site meter

Sabtu, 29 Agustus 2009

Pengikut Award

Dalam sebuah diskusi di “ruang maya” di sebuah mailing list komunitas Aceh, ada yang ingin saya bagi : oleh-oleh berpikir ! Hancurnya WTC pada 11 September lalu, mau tidak mau merubah tren isu diskusi yang selama ini berputar pada persoalan konflik Aceh. Saya pikir, ini bukan latah, mau tidak mau suka tidak suka, tragedi itu memang telah menggerogoti “kemapanan ideologis” kita selama ini. “Made in Amerika” yang bukan hanya melekat pada barang-barang konsumsi kita tapi juga pada “kepala-kepala” kita yang bernama : pola pikir !

Salah seorang peserta diskusi dengan sangat emosi menulis “ . Maafkan saya kalau terpaksa katakan : kita terlalu sering emosional dan reaktif. Walau harus dimaklumi, mungkin memang itulah sifat manusia (Indonesia ?). Kita benar-benar baru berani teriak : bunuh “Amerika” ketika hampir semua suara mengecam kebiadabannya terhadap Afganistan. Atau ketika simbol-simbol kedigdayaan ekonomi dan pertahanannya dihancurkan terorisme yang tak jelas siapa sampai sekarang, nyali kita yang langsung “ciut”, negara super power itu saja bisa hancur ? Tapi coba flash back, siapa yang berani “menahan” ketergantungan ekonomi dan teknologinya terhadap Amerika sebelum WTC hancur oleh teroris ? Kita malah “berlomba-lomba” ulurkan tangan pada Amerika dengan garansi “US Aid” atau sangat bangga jawab “Baru pulang dari New York”. Kalau saja boleh mencatat, hanya Irak dan Iran, salah satu negara yang memang berani pasang wajah “ogah” bersalaman dengan Amerika, jauh sebelum WTC hancur. Lalu sekarang malah kita yang teriak-teriak bak pahlawan dan pejuang jihad militan. Bukannya salah atau terlambat, tapi sepertinya terlalu banyak “komunitas” orang-orang seperti ini di negara kita : para pengikut absurd !

Mengutip sebuah tulisan Jacob Soemardjo (Harian Kompas), seorang budayawan yang juga dosen seni, ada beberapa karakteristik komunitas pengikut ; dia ada di luar organisasi, massa yang amorf, tak berbentuk, tak dapat dipetakan, tak dapat diduga, hanya memahami bagian-bagian dari struktur pemikiran yang utuh, berpotensi sebagai pengkhianat, dan menjadi korban tak bernama yang mati sia-sia

Dengan sangat hormat surat ini dilanjutkan kepada :
1. Gerakan-gerakan pengikut yang mengatasnamakan diri sebagai gerakan yang wajib diikuti
2. Organisasi-organisasi pengikut yang selalu saja ingin diikuti
3. Lembaga-lembaga sosial yang selalu memaksa untuk harus diikuti
4. Tokoh-tokoh masyarakat yang merasa dirinya pantas menjadi kiblat para pengikut sejati
5. Pemimpin-pemimpin yang merasa dirinya titisan Sang Abadi yang pantas diikuti
6. Siapapun dia yang menjadi pengikut hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar