site meter

Sabtu, 29 Agustus 2009

Potret Serambi Mekah di Persimpangan Jalan

Judul : Aceh di Persimpangan Jalan
Penulis : Syarifudin Tippe
Editor : Fairus M. Nur Ibrahim dkk
Kata Pengantar : Indria Samego
Cetakan Pertama : November 2000
Penerbit : Pustaka Cidesindo
Hal : 150 + xxviii


Berita kematian hampir tiap hari mengisi halaman-halaman harian Serambi Indonesia, koran lokal Aceh. Penembakan oleh orang yang tak dikenal, penculikan yang hilang ditelan rimba, pembakaran entah oleh siapa yang telah menambah daftar korban kemanusiaan. Saking lazimnya, daftar korban ini telah menjadi perhitungan kuantitatif, seperti yang diungkapkan oleh Nikita Krushev, mantan PM Uni Soviet, “One man death is a tragedy, but a million’s death is statistic.” Masing-masing pihak saling menuding. Pihak TNI mengatakan ini kerjaan GAM, sementara GAM memastikan semua ini ulah kebiadaban TNI. Masyarakat awam memilih diam, pemerintah daerah tak berani berkutik biar cari selamat, ulama hanya diam (mungkin hanya mampu berdoa), dan mahasiswa gamang diintimidasi oleh kekuatan-kekutan bersenjata.

Aceh berada di persimpangan jalan yang menakutkan. Mau ke kanan, ada jurang. Ke kiri, banyak binatang buas. Ibarat makan buah simalakama, konflik di Aceh ibarat benang kusut yang tak jelas awal ujungnya. Penyelesaian konflik datang dari berbagai macam pihak ; operasi militer untuk menumpas GAM yang disebut oleh TNI sebagai gerakan separatis, otonomi daerah dari pemerintah, referendum yang asalnya dari intelektual muda, dan kemerdekaan teritori dari GAM sebagai sesuatu yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Solusi konflik bukan malah memberikan titik terang tapi malah menjadi sama rumitnya dengan permasalahan. Sampai kapankah Aceh akan membelokkan kemudinya, ke kiri, kanan, lurus atau tetap berhenti di persimpangan jalannya ?

Ungkapan kerisauan akan kerumitan konflik Aceh ini terungkap sebagiannya dalam buku ini. Ditulis oleh seorang perwira TNI, Syarifuddin Tippe, yang menjalani tugas militer di Aceh sejak 1999. Putra Makassar ini selain aktif di lapangan juga aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Sebutan sebagai perwira akademik, rasanya pantas dilekatkan padanya. Usai menamatkan pendidikan di AKABRI Darat (1975) ia ditempatkan di berbagai daerah seperti Kalimantan Barat, Bogor, Magelang, Sumatera Selatan, Bandung, Jakarta, dan kini di Banda Aceh sebagai Danrem 012/ Teuku Umar. Pada 1990 ia menyelesaikan pendidikan di Seskoad lalu mengikuti Sesko Comparative di AS (1992), dan DMS (Defence Management Seminary) di Australia (1994). Setelah menyelesaikan pendidikan S 1 di Universitas Terbuka, sang kolonel ini pun melanjutkan pendidikan S 2 di Universitas Jayabaya, Pascasarjana Hubungan Internasional (1998).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar