ?
J : Menurut saya hal itu sudah tepat karena negara ini bukanlah negara sekuler. Negara ini memposisikan agama dalam satu posisi yang konstitusional. Dalam pembukaan UUD’45 para pendiri republik ini sangat menyadari bahwa keberhasilan perjuangan dari kolonialisme menjadi negara merdeka itu adalah atas berkat rahmat Allah SWT. Filsafat negara ini pun dikembangkan dengan rumusan Ketuhanan YME. Semua ini dikonkritkan dalam batang tubuh UUD’45 pasal 29. Jadi posisi agama di negara RI yang berdasarkan Pancasila itu konstitusional. Dan harus dijabarkan dalam kegiatan kenegaraan. Makanya ada peradilan agama, pendidikan agama, pengelolaan haji dan sebagainya.

T : Bagaimana pelaksanaan zakat di negara lain seperti Malaysia ?
J : Dalam banyak hal negara kita tidak sama dengan Malaysia atau Brunei misalnya. Dari segi latar belakang sejarah, perkembangan politik, struktur kenegaraannya, berbeda. Kita tidak ada memproklamsikan negara Islam tapi negara yang berdasarkan Ketuhanan YME. Sehingga rumusannya dan praktek kenegaraannya berbeda. Malaysia dan Brunei itu kerajaan dan kita republik. Memang diakui, penyelenggaraan zakat di sana jauh lebih dulu kemantapannya. Kita kan baru saja punya UU zakat. Kita harus belajar mereka.

T : Apa saja yang harus dipersiapkan agar UU ini dapat dilaksankan dengan baik ?
J : Menurut saya UU itu sudah dilaksanakan sekarang. Walau belum sempurna karena belum ada peraturan pemerintah. Yang sudah ada baru peraturan menteri. BAZIS sebagai perangkatnya sudah ada. Kalau dulu BAZIS itu dasar hukumnya hanya SK menteri agama dan menteri dalam negeri. Nah, sekarang akan dialihkan menjadi perangkat pelaksanaan UU zakat. Tinggal penyempurnaan dan penyesuaian.

T : Bagaimana pajak dalam pandangan Islam ?
J : Dalam Islam tidak dikenal istilah pajak. Selain zakat ada yang namanya izziyah, fay, ghanimah. Pajak ini kan tradisi barat dan zaman feodal kerajaan yang namanya upeti. Nah sekarang kenapa harus dikombinasikan antara pajak dan zakat ? Jangan sampai terkesan rakyat harus membayar dua kali. Seakan-akan pajak ganda dan zakat ganda. Itu yang perlu pengaturannya. Oleh sebab itu, dirjen pajak dengan pihak departemen agama dan BAZIS harus terus-menerus mengadakan konsultasi. Supaya ada sinkronisasi antara UU zakat dengan UU pajak yang sudah diperbaharui.

T : Bagaimana pengelolaan pajak selama ini ?
J : Memang diakui, pengelolaan pajak selama ini harus ditertibkan terus-menerus. Kita akui bahwa pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang paling penting kan ? Tetapi justru di sanalah terjadi hal-hal yang merugikan negara. Itu tanggung jawab departemen keuangan. Kemudian tanggung jawab lembaga-lembaga pengawas pemerintah seperti DPR. Umat boleh ikut berbicara memberikan masukan, menunjukkan bukti dan fakta ketidakberesan pengurusan pajak.

T : Faktor moral individu dan sistem pajak yang menyebabkan pajak selalu salah urus, apakah mungkin terjadi pada pengelolaan zakat ?
J : Ya. Oleh sebab itu, zakat ini harus dikelola secara profesional. Ditangani oleh orang-orang yang betul-netul bisa dipertanggungjawabkan kualitas moralnya. Supaya apa yang terjadi pajak, tidak terjadi pada zakat.

T : Apakah zakat dapat menjadi salah satu solusi permasalahan ekonomi dewasa ini ?
J : Ya, kalau kita sebagai orang Islam kita harus yakin bahwa zakat itu pilihan Tuhan yang dijamin keberhasilannya. Ketika masyarakat masih ragu-ragu akan jaminan Allah ini maka permasalahan ini tak akan pernah selesai.

T : Apakah zakat hanya digunakan untuk umat Islam saja ?
J : Zakat adalah sumber dana pembiayaan kemaslahatan umat Islam. Untuk menolong yang lain ada yang namanya infaq dan sadaqah. Umat Islam itu dapat bersedekah dan berinfaq kepada orang non muslim tapi tidak bisa berzakat
kepada orang non muslim.

T : BAZIS masa lalu dianggap sebagai corong pemerintah sehingga sebagian masyarakat saat ini masih terlihat ragu-ragu terhadap keberadaan BAZIS ?
J : Kita kan sekarang berada dalam alam reformasi. Gambaran masa lalu tidak boleh mendominasi pikiran kita. Kita semua berkewajiban untuk memperbaiki. Kalau BAZIS itu lemah, dimananya yang harus kita perbaiki ? Kita harus memberikan masukan-masukan tanpa lebih dulu berapriori. Jangan mencela-cela saja tapi tidak ada usaha perbaikan. Dan kewajiban departemen agama untuk membina dan mengkoordinasikan semua aparat zakat baik pemerintah ataupun swasta dalam satu sistem pengelolaan.

T : Bagaimana sebaiknya pelaksanaan kampanye zakat ?
J : Sebenarnya kampanye zakat itu belum dilaksankan secara nasional. Pengelolaan zakat masa lalu kan tanggung jawab pemerintah daerah. Sekarang sedang dilakukan pembentukan BAZIS nasional. Tugas utamanya melakukan sinkronisasi agar tidak terjadi bentrok antara swasta dan pemerintah.

T : Bagaimana implikasinya terhadap rencana pelaksanaan otonomi daerah ?
J : Ya, MPR sudah memutuskan untuk melakukan otonomi daerah yang telah lama diperjuangkan. Dan sudah ada pernyataan politik bahwa ini harus efektif pada awal 2001. Dan ini juga berimplikasi pada pengelolaan zakat tadi. Otonomi daerah bukan berarti putus hubungan dengan pusat, kan ? Pemerintah pusat tetap mengawasi, mengarahkan dan membimbing pemerintah-pemerintah daerah. Karena pemerintah otonomi itu juga bagian dari republik ini (Resmiarni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar